Petunjuk Shalat Praktis
Sesuai Tuntunan Nabi Shalallahu 'alaihi wasallam
Oleh: : Wayer Haris Sauntiri, S.T
Sebelum melanjutkan membaca, download dulu file dan font pendukungnya:
http://www.4shared.com/zip/VESNZLYm/Upload_Tulisan_dan_komponen_pe.html
http://www.4shared.com/zip/VESNZLYm/Upload_Tulisan_dan_komponen_pe.html
TATA CARA SHALAT NABI
MUHAMMAD Shallallahu 'alaihi wasallam
Segala puji hanya milik Allah semata, shala-wat dan salam
semoga tetap dicurahkan kepada hamba dan utusanNya, yaitu Nabi Muhammad,
keluarga dan para shahabatnya. Amma ba`du:
Berikut ini adalah uraian singkat tentang sifat (tata cara)
shalat Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam. Penulis ingin
menyajikannya kepada setiap muslim, baik laki-laki ataupun perempuan, agar
siapa saja yang membacanya dapat bersungguh-sungguh dalam mencontoh (berqudwah)
kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. di dalam masalah shalat, sebagaimana
sabda beliau:
صَلُّوْا
كَمَ رَ أَيْتُمُوْنِىْ أُصَلِّىْ
"Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat
aku shalat." (HR. Al-Bukhari).
Kepada para pembaca, berikut ini uraiannya:
1.
Menyempurnakan wudlu;
(Seseorang yang yang hendak melakukan shalat) hendaknya
berwudlu sebagaimana yang diperintahkan Allah; sebagai peng-amalan terhadap
firmanNya:
"Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak
melakukan shalat, maka cucilah muka kalian, kedua tangan kalian hingga siku,
dan usaplah kepala kalian, dan (cucilah) kedua kaki kalian hingga kedua mata kaki..."
(Al-Ma'idah: 6).
dan sabda Nabi Shallallahu
'Alaihi Wasallam:
لَا
تُقْبَلُ صَلَاةٌ بِغَيْرِ طُهُوْرٍ وَلَا صَدَقَةٌ مِنْ غُلُوْلٍ
"Tidak diterima
shalat tanpa bersuci dan shadaqah dari penipuan." (HR. Muslim ).
Dan sabdanya kepada orang yang tidak betul shalatnya:
إِذَا
قُمْتُ إِلَى الصَّلَاةِ فَأَسْبَغِ الْوُضُوْءَ
"Apabila kamu hendak melakukan shalat, maka
sempurnakanlah wudhu". (HR. Bukhari, Muslim, As- Siraj, al- Albany dalam al- Irwa’
No. 289)
2.
Menghadap ke kiblat:
إِذَا
قُمْتُ إِلَى الصَّلَاةِ فَأَسْبَغِ الْوُضُوْءَ ثُمَّ اسْتَقْبَلِ الْكَعْبَةَ
فَكَبِّرْ
"Apabila kamu hendak melakukan shalat, maka
sempurnakanlah wudhu, kemudian menghadaplah ke kiblat (Ka’bah) lalu
bertakbirlah". (HR. Bukhari, Muslim, As- Siraj, al- Albany dalam al- Irwa’
No. 289)
Yaitu Ka`bah, di mana saja ia berada dengan seluruh tubuhnya
(secara sempurna), sambil berniat di dalam hatinya untuk melakukan shalat
sesuai yang ia inginkan, apakah shalat wajib atau shalat sunnah, tanpa
mengucapkan niat tersebut dengan lisannya, karena mengucapkan niat dengan lisan
itu tidak dibenarkan (oleh syara`), bahkan hal tersebut merupakan perbuatan
bid`ah. Sebab Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah
melafadzkan niat ataupun memerintahkannya, begitu juga para sahabat. Seandainya
niat itu menjadi suatu rukun yang wajib dipenuhi, tentunya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam akan
mencontohkan ataupun memerintahkannya. Tetapi yang justru kita temui dalam
hadits diatas adalah "Apabila kamu hendak melakukan shalat, maka
sempurnakanlah wudhu, kemudian menghadaplah ke kiblat (Ka’bah) lalu
bertakbirlah". BUKAN kemudian
menghadaplah ke kiblat (Ka’bah) lalu berniatlah kemudian bertakbirlah. Sehingga
dapat dipahami bahwa niat bukanlah sesuatu yang diucapkan tetapi kehendak hati
untuk melakukan sesuatu.
Dalam mengerjakan sholat disunnahkan meletakkan sutrah
(pembatas) baik sebagai imam atau shalat sendirian karena demikian itu termasuk
sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Dalilnya adalah:
إِذَا
صَلَّى أَحَدُكُمْ إِلَى سُتْرَةِ فَلْيَدْنُ مِنْهَا وَلَا يَقْطَعُ الشَّيْطَانُ
عَلَيْهِ صَلَاتَهُ
“Apabila salah seorang diantara kalian shalat menghadap
kesutroh maka hendaklah ia mendekat kesutrohnya dan jangan sampai ada syaithan
yang memutuskan shalatnya” (HR. Abu Dawud, al- Bazzar dan Al- Hakim,
dishahihkan olehnya dan disepakati oleh Adz- Dzahabiy)
لَاتُصَلِّ
إِلَّا إِلَى سُتْرَةٍ وَلَا تَدْعُ أَحَدًايَمُرُّ بَيْنَ يَدَيْكَ، فَإِنَّ
أَبَى فَلْتُقَاتِلْهُ فَإِنَّ مَعَهُ الْقَرِيْنَ.
“Janganlah engkau shalat kecuali (menghadap) sutroh
dan jangan biarkan seorangpun lewat dihadapanmu. Kalau dia enggan (tetap lewat
dihadapanmu) maka perangilah ia (halangi sekuat tenaga) karena sesungguhnya ada
syaithan yang menyertainya” (HR. Ibnu Khuzaimah dengan sanad Jayyid (Bagus)
Meletakkan sutrah (Pembatas) dalam shalat sangat penting,
sebab besarnya dosa yang harus dipikul oleh orang yang lewat didepan orang yang
sedang shalat, Rasulullah bersabda:
لَوْ
يَعْلَمُ الْمَارُّ بَيْنَ يَدَيِ الْمُصْلِّيْ مَاذَا عَلَيْهِ لَكَانَ أَنْ
يَقِفَ ًربَعِيْنَ خَيْرًا لَهُ مِنْ يَمُرَّ بَيْنَ يَدَيْهِ
“Kalau seandainya orang yang lewat di depan orang yang
sedang shalat mengetahui apa yang kan menimpanya (dosanya), niscaya ia akan
memilih berdiri selama 40 (tahun) karena hal itu lebih baik baginya daripada
lewat di depan orang yang sedang shalat” (H.R Bukhari, Muslim dan Ibnu
Khuzaimah)
Shalat harus menghadap kiblat sebab tidak sah shalat
seseorang jika tidak menghadap kiblat kecuali dalam kondisi tertentu yang telah
banyak dijelaskan dalam kitab-kitab fikih.
3.
Takbiratul ihram dengan mengangkat ke-dua tangan hingga
sejajar dengan pundak atau sejajar telinga sambil mengucap
Allahu Akbar
إِنَّهُ
لَتَتِمُّ صَلَاةٌ لِأَحَدٍ مِنَ النَّاسِ حَتَّى يَتَوَضَّأَ فَيَضَعُ
الْوُضُوْءَ مَوَا ضِعَهُ ثُمَّ يَقُوْلُ: اللهُ اَكْبَرُ
“Sesungguhnya tidak akan sempurna Shalat seseorang
sampai ia berwudhu’ dengan sempurna kemudian mengucapkan: “Allahu Akbar” ” (HR.
Thabraniy dengan Sanad Shahih)
Diwajibkan bagi Imam untuk memperdengarkan Takbir
كَانَ
يَرْفَعُ صَوْتَهُ بِالْتَكْبِيْرِ حَتَّى يَسْمِعَ مَنْ خَلْفَهَ
“Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam mengeraskan suaranya ketika bertakbir
sampai terdengar pada orang-orang yang berada dibelakangnya” (HR. Ahmad dan Al-
Hakim, di Shahihkan
olehnya dan disepakati oleh adz- Dzahabiy)
Bila Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam sakit, maka Abu Bakar lah yang
membantu memperdengarkan suara takbir, sebagaimana disebutkan dalam hadits
berikut:
كَانَ
إِذَ امَرِضَ رَفَعَ أَبُوْ بَكْرٍ صَوْتَهُ يُبَلِّغُ النَّاسَ تَكْبِرَهُ صَلَى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Akan tetapi ketika beliau sakit, Abu Bakar lah yang
(membantu) memperdengarkan suara takbir Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam agar terdengar kebelakang”
(HR. Muslim dan Nasa’i)
4.
Mengarahkan pandangan ke tempat sujud.
Ketika shalat, Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam menundukkan kepala dan pandangannya
tertuju ketempat sujud (HR. Baihaqy dan Al- Hakim di Shahihkan olehnya),
Selain itu, Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam melarang mengangkat pandangan ke langit ketika shalat (HR.
Bukhari dan Abu Dawud), juga melarang menoleh (Kekanan, kekiri) (HR. At-
Tirmidzi dan al- Hakim di Shahihkan Oleh keduanya; Lihat juga Shahih at-
Targhiib wat Tarhiib No. 353 karya al- Hafidz al- Mundziri Tahqiq Syaikh
Al- Albany)
5.
Mengangkat kedua tangan di saat bertakbir hingga sejajar
dengan kedua pundak atau sejajar dengan
kedua telinganya.
Adapun mengangkat kedua tangan, terkadang Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam mengangkat
kedua tangannya bersamaan dengan Takbir (HR. Bukhari dan Nasa’i), terkadang
setelah takbir (HR. Bukhari dan Nasa’i) dan terkadang sebelum takbir (HR.
Bukhari dan Abu Dawud). Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam mengangkat kedua tangannya terbuka tidak
meregangkannya atau menggenggamnya (HR. Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, at- Tamam
dan Al- Hakim dishahihkan olehnya dan disepakati oleh adz- Dzahabiy). Beliau Shallallahu 'alaihi wasallam mengangkatnya sejajar pundak (HR. Bukhari dan an- Nasa’i) dan terkadang
sejajar daun telinga (HR. Bukhari dan Abu Dawud)
6.
Bersedekap dengan Meletakkan kedua tangan di atas dada-nya,
Dalil bersedekap adalah sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam:
إِنَّ
مَعْشَرَ الْأَنْبِيَاءِ أُمِرْنَا بِتَعْجِيْلِ فِطْرِنَا، وَتَأْخِرِ
سَحُوْرِنَا،وَأَنْ نَضَعَ أَيْمَانَنَا عَلَى شَمَائِلِنَا فِىْ الصَّلَاةِ
“Sesungguhnya kami (para nabi) diperintahkan untuk
menyegerakan berbuka, mengakhirkan sahur serta meletakkan tangan kanan diatas
tangan kiri dalam shalat” (HR. Ibnu Hibban dan adh-
Dhiya’ al- Maqdisi dengan sanad Shahih)
Beberapa cara bersedekap:
1.
Yaitu dengan meletakkan tangan kanan pada punggung telapak
tangan kiri dan terkadang di pergelangan tangan serta dihasta (lengan) (HR. Abu
Dawud, an- Nasa’I, dan Ibnu Khuzaimah dengan sanad Shahih di
Shahihkan oleh Ibnu Hibban No. 485),
2.
Menggenggamkan tangan kanan diatas tangan kiri (HR. An-
Nasa’I, dan Daruquthni dengan Sanad Shahih)
3.
Dalam besedekap beliau Shallallahu 'alaihi wasallam meletakkannya di dada (HR. Abu
Dawud, Ibnu Khuzaimah Dalam Kitab Shahihnya, Ahmad, Abu Syaikh dalam
Kitab Tarikh Ashbahan, Imam at- Tirmidzi menghasankan salah
satu Sanadnya; Hadits serupa terdapat dalam Kitab al- Muwattha’,
Bukhari dan lain-lain)
7.
Disunnahkan membaca do'a istiftah:
Dalam berbagai kitab Hadits terdapat 12 macam bentuk do’a
Istiftah namun karena keterbatasan waktu dan tenaga, kami hanya akan membawakan
beberapa diantaranya:
1. اَللّٰهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِ وَ بَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا
بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ، اَللّٰهُمَّ نَقِّنِيْ مِنْ
خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ. اَللّٰهُمَّ
اغْسِلْنِيْ مِنْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَلْبَرَدِ.
(HR. Bukhari dan Muslim dari Sahabat Abu Hurairah Radiyallahu 'anhu)
2. وَجَهْتُ وَجْحِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ سَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
حَنِيْفًا [مُسْلِمًا] وَمَا أَنَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ. إِنَّ صَلَاتِيْ
وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَلَمِيْنَ. لَاشَرِيْكَ
لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَ أَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِيْنَ
(HR. Bukhari dan Muslim)
3. اللهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا، وَ الْحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيْرًا،
وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَّ أَصِيْلًا
(HR. Muslim, Abu ‘Awanah, at- Tirmidzi; diShahihkan olehnya.
Juga diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam kitab Akhbar Ashbahan)
4. اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَا رَكًا
فَيْهِ
(HR. Muslim dan Abu ‘Awanah)
Karena do'a ini ada dalil shahih dari Nabi shallallahu
'alaihi wasallam. Dan diperbolehkan membaca do'a istiftah selain dari yang
disebutkan diatas yang penting ada dalil shahihnya dari Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam. Namun yang lebih afdhal (utama) adalah
pada suatu saat membaca do`a istiftah yang pertama dan pada saat yang lain
membaca yang kedua atau yang lainnya yang ada dalil shahihnya, karena yang
demikian itu lebih sempurna dalam ber-ittiba` (mencontoh Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam).
8.
Membaca Ta’awudz dan Basmalah
Setelah membaca do’a Istiftah, Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam Kemudian membaca:
أَعُوْذُ
بِا للّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَ نَفْثِهِ
(HR.
Abu Dawud, Ibnu Majah, Daruquthni, al- Hakim di Shahihkan olehnya, Ibnu
Hibban dan adz- Dzahabiy; Al- Irwa’ No. 432) atau:
أَعُوْذُ
بِا للّٰهِ السَّمِيْعِ الْعَلِيْمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
(HR.
Abu Dawud dan at- Tirmidzi dengan Sanad Hasan)
Kemudian
membaca:
بِسْمِ
اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
9.
Membaca Surat al- Fatihah
Dalam membaca surat al- Fatihah dan surat-surat lainnya dalam
shalat terkadang beliau Shallallahu 'alaihi wasallam memulainya dengan bacaan Basmalah dengan suara
lirih (HR. Bukhari, Muslim, Abu ‘Awanah, ath- Thahawiy dan Imam Ahmad),
terkadang dengan suara Jahr (Keras).
CTT: Terkait basmalah
dalam Surat al- Fatihah, terdapat perbedaan pendapat dikalangan Ahlul ‘Ilmi
(‘Ulama’) ada yang mengatakan basmalah merupakan bagian surat al- Fatihah ada
pula yang mengatakan bukan bagian dari Surat al- Fatihah, namun yang kuat untuk
masalah ini adalah Basmalah bukanlah bagian dari Surat al- Fatihah, yang
penjelasannya akan saya paparkan sebentar lagi, Insya Allah..
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam membaca Surat al- Fatihah dan Surat lainnya
(dalam shalat) seayat demi seayat (berhenti pada tiap-tiap ayat) dengan tidak
menyambungnya dengan ayat berikutnya. (HR. Abu Dawud, As- Sahmi, dan Al-
Hakim di Shahihkan olehnya dan adz- Dzahabiy; al- Irwa’ no. 343; Juga
diriwayatkan oleh Amr ad- Dany dalam Kitab
al- Mukhtafa Juz 5 hal. 2)
Dalam sebuah Hadits Qudsi Allah SWT berfirman:
قَالَ اللهُ
تَبَارَكَ وَتَعَالَى: قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِىْ وَبَيْنَ عَبْدِي: نِصْفَيْنِ
فَنِصْفُهَا لِى وَنِصْفُهَا لِعَبْدِيْ. وَلِعَبْدِىْ مَاسَأَلَ. وَقَالَ رَسُوْلُ
اللهِ : إِقْرَؤُوْ الْعَبْدُ: اَلْحَمْدُ
لِلّٰهِ رَبِّ الْعَلَمِيْنَ، يَقُوْلُ اللهُ تَعَالَ: حَمَدَنِيْ عَبْدِى: وَيَقُوْلُ
الْعَبْدُ: الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ، وَقُوْلُ اللهُ تَعَالَ: أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِ.
وَيَقُوْلُ الْعَبْدُ: مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ،يَقُلُ اللهِ تَعَالَ: مَجَدَنِى عَبْدِيْ:
وَيَقُوْلُ الْعَبْدُ: إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَ اِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ، [قَالَ]: فَهَذِهِ
بَيْنِى وَبصَيْنَ عَبْدِ وَلِعَبْدِى مَاسَأَلَ: وَيَقُوْلُ الْعَبْدُ: إِهْدِنَا
الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ، صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمِ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ
عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّيْنَ [قَالَ] فَهَؤُلَاءِ لِعَبْدِيْ، وَلِعَبْدِى مَاسَأَلَ
Dari
Ummu Salamah Radiyallahu 'anha; Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “ Allah Tabaroka wa Ta’ala
berfirman: “Aku membagi shalat antara Aku dengan hamba-Ku menjadi dua bagian.
Sebagiannya untuk Ku dan sebagian lagi untuk hamba Ku. Sementara bagian hamba
Ku adalah apa yang ia minta. Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Bacalah oleh
kalian, seorang hamba membaca dalam shalatnya ; Alhamdulillahi rabbil
‘alamiin, maka Allah Ta’ala berfirman: “Hamba Ku telah memuji Ku”,
kemudian bila hamba membaca :”Arrahmaanirrahiim” maka Allah
berfirman: “Hamba-Ku telah menyanjung Ku”. Bila hamba membaca: ”Maalikiyaumiddin”
maka Allah Ta’ala berfirman: “Hamba-Ku telah memuliakan-Ku”.
Seorang hamba membaca : “Iyyaka na’budu waiyyaka nasta’in” [Allah
Ta’ala berfirman]: “Hal ini adalah bagian antara Aku dengan hamba-Ku dan
baginya apa yang ia minta”. Seorang hamba membaca: “Ihdinash
shirothol mustaqiim, Shirotholladziina an’amta ‘alayhim Ghoiril Maghdhubi
‘alaihim waladh dholliin: [Allah Ta’ala berfirman]: “Semua itu
adalah bagian milik hamba-Ku dan baginya apa yang ia minta” (HR. Abu
Dawud No. 821, Muslim, Abu ‘Awanah dan Malik; Juga terdapat hadits saksi
(penguat) yang bersumber dari Sahabat Jabir Radiyallahu 'anhu yang diriwayatkan oleh As-
Sahmi dalam kitab Tarikh Jurjan No. 144)
Dari
hadits dapat dipahami bahwa Surat al- Fatihah diawali dengan Alhamdulillahi
Rabbil ‘alamiin. Wallahu a’lam bish-showaab..
Dan dilanjutkan dengan membaca Surat Al-Fatihah, sebab hukum
membaca surat al- Fatihah adalah wajib, tidak sah shalat bila kita tidak
membacanya sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:
لَا
صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ
“Tidak ada shalat bagi yang tidak membaca Fatihatul Kitab
(Surat Al-Fatihah)” (HR. Bukhari, Muslim, Abu ‘Awanah dan Baihaqy; al- Irwa’ No.
302)
Terkait bacan Surat al- Fatihah bagi Imam dan orang yang
shalat Sendirian, sepakat seluruh ‘Ulama’ tentang wajibnya, namun terdapat
perbedaan pendapat tentang hukum membaca surat al- Fatihah bagi Makmum, berikut
uraiannya:
a.
Pendapat Pertama: Gugur secara mutlak bagi makmum dari
membaca surat al- Fatihah baik pada Shalat Jahriah (Imam membaca dengan suara
keras) maupun Sirriyah (Imam membaca dengan suara lirih). Pendapat ini
merupakan pendapat dari Imam Abu Hanifah (Imam Hanafi), mereka berpendapat
dengan berdalilkan dengan Firman Allah SWT:
وَإِذَاقُرِئَ
الْقُرْءَانُ فَاسْتَمِعُوْا لَهُ وَأَنْصِتُوْ لَعَلَكُمْ تُرْحَمُوْنَ
“Dan apabila dibacakan Al Quran,
maka diam dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat” (Q.S.
al- A’raf : 204)
Hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam:
إِنَّمَا
جُعِلُ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَ بِهِ، فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوْا، وَإِذَا قَرَأَ
فَأَنْصِتُوْا.
“Sesungguhnya imam itu dijadikan untuk diikuti, maka bila
ia bertakbir maka bertakbirlah kalian dan bila ia membaca maka diamlah kalian”
(HR. Ibnu Abi Syaibah, Abu Dawud, Abu ‘Awanah, Muslim dan ar- Ruyani; Al- Irwa’
No. 332 dan 334)
Kemudian Hadits:
مَنْ
كَانَ لَهُ إِمَامٌ فَقِرَاءَةٌ الْإِمَامِ قِرَ اءَةٌ
“Barang siapa shalat mengikuti imam, maka bacaan imam adalah
bacaan baginya pula” (HR. Ibnu Abi Syaibah, ad- Daruquthni, Ibnu Majah, ath-
Thohawy dan Imam Ahmad)
b.
Pendapat Kedua: Wajib bagi makmum membaca surat al- Fatihah
baik pada shalat sirriyah maupun jahriyah. Ini merupakan pendapat Mahdzab
Syafi’iyah dan sebagian riwayat Imam Ahmad. Mereka yang berpendapat seperti ini
berdalilkan dengan :
لَا
صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ
“Tidak ada shalat bagi yang tidak membaca Fatihatul Kitab
(Surat Al-Fatihah)” (HR. Bukhari, Muslim, Abu ‘Awanah dan Baihaqy; al- Irwa’ No.
302)
Kemudian Hadits:
تَجْزِئُ
صَلَاةٌ يَقْرَأَ الرَّجُلُوْ فِيْهَا بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ.
“Tidak sah shalat yang pelakunya tidak membaca al- Fatihah
didalamnya” (HR. Daruquthni, dishahihkan olehnya dan Ibnu Hibban)
c.
Pendapat ketiga: Makmum wajib diam ketika membaca Jahr
(Keras) dan Makmum membaca ketika Imam membaca sirr
(Pelan). Ini merupakan pendapat Imam Malik dan sebagian Riwayat Imam Ahmad,
dimana pendapat ini menyatukan dalil yang menjadi pegangan pendapat pertama dan
kedua, dan ini merupakan pendapat yang terkuat diantara pendapat yang ada.
Boleh mencukupkan diri dengan hanya membaca Surat al- Fatihah
saja di setiap rakaat (HR. Ibnu Khuzaimah dalam Kitab Shahihnya No.
1634, Baihaqy dengan Sanad Jayyid (Bagus), Abu Dawud No. 758; asal kisah
Riwayat Bukhari Muslim)
10.
Membaca Amiin setelah membaca Surat al- Fatihah dan kewajiban
Imam menjahrkan bacaan Amiin nya pada Shalat Jahriyah.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam membaca Aamin dengan suara keras dan panjang
(Pada Shalat Jahriyyah) (HR. Bukhari dan
Abu Dawud dengan Sanad Shahih)
11.
Membaca Surat dalam al- Qur’an setelah mebaca Surat al-
Fatihah
Kemudian membaca ayat-ayat Al-Qur'an, dan diutamakan bacaan
dalam shalat Zhuhur, Ashar dan Isya' dari surat-surat yang agak panjang, dan
pada shalat Shubuh surat-surat yang panjang, sedangkan pada shalat Maghrib
surat-surat pendek dan pada suatu saat boleh juga membaca surah yang panjang
atau setengah panjang, maksudnya pada shalat Maghrib, sebagaimana yang
diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Dan pada shalat
Ashar hendaknya membaca surat yang lebih pendek dari pada bacaan shalat dzuhur
Setelah membaca surat al- Fatihah terkadang Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam membaca
satu surat (HR. Ibnu Nashr dan ath- Thohawy), Satu surat dibagi 2 rakaat (HR.
Ahmad dan Abu Ya’la), Terkadang mengulang Surat yang sama pada rakat kedua (HR.
Abu Dawud dan Baihaqy dengan Sanad Shahih) terkadang pula menggabungkan
dua surat atau lebih dalam satu rakaat (HR. Bukhari secara Mu’allaq dan
Tirmidzi secara Maushul, di Shahihkan olehnya).
Dan diperintahkan untuk mentartilkan serta memperindah bacaan
al-qur’an (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, di Shahihkan olehnya)
12.
Ruku` sambil bertakbir dan mengangkat kedua tangan hingga
sejajar dengan kedua pun-dak atau kedua
telinga,
Setelah membaca Surat al- Fatihah dan surat-suratb lainnya,
Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam diam sejenak kemudian ruku’ sambil bertakbir dan mengangkat tangan
sebagaimana Takbiratul Ihram (HR. Abu Dawud, Nasa’I, al- Hakim dishahihkan
olehnya dan adz- Dzahabiy). Kemudian meletakkan kedua telapak tangannya diatas
kedua lututnya (HR. Bukhari dan Abu Dawud), ini haditsnya:
ثُمَّ
يُكَبِّرُ وَيَركَعُ وَيَضَعْ يَدَيْهِ عَلَى رُكْبَتَيْهِ حَتَّى تَطْمَئِنَ
مَفَاصِلُهُ وَتَسْتَرْخِى.
“Setelah itu beliau bertakbir dan ruku’, dengan meletakkan
kedua telapak tangannya diatas kedua lututnya sehingga seluruh tulang
belakangnya lurus (Tuma’ninah)” HR. Abu Dawud, Nasa’I, al- Hakim dishahihkan
olehnya dan adz- Dzahabiy).
Belia Shallallahu 'alaihi wasallam mengokohkan kedua telapak tangannya diatas kedua
lututnya (seolah-olah beliau
mengenggamnya) (HR. Bukhari dan Abu ‘Awanah). Disamping itu, beliau Shallallahu 'alaihi wasallam merenggangkan jari-jemarinya (HR. Abu Dawud No. 809, Al- Hakim; di Shahihkan
Olehnya, Abu Daud ath- Thayalisi dan
adz- Dzahabiy).
إِذَ
ارَكْعَتَ فَضَعْ رَا حْتَيْكَ عَلَى رُكْبَتَيْكَ، ثُمَّ فَرِجْ بَيْنَ
أَصَابِعِكَ، ثُمَّ امْكَثْ حَتَّى يَأْخُذُ كُلُّ عُدْوٍ مَأْخَذَهُ.
“Bila engkau ruku’ maka letakkanlah kedua telapak tanganmu
diatas kedua lututmu dan renggangkanlah jari-jemarimu. Kemudian tetaplah dalam
keadaan seperti itu sampai setiap ruas tulang belakang menempati tempatnya”
(HR. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban).
Beliau Shallallahu 'alaihi wasallam menjauhkan kedua sikunya dari kedua sisi tubuhnya
(HR. Tirmidzi dan Ibnu Khuzaimah). dan saat ruku’ beliau membentangkan
punggungnya dan meluruskannya (HR. Bukhari dan Baihaqy), sampai-sampai
seandainya diletakkan air diatasnya niscaya air itu akan tenang (HR. Thabraniy,
Abdullah bin Ahmad bin Hambal dan Ibnu Majah)
Ketika ruku’, Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam tidak menundukkan kepalanya, tidak
pula mengangkatnya (HR. Bukhari dan Abu Dawud), tetapi beliau meletakkannya
diantara keduanya (sejajar dengan posisi punggung) (HR. Muslim dan Abu
‘Awanah), dan beliau Shallallahu 'alaihi wasallam Thuma’ninah dalam ruku’ dan sujud:
أَتِمُّوْ الرُّكُوْعَ وَ السُّجُوْدً
“Sempurnakanlah ruku’ dan sujud” (HR. Bukhari dan
Muslim).
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam melarang ruku’ dan sujud dengan cepat (seperti
mematuk) dan mengancamnya dengan ancaman: seandainya ia mati dalam keadaan
demikian (ruku’ dan sujud dengan cepat), niscaya ia akan mati dalam keadaan
diluar agama Muhammad (HR. Abu Ya’la, Al- Jurri, Baihaqy, Thabrany, adh- Dhiya’
al- Maqdisi, Ibnu Asakir. Di Shahihkan oleh Ibnu Khuzaimah).
Kemudian hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam:
يَا
مَعْشَرَ الْمُسْلِمِيْنَ، إِنَّهُ لَاصَلَاةً لِمَنْ لَا تُقِيْمُ صُلْبَهُ فِىْ
الرُّكُوْعِ وَ السُّجُوْدِ.
“Wahai kaum muslimin, tidak ada shalat bagi orang yang
tidak meluruskan tulang punggungnya ketika ruku’ dan sujud” (HR. Ibnu Abi
Syaibah, Ibnu Majah dan Imam Ahmad: Shahih; Lihat kitab Ash-
Shahiihah No 2536). dalam hadits lain disebutkan : “Tidak sah shalat
seseorang sampai ia meluruskan punggungnya ketika ruku’ dan sujud” (HR. Abu
‘Awanah, Abu Dawud dan as- Sahmi No. 61; Dishahihkan oleh ad- Daruquthni)
Faaidah Tambahan: Dari pembahasan mengenai tata cara membaca surat al-
Fatihah, surat-surat dalam al-Qur’an serta tata cara ruku’ dan sujud, kita
ketahui bahwa salahlah orang-orang yang shalat dengan bacaan dan gerakan cepat,
sekaligus sebagai bantahan bagi sebagian penganut tashawwuf yang
mengatakan bahwa orang yang shalat dengan cepat adalah orang yang takutnya
kepada Allah demikian besar, wallahul musta’an wal ‘iyadzu billah…..
Bacaan ketika Ruku’
Terdapat tujuh macam bacaan ruku’ yang diriwayatkan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, diantaranya adalah:
(HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, Daruquthni, ath- Thohawiy,
al- Bazzar, Ibnu Khuzaimah No. 604 dan Thabrany)
|
1.
سُبْحَانَ
رَبِّيَ الْعَظِيْمِ (٣x )
|
(HR. Abu Dawud, Daruquthni, Ahmad, Thabraniy dan Baihaqiy)
|
2.
سُبْحَانَ
رَبِّيَ الْعَظِيْمِ وَبِحَمْدِهِ (٣ x )
|
Terkadang Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam membacanya berulang-ulang lebih dari 3
kali, sehingga lama ruku’ dan sujudnya sama dengan ketika ia berdiri membaca
al- Fatihah dan ayat al- Qur’an (HR. Bukhari, Muslim; Lihat Kitab Irwa’ al-
Ghalil No. 331) dan keadaan seperti ini juga berlaku ketika beliau ruku’,
I’tidal, sujud dan duduk diantara 2 sujud.
Di dalam ruku’ dan sujud dilarang membaca al- qur’an, sebagai
mana sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam:
أَلَا
وَ إِنِّيْ نُهِيْتُ أَنْ أَقْرَ أَالْقُرْآنَ رَاكِعًا أَوْ سَاجِدًا
“Ketahuilah, aku dilarang untuk membaca al- Qur’an ketika
Ruku’ dan Sujud” (HR. Muslim dan Abu ‘Awanah)
13.
Bangki dari Ruku’ (I’tidal) dan Bacaan-bacaannya.
Kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam mengangkat tulang shulbinya (punggung) dari
ruku’ seraya mengucapkan:
سَمِعَ
اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ
(HR. Bukhari dan Muslim, juga diriwayatkan oleh Abu dawud,
Abu ‘Awanah dan al- Hakim; di Shahihkan olehnya dan adz- Dzahabiy). Sambil
mengangkat kedua tangan hingga sejajar dengan kedua pundak atau kedua telinga
Bacaan I’tidal:
(HR. Bukhori dan Imam Ahmad)……………………………
|
1.
رَبَّنَا
[وَ]لَكَ الْحَمْدُ
|
||
(HR. AMuslim, Abu ‘Awanah, Imam Ahmad dan Abu Dawud)
|
2.
اَللّٰهُمَّ
رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ
|
||
(Bukhori dan Muslim) ……………………………………
|
3.
رَبَّنَا
َلَكَ الْحَمْدُ
|
||
Terkadang Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam menambahkan salah satu dari bacaan
diatas dengan:
|
|||
(HR. Muslim dan Abu ‘Awanah)
|
مِلْ ءَالسَّمَاوَاتِ وَمِلْ ءَ
الْٰأَرْدِ، وَمِلْ ءَمَاسِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ.
|
||
Atau kadang kala beliau Shallallahu 'alaihi wasallam membaca:
|
|||
(HR. Muslim dan Abu ‘Awanah)
|
مِلْ ءَالسَّمَاوَاتِ وَمِلْ ءَ
الْٰأَرْدِ، ومَا بَيْنَهُمَ، وَمِلْءَمَاسِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ.
|
||
Dan masih ada 4 macam lainnya.
Disyari’atkan memperlama I’tidal, sebagai mana disebutkan
dalam sebuah hadits bahwa para sahabat menyangka Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam telah lupa
(dikarenakan lamanya beliau Shallallahu 'alaihi wasallam berdiri I’tidal). (HR. Bukhari dan Muslim;
Lihat kitab al- Irwa’ No. 307). atau paling tidak sampai tulang punggung
kembali pada posisinya semula, sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut:
ثُمَّ ارَفَعْ رَأْساكَ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا [ فَيَأْ
خُذُ كُلُّ عَظْمٍ مَأْخَذَهُ[ )وَفِى
رِوَايَةِ: وَإِذَ ارَفَعْتَ فَأَقِمْ صُلْبَكَ، وَ ارْفَعْ رَأْسَكَ حَتَّى
تَرْجِعَ الْعَظَامُ إِلَى مُفَاصِلِهَا]
"Kemudian angkatlah kepalamu hingga engkau sempurna
berdiri [hingga masing-masing tulang kembali ketempatnya semula]. (Dalam
riwayat lain: Dan bila engkau bangkit dari ruku’ maka tegakkanlah tulang sulbi
dan angkat kepalamu sampai tulang-tulang tersebut kembali kepersendiannya
semula". (HR. Bukhari Muslim pada penggalan pertama [ ] dan ad-
Darimi, al- Hakim, asy- Syafi’I dan Imam Ahmad). Kemudian hadits:
لَايَنْظُرُ
اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ إِلَى صَلَاةِ عَبْدٍ لَا يُقِيْمُ صَلْبَهُ بَيْنَ
رُكُوْعِهَا وَ سُجُوْدِهَا
“Allah tidak akan melihat kepada shalat seorang hamba yang
tidak menegakkan tulang punggungnya antara ruku’ dan sujud” (HR. Imam Ahmad
dan Thabraniy; Isnad Shahih)
لَا
تاتِمُّ صَلَاةَ لِأَحَدٍ مِنَ النَّاسِ حَتَّي........... يَقُوْلُ: سامِعَ اللهُ
لِمَنْ حَمِدَهُ: حَتَّى يَسْتَوِيَ قَائِمًا ثُمَّ يَقُوْلُ: اللهُ اَكْبَرُ،
ثُمَّ يَسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ مَفَاصِلُهُ
“Tidak sempurna shalat salah seorang diantara
manusia sampai…………..ia mengucapkan Sami’ Allahu liman hamidah sampai ia
berdiri dengan sempurna, lalu bertakbir kemudian sujud hingga tenang seluruh
persendiannya” (HR. Abu Dawud dan al- Hakim, di Shahihkan olehnya dan
disepakati adz- Dzahabiy).
Dan ketika hendak sujud, boleh mengangkat tangan
seperti saat takbiratul ihram (HR. An- Nasa’I, ad- Daruquthni, al- Murkhis
diamalkan juga oleh Abdurrahman bin Mahdi, Imam Ahmad, Imam Malik dan Imam asy-
Syafi’i) namun boleh juga tidak mengangkat tangan (HR. Abu Ya’la dengan Sanad
Jayyid dan Ibnu Khuzaimah dengan Sanad Shahih).
14.
Sujud sambil bertakbir dengan meletak-kan kedua tangan
sebelum kedua lutut (HR. Ibnu Khuzaimah, ad- Daruquthni, al- Al- Hakim di Shahihkan
olehnya, adz- Dzahabiy, Imam Ahmad dan Imam Malik), juga hadits:
إِذَ
سَجَدَ أَحَدُكُمْ فَلَا يَبْرُكْ كَمَا يَبْرُكُ الْبَعِيْرُ وَلويوضَعْ يَدَيْهِ
قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ
“Jika salah seorang diantara kalian hendak sujud, maka
janganlah ia menderum (turun) seperti unta, tetapi hendaklah ia mendahulukan
kedua tangannya sebelum kedua kakinya” (HR. Abu Dawud dan an- Nasa’i)
Sebenarnya juga terdapat hadits yang menyebutkan tentang
mendahulukan kedua lutut sebelum kedua tangan dan ini merupakan
pendapat Syaikh bin Baz dan Syaikh ‘Abdurrahman al-
Jibrin, tetapi haditsnya telah dinyatakan lemah oleh al- Imam al- Muhaddits
Syaikh Muhammad Nashiruddin al- Albany dan saya (Wayer Haris) lebih tenang
mengikuti pendapat Ulama’ ahli Hadits, karena merekalah yang lebih memahami lemah
tidaknya suatu hadits bila ditinjau dari segi Ilmu Jarh wat Ta’dil, Ilmu
diroyah war riwayah, Ilmu Mustholaah Hadits, Asbabul Wuruz Hadits serta Ilmu
Nasikh wal Mansukh dalam hadits.
Ketika sujud, Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bertumpu dengan kedua telapak
tangannya (dan beliaupun membentangkannya) (HR. Abu Dawud, al- Hakim di Shahihkan
olehnya dan disepakati adz- Dzahabiy). Beliau juga merapatkan jari jemari
(tangannya) (HR. Ibnu Khuzaimah, Baihaqy, al- Hakim di Shahihkan olehnya
dan disepakati adz- Dzahabiy). Beliau Shallallahu 'alaihi wasallam juga menghadapkan jari-jarinya ke
kiblat (HR. Baihaqy sedangkan tambahan menghadapkan jari-jemari ke kiblat
riwayat Ibnu Abi Syaibah dan as- Siraj). Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam juga menjadikan kedua
(telapak tangan) sejajar dengan pundak/bahu (HR. Abu Dawud, at- Tirmidzi di Shahihkan
olehnya dan Ibnu Mulaqqin; lihat Kitab al- Irwa’ No. 309), terkadang
sejajar dengan telinga (HR. Abu Dawud dan an- Nasa’i).
Ketika sujud, beliau Shallallahu 'alaihi wasallam meletakkan hidung dan keningnya ke
tanah (tempat sujud) (HR. Abu Dawud, at- Tirmidzi dan Ibnu Mulaqqin), juga
disebutkan dalam hadits:
لَا
صَلَاةَ لِمَنْ لَا يُصِيْبُ أَنْفُهُ مِنَ الْأَرْضِ مَا يُصِيْبُ الْجَبِيْنَ
“Tidak ada shalat bagi yang hidungnya tidak menyentuh
tanah (tempat sujud) ketika sujud” (HR. Ad- Daruquthni, Ath- Thabraniy dan
Abu Nu’aim dalam Kitab al- Akhbar Asbahan)
Thuma’ninah dalam Sujud
إِذَا
أَ نْتَ سَجَدْتَ فَأَمْكَنْتَ وَجْهَكَ وَيَدَيْكَ حَتَّى يَطْمَئِنَّ كَلُّ
عَظْمٍ مِنْكَ إِلَى مَوْ ضِعِهِ
“Bila engkau sujud, maka mantapkanlah posisi wajah dan
kedua tanganmu hingga setiap tulang tubuhmu berada pada tempatnya dengan
Thuma’ninah” (HR. Ibnu Khuzaimah dengan Sanad Hasan).
Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam juga memantapkan posisi kedua lutut dan ujung jari jemari kakinya (HR. Baihaqiy: Shahih.
Riwayat mengarahkan jari jemari ke kiblat Ibnu Abi Syaibah dan as- Siraj
serta al- Hakim di Shahihkan olehnya dan disepakati adz- Dzahabiy)
Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam mrnghadapkan (bagian depan kakinya) dan ujung jari
jemari kakinya menghadap kiblat (HR. Imam Bukhari dan Abu Dawud; tambahan
riwayat dalam kurung, riwayat milik Ibnu Rahawaih dalam Musnadnya; Ibnu
Sa’ad meriwayatkan bahwa Ibnu Umar suka bila seluruh anggota badannya menghadap
kiblat ketika shalat sampai-sampai ibu jari kakinya juga menghadap kiblat)
Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam merapatkan kedua tumitnya ketika sujud (HR. ath-
Thabraniy, Ibnu Khuzaimah No. 654 dan al- Hakim di Shahihkan olehnya dan
disepakati adz- Dzahabiy) dan Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam menegakkan kedua telapak kakinya (HR.
Baihaqy: Shahih)
Sujud dengan 7 anggota badan, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
أُمِرْتُ
أَنْ أَسْجَدَ (وَفِى رِوَايَةٍ: أُمِرْنَا أَنْ تَسْجُدَ) عَلَى سَبْعِ أَعْظُمٍ:
عَلَى الْجَبْحَةِ - وَ أَشَارَ بِيَدِهِ عَلَى أَنْفِهِ - وَالْيَدَيْنِ (وَفِى
لَفْظٍ: اَلْكَفَّيْنِ)، وَ الرُّكْبَتَيْنِ، وَ أَطْرَافِ الْقَدَمَيْنِ، وَلَا
نَكْفَتُ الثِّيَابَ وَ الشَّعْرَ.
“ Aku diperintahkan untuk sujud (dalam riwayat lain: Kami
diperintahkan untuk sujud dengan tujuh (7) anggota tubuh yakni – beliau juga
menunjuk ke hidungnya—kedua tangan (dalam lafadz lain: 2 telapak tangan), kedua
lutut dan ujung jari jemari kaki serta kami dilarang menjalin (menyatukan)
pakaian dan rambut” (HR. Bukhari, Muslim; al- Irwa’ No. 310)
Dilarang menempelkan kedua lengan ketanah saat sujud (HR.
Bukhari dan Abu Dawud), Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam mengangkat lengannya dan menjauhkannya dari
kedua sisi tubuhnya hingga nampak putih ketiak beliau dari belakang (HR.
Bukhari, Muslim; al- Irwa’ No. 310), sampai-sampai seandainya anak kambing
hendak lewat dibawah ketiak beliau, niscaya akan dapat melewatinya (HR. Muslim,
Abu ‘Awanah dan Ibnu Hibban)
Bacaan Sujud:
Terdapat 12 riwayat yang menyebutkan macam-macam bacaan
Rasulullah ketika sujud didalam shalat, namun kali ini kami hanya akan
membawakan beberapa yang mashur diantaranya:
1.
سُبْحَانَ
رَبِّيَ الْأَعْلَى (٣ x )
|
(HR.
Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, ad- Daruquthni, ath- Thohawiy, al- Bazzar dan
Thabraniy)
|
|
2.
سُبْحَانَ
رَبِّيَ الْأَعْلَى وَبِحَمْدِهِ (٣x
)
|
(HR.
Abu Dawud, ad- Daruquthni, Imam Ahmad, ath- Thohawiy dan Baihaqiy)
|
|
3.
سُبُّوْحٌ
قُدُّوْسٌ رَبُّ الْمَلَائِكَةِ وَ الرُّوْحِ
|
(HR.
Muslim dan Abu ‘Awanah)
|
|
4.
سُبْحَانَكَ
اللّٰهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اَللّٰهُمَّ اغْفِرلِى
|
(HR.
Bukhari dan Muslim)
|
|
Ø Bacaan no 3 dan 4
juga biasa dibaca Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam ketika ruku’
Ø Dilarang membaca
al- Qur’an ketika ruku’ dan sujud. (telah berlalu bersama kita pembahasannya)
Ø Memanjangkan waktu
sujud (telah berlalu bersama kita pembahasannya)
|
CTT:
|
|
Dianjurkan memperbanyak do’a ketika sujud, sebagaimana sabda
NabiShallallahu 'alaihi wasallam:
فَأَمَّا
الرُّكُوْ عَ فَعَظِّمُوْا فِيْهِ الرَّبَّ، وَأَمَّ السُّجُوْدُ فَاجْتَهِدُوْا
فِيْ الدُّعَاءِ فَقَمِنَّ أَنْ يُسْتَجَابَ لَكُمْ.
"Adapun ruku`, maka agungkanlah Tuhan pada saat itu,
dan adapun sujud, maka bersungguh-sungguhlah kalian dalam berdo'a, sebab layak
untuk diterima bagi kalian." (HR. Muslim)
Dan juga sabda beliau shallallahu 'alaihi wasallam:
إِقْرَبُ مَا يَكُوْنُ الْعَبْدُ
مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ، فَأَكْثِرُوْا الدُّعَاءَ.
"Posisi terdekat seorang hamba dari Tuhannya adalah
di saat ia sedang sujud, maka dari itu perbanyaklah do'a." (HR. Muslim)
15.
Mengangkat kepala sambil bertakbir lalu duduk diantara dua
sujud,
لَا
تَتِمُّ صَلَاةٌ لِأَحَدٍ مِنَ النَّاسِ حَتَّى ............... يَسْجُدُ، حَتَّى
تَطْمَئِنَّ مَفَاصِلُهُ، ثُمَّ يَقُوْلُ: اللهُ اَكْبَرُ، فَيَرْفَعُ رَ أْسَهُ
حَتَّي يَسْتَوِيَ قَاعِدًا.
“Tidak sempurna shalat seseorang sampai…… (kemudian ia)
sujud, hingga lurus tulang punggungnya (Thuma’ninah), lalu ia bertakbir dan
mengangkat kepalanya hingga ia duduk dengan sempurna” (HR. Abu Dawud dan
al- Al- Hakim; di Shahihkan olehnya dan disepakati oleh adz- Dzahabiy-
Dzahabiy).
Adapun cara duduknya adalah:
فَإِذَا
رَفَعْتا فَاقْعُدْ عَلَى فَخْدِكَ الْيُسْرَى.
“Dan bila engkau bangkit (dari sujud), maka duduklah
diatas paha kirimu” (HR. Imam Ahmad dan Abu Dawud dengan Sanad Jayyid).
Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam menegakkan telapak kaki kanannya (HR. Bukhari dan
Bayhaqiy) dan menghadapkan jari jemari (kakinya) ke kiblat” (HR. An- Nasa’I
dengan Sanad Shahih). Terkadang Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam melakukan duduk I’q’aa (duduk
dengan menegakkan kedua tumit) (HR. Muslim, Abu ‘Awanah, Abu Syaikh dan
Bayhaqiy).
Ketika duduk, Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam thuma’ninah hingga tulang belakangnya
tegak lurus (HR. Abu Dawud dan Baihaqiy dengan Sanad Shahih. ada hadits
serupa yang dieiwayatkan oleh Abu Dawud, al- Al- Hakim di Shahihkan olehnya
dan disepakati adz- Dzahabiy)..
Bacaan duduk diantara dua sujud:
Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam biasanya membaca do’a ketika duduk diantara dua
sujud, diantaranya:
اَللّٰهُمَّ
(وَفِىْ لَفْظٍ: رَبِّ) اغْفِرْلِى، وَ ارْحَمْنِىْ، [وَاجْبُرْنِيْ]،
[وَرْفَعْنِيْ]، وَا هْدِنِيْ، [وَعَافِيْنِ]، وَا رْزُقْنِيْ.
(HR. Abu Dawud, at- Tirmidzi, Ibnu Majah, Al- Hakim; di Shahihkan Olehnya dan
adz- Dzahabiy).
Terkadang beliau Shallallahu 'alaihi wasallam membaca:
رَبِّاغْفِرْلِى
إِغْفِرْلِى
(HR. Ibnu Majah dengan Sanad Hasan, Imam Ahmad dan
Imam Ishaq Ibnu Rahawaih memilih do’a ini)
16.
Sujud yang kedua:
ثُمَّ
يَقُوْلُ: اللهُ اَكْبَرْ، ثُمَّ تَسْجُدُ حَتَّى تَطْمَئِنَّ مَفَاصِلُكَ [ثُمَّ
افْعَلْ ذَلِكَ فِيْ صَلَا تِكَ كُلِّهَا].
“Kemudian ucapkanlah :”Allahu ‘Akbar” kemudian
sujudlah sehingga tenang seluruh persendianmu (Thuma’ninah), [kemudian
lakukanlah hal itu pada setiap rakaat shalatmu]” (HR. Abu Dawud dan al- Al-
Hakim, di shahihkan olehnya dan disepakati adz- Dzahabiy sementara
dengan tambahan ثُمَّ
افْعَلْ ذَلِكَ فِيْ صَلَا تِكَ كُلِّهَا,
ada dalam riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Adapun tatacara dan bacaan sujud kedua, sama halnya tatacara
dan bacaan sujud pertama.
17.
Bangkit dari sujud untuk melaksanakan Rakaat ke- dua
ثُمَّ
يَرْفَعُ رَ أْسَهُ فَيُكَبِّرُ
“Kemudian hendaklah ia mengangkat kepalanya sambil
bertakbir” (HR. Abu Dawud dan al- Hakim di Shahihkan olehnya dan
adz- Dzahabiy).
Ketika bangkit dari sujud untuk melaksanakan rakaat kedua,
Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam tidak langsung berdiri, tetapi beliau duduk dulu dengan sempurna
hingga tenang persendiannya (HR. Bukhari dan Abu Dawud)
CTT: Tatacara seperti ini juga diamalkan oleh Imam asy-
Syafi’i, Ahmad bin Hambal dan Ishaq ibnu Rahawaih)
Bertumpu dengan kedua tangan ketika bangkit untuk berpindah
rakaat. Nabi Shallallahu 'alaihi wasallambangkit dengan bertumpu pada tanah (lantai tempat shalat)
ketika berpindah ke rakaat selanjutnya (HR. Bukhari dan Imam asy- Syafi’i).
Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam melakukan ajn (mengepalkan tangan) tatkala
bertumpu untuk bangkit ke rakaat berikutnya (HR. Abu Ishak al- Harby dengan Sanad
Shahih. Hadits semakna juga diriwayatkan oleh Imam Baihaqy juga dengan Sanad
Shahih.
Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
إِذَا
نَهَضَ فِىْ الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ؛ إِسْتَفْتَحَ بِ [الْحَمْدُ لِلّٰهِ]
وَلَمْ يَسْكُتْ
“Tatkala berpindah kerakaat kedua, (langsung) mulailah
dengan bacaan [Al- Hamdulillah] dan janganlah diam (sebelumnya)” (HR.
Muslim dan Abu ‘Awanah).
CTT: Dari hadits diatas dapat dipahami bahwa Basmallah bukanlah
bagian dari surat al- Fatihah, hadits ini sekaligus memperkuat hadits
sebelumnya (hadis qudsi tentang pembagian surat al-fatihah dalam shalat),
tetapi juga perlu di pahami bahwa tidak terdapat larangan membaca basmalah
sebelum membaca al- Fatihah dan surat lainnya dalam shalat baik di baca jahr
maupun sirr, bahkan asy- Syaikh Muhammad Nashiruddin al- Albany
menyatakan di syariatkan membaca ta’awudz dan basmalah setiap rakaat
sebelum membaca Surotul Fatihah, hanya saja beliau Rohimahullah
menguatkan pendapat dalam membaca taawudz dan basmalah dengan
cara tidak di jelaskan, Wallahu a’lam – Wayer Haris).
Pada rakaat kedua, memiliki persamaan dalam hal bacaan dan
tata cara, hanya saja bacaan surat setelah al- Fatihah lebih pendek dari rakaat
pertama.
18.
Duduk Tasyahud Awal
Setelah menyempurnakan rakaat kedua untuk shalat lebih dari 2
rakaat di syariatkan duduk tasyahud awal (hukumnya wajib) adapun kaifiah
atau tata caranya adalah sama dengan duduk antara 2 sujud sebagai mana sabda
Rasullah Shallallahu 'alaihi wasallam:
فَإِذَا
جَلَسْتَ فِىْ وَصَطِ الصَّلاةِ، فَا طْمَئِنَّ وَفْتَرِشْ فَخِذَكَ الْيُسْرَي،
ثُمَّ تَشَهَّدْ.
“Bila engkau duduk dipertengahan shalat. Maka Thuma’ninah lah
dan bentangkan paha kirimu dan bertasyahudlah” (HR Abu Dawud dan Baihaqy dengan
sanad jayyid (bagus)).
Dalam bertasyahud, nabi Shallallahu 'alaihi wasallam meletakan telapak tangan
kanannya di atas pahanya (dalam riwayat lain lututnya) sebelah kanan, dan
meletakan di sebelah tangan kirinya di atas pahanya (dalam riwayat lain: lututnya)
sebelah kiri. Beliau membentangkan tangannya di atasnya’’ (HR Muslim dan Abu ‘Awanah).
Disamping itu nabi Shallallahu 'alaihi wasallam meletakkan ujung siku kanannya di atas paha kanannya” (HR.
Abu Dawud dan An- Nasa’I dengan Sanad Shahih).
Dalam bertasyahud kita di perintahkan untuk memberikan
isyarat dengan jari telunjuk, dengan cara: Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam membentangkan tangan
kirinya di atas lutut sebelah kiri dan menggenggam jari jemari tangan kanan
seluruhnya kemudian mengisyaratkan dengan jari telunjuk dan mengarahkannya ke
kiblat. Pandangan beliau di arahkan pada jari telunjuk tersebut (HR. Muslim, Abu
‘Awanah dan Ibnu Khuzaimah, AL- Humaidi dan Abu Ya’laa dengan Sanad Shahih).
Cara berisyarat adalah : Meletakkan ibu jari di atas jari tengah
(HR. Muslim dan Abu ‘Awanah) dan terkadang membentuk semacam lingkaran.
Rasululah Shallallahu 'alaihi wasallam berisyarat sambil mengerak-gerakkan dengan jari
telunjuknya (HR Abu Dawud, an-Nasa’I, Ibnu Jarrud: dalam kitab al-Muntaqa
no.208, Ibnu Hibban, di Shahihkan oleh Ibnu Mulaqqin juga terdapat syawahid
(hadis saksi sebagai penguat) yang di riwayatkan oleh Ibnu ‘Adi).
Do’a tasyahud:
إِذَا
قَعَدْتُمْ فِيْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ فَقُوْلُوْا: أَالتَّحِيَا تُ لِلّٰهِ. الخ
.... وَلْيَتَخَيَّرْ أَحَدُكُمْ مِنَ الدُّعَاءِ أَعْجَبَهُ إِلَيْهِ فَلْيَدْعُ
اللهُ عَزَّ وَجَلَّ [بِهِ].
“Bila kalian duduk disetiap 2 rakaat maka bacalah “Attahiatullillah…..hingga
selesai. Kemudian memilih do’a yang paling berkesan baginya lalu berdo’a
berdo’a kepada Allah Azza wa Jalla (dengan do’a tersebut)” (HR. An- Nasai,
Ahmad dan Ath- Thabrani)
Bentuk-bentuk Tasyahud:
Setidaknya terdapat beberapa bentuk Tasyahud dan 6
antaranya Sanadnya Shahih sampai kepada para sahabat, yakni Ibnu Mas’ud
(Abdullah bin Mas’ud Radiyallahu 'anhu), Ibnu Abbas (Abdulah bin Abbas Radiyallahu 'anhu) Ibnu Umar (Abdulah
bin Umar bin al- Khatab Radiyallahu 'anhu), Abu Musa
al- Asy’ari Radiyallahu 'anhu dan ‘A’isyah Radiyallahu 'anha namun pada kesempatan ini kami hanya
akan membawakan beberapa diantaranya:
(HR. Bukhari, Muslim, Ibnu Abi Syaibah, as- Siraj, Abu
Ya’la dari Ibnu UmarRadiyallahu 'anhu)
|
1.
اَتَّحِيَاتُ
لِلّٰهِ، وَ الصَّلَوَاتُ، وَالطَّيِبَاتُ، السَّلَامُ عَلَيْكَ اَيُّهَا
النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ، اَسَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى
عِبَادِ اللهِ الصَّلِاحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَ
أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
|
(HR. Muslim, Abu ‘Awanah, Asy- Syafi’I dan an- Nasa’I dari
Ibnu Abbas Radiyallahu 'anhu)
|
2.
اَتَّحِيَاتُ
الْمُبَارَكَاتُ، الصَّلَوَاتُ الطَّيِبَاتُ لِلّٰهِ، [ال] سَّلَامُ عَلَيْكَ
اَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ،[ ال]َسَّلَامُ عَلَيْنَ
وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّلِاحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ،
وَ[ أَشْهَدُ] أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ (وَفِيْ رِوَايَةٍ: عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ).
|
Dari beberapa bentuk tasyahud, kita boleh memilih salah
satu diantaranya.
|
Bersholawat kepada nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam dalam tasyahud
dan bentuk-bentuknya.
19.
Membaca Shalawat setelah Tasyahud
Terdapat 7 macam sholawat yang di riwayatkan dari nabi
Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam. namun dalam kali ini kami hanya akan membawakan beberapa di
antaranya:
(HR. Bukhari, Muslim, an- Nasa’I dalam kitab ‘Amalul yaum
wal Lailah, Al- Humaidi, Ibnu Mandah, Baihaqi, ath- Thohawiy, Ahmad dan
lain-lain)
|
1.
اَللّٰهُمَّ
صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ. كَمَا صَلَيْتَ عَلَى
[إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى] آلِ إِبْرَهِيْمَ إِنَّكَ حَمِدٌ مَجِيْدٌ.
اَللّٰهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ
عَلَى [إِبْرَ هِيْمَ،وَعَلَى] آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِدٌ مَجِيْدٌ].
|
(HR. Ahmad dan ath- Thohawiy serta Bukhari Muslim tanpa
tambahan lafadz Ahli Baitihi)
|
1.
اَللّٰهُمَّ
صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ، وَعَلَى أَزْوَاجِهِ
وَذُرِّيَتِهِ . كَمَا صَلَيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى
مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ، وَعَلَى أَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَتِهِ كَمَا
بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ
إِنَّكَ حَمِدٌ مَجِيْدٌ.
|
Tanbih/ Peringatan:
|
1.
Dari 7 macam bentuk bacaan shalawat kepada Rasulluloh Shallallahu 'alaihi wasallam tidak ada satupun yang mencantumkan lafadz sayyidina kepada Rasululloh shallahu
alaihi wasalam atau yang selainnya bahkan terdapat hadis shahih yang
melarang menambahkan kata sayyidina di depan nama beliau Shallallahu 'alaihi wasallam. Periksa
kitab, Shahih Sunan Abu Dawud no. 4806, Imam Bukhori dalam kitab al-‘Adabul
Mufrad no. 211 juga Musnad Imam Ahmad juz 111 hal. 153, 241 & 249.
An-nasa’I dalam kitab ‘Amalul Yaum wa
Lailah no. 249 dan 250, al-Lalikai no, 2675 untuk lebih jelasnya tentang
masalah ini silahkan lihat tulisan kami Kaifiah Shalawat kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam dan Bantahan Ilmiah terhadap orang-orang yang menyelisihinya di Blog kami
dengan alamat http://wayergo.blogspot.com
2.
Imam asy- Syafi’I Rohimahullah berkata dalam kitabnya
al -Umm juz 1 hal 102 “Bacaan tasyahud awal dan akhir adalah satu lafadz
tidak ada bedanya. Sementara makna bacaan tasyahud di sini mencakup bacaan
tasyahud dan shalawat atas nabi Shallallahu 'alaihi wasallam salah satunya tidak dapat mencukupi
sebagaian yang lain”.
3.
Untuk shalat 2 raka’at, perlu di pahami bahwa duduk tasyahudnya
(akhirnya) adalah duduk Iftirosy sebagai mana duduk di antara 2 sujud
dan duduk tasyahud awal untuk shalat 3 raka’at atau lebih berdasarkan hadits
berikut:
ثُمَّ
كَانَ صلى الله عليه وسلمْ يَجْلِسُ لِتَشَهَدِ بَعْدَ الْفَرَغِ مِنَ الرَّكْعَةِ
الثَّانِيَةٍ، فَإِذَا كَانَتِ الصَّلَاةِ رَكْعَتَيْنِ كَا الصُّبْحِ جَلَسَ
مُفْتَرِشَ.
“Kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam tasyahud setelah menyelesaikan raka’at
kedua.apabila shalat yang beliau lakukan adalah shalat 2 rakaat seperti shalat
subuh, beliau duduk (tasyahud) nya iftirosy” (HR. an-Nasa’i ada hadits
serupa yang di riwayatkan oleh Imam Buhkhori no. 288, Abu Dawud, at-Tirmizi dan
lain-lain.)
Bagi masyarakat awam, hadits ini seolah bertentangan dengan
hadits Shahih, yang menyebutkan tentang duduk tasyahud (akhir) adalah tawaruk
untuk semua shalat”. Ketahuilah wahai saudaraku yang di Rahmati Allah didalam
ilmu hadits di kenal istilah dalil umum dan dalil khusus, dua hadis dalam malah
ini, dalil umumnya adalah tawarruk adalah untuk semua shalat baik itu ,2,3,4,5,
,7 dan 9 (ctt: ada hadits Shahih yang menyebutkan tentang witir 5 roka’at,
1x salam, 7 rokaat 1 kali salam tahiyat awal di rokaat ke 6 dan 9 rokaat 1 kali
salam dan tahiyat awal di rakaat ke- 8), namun ketika ada hadits khusus yang
menyebutkan tentang tasyahud untuk shalat 2 rakaat adalah Iftirosy, maka
keumuman hadits tersebut gugur untuk shalat 2 rakaat dan tetap berlaku untuk
selainnya (selain 2 rakaat) Wallahu Ta’ala a’lam bish- Showaab.
Bangkit ke rokaat ke tiga dan ke empat:
Kemudian nabi Shallallahu 'alaihi wasallam beralih ke rakaat ketiga sambil bertakbir (HR.
Bukhori dan Muslim). kemudian setalah rokaat ke tiga selesai beliau beralih ke
rokaat ke empat (untuk shalat 4 rakaat), adapun untuk shalat 3 rakaat, beliau Shallallahu 'alaihi wasallam langsung duduk tawarruk (HR. bukhori) adapun kaifiah duduk tawaruk
adalah menempelkan paha kiri ke tanah (tempat shalat) dan mengeluarkan kedua
telapak kaki dari satu arah (HR. Abu Dawud dan Baihaqi dengan Sanad Shahih)
sekaligus menjadikan telapak kaki kiri di bawah paha dan betis (kanannya) (HR. Muslim
dan Abu ‘Awanah) beliau menegakkan telapak kaki kanan (HR.buhari) dan terkadang
membentangkannya. (HR. Muslim, Abu ‘Awanah) beliau Shallallahu 'alaihi wasallam meletakan telapak tangan
kirinya di atas lutut (HR. Muslim dan Abu ‘Awanah). dalam tasyahud akhir
selain membaca do’a tasyahud juga di syariatkan sholawat sebagai mana tasyahud
awal dan keadaan seperti ini berlaku untuk tasyahud akhir pada shalat dan yang
lebih dari itu.
Sebelum salam juga di syariatkan berdo’a memohon perlindungan
kepada Allah dari empat perkara
sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam:
إِذَا
فَرَغَ أَحَدُكُمْ مِنَ التَّشَهَّدِ [الْأٓ خِرِ]، فَلْيَسْتَعِذْ بِاللهِ مِنْ أَرْبَعٍ،
[يَقُوْلُ: اللّٰهُمَّ إِنِّى أَعُوْذُ بِكَ] مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ
عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَ الْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ
[فِتْنَةِ] الْمَسِيْحِ الدَّجَالْ، [ثُمَّ يَدْعُوْ لِنَفْسِهِ بَدَالَهٗ]
“Jika salah seorang di antara kalian selesai dari tasyahud
akhirnya hendaknya ia memohon perlindungan kepada Allah dari empat perkara
(Ucapkanlah dalam do’a): “Allahhumma inni a’uudzubika min ‘adzaabi jahannam,
wamin fitnatil mahya wal ma maat wamin syarri (fitnatil) masilhid dajaal” (kemudian
ia berdoa untuk dirinya sendiri apa yang terlintas dalam hatinya) (HR. Muslim, Abu
‘Awanah, an- Nasa’i dan Ibnu Jarrud).
Tanbih:
Doa memohon perlindungan dari 4 perkara hukumnya adalah wajib
menurut pendapat Imam Ahmad dan inilah pendapat yang terkuat, karena dalam
hadis di atas terdapat kalimat perintah “Hendaknya ia memohon perlindungan
kepada Allah dari 4 perkara” dengan sighat al-amr (perintah) sebagai
mana di sebutkan di dalam qoidah ushul fiqih, hukum asal perintah adalah wajib,
sehingga tetaplah bagi kita bahwa membaca do’a memohon perlindungan dari 4
perkara setelah tasyahud dan sebelum salam adalah wajib, Walaahu Ta’ala a’lam
bish Showaab.
Adapun do’a setelah di atas hukumnya adalah sunnah, di mana
perlu di pahami bahwa yang di maksud dengan do’a keinginan kita bukanlah dengan
lafadz yang kita buat sendiri tetapi dengan lafadz yang dicontohkan oleh
Rasullah Shallallahu 'alaihi wasallam, sebagaiman yang disebutkan oleh Imam Ahmad Rahimahullah misalnya:
(HR. an- Nasa’I dan Ibnu Ashim, dengan Lafadz tambahan
Ba’du) merupakan tambahan dari Ibnu Ashim
|
1.
اَللّٰهُمَّ
إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا عَمِلْتُ، وَمِنْ شَرِّ مَا لَمْ أَعْمَلْ
[بَعْدَ].
|
|
(HR. Ahmad dan al- Al- Hakim di Shahihkan Olehnya
dan adz- Dzahabiy)
|
2.
اَللّٰهُمَّ
حَاسِبْنِى حِسَابًا يَسِيْرًا.
|
|
(HR. Bukhari dan Muslim)
|
3.
اَللّٰهُمَّ
إِنِّى ظَلَمْتُ نَفْسِىْ ظُلْمًا كَثِيْرًا، وَلَا يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلَّا
أَنْتَ، فَاغْفِرلِيْ مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ، وَ ارْحَمْنِيْ، إِنَّكَ أَنتَ الْغَفُوْرُ
الرَّحِيْمُ.
|
|
Sebagai penutup dari segala bentuk do’a yang beliau Shallallahu 'alaihi wasallam contohkan, beliau juga menambahkan do’a berikut:
اَللّٰهُمَّ
اغْفِرلِىْ مَاقَدَّمْتُ وَمَا أَخَرْتُ، وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ وَمَا
أَسْرَفْتُ، وَمَا أَنْتَ ألْمُقَدِّمُ، وَ أَنْتَ الْمُؤَخِرُ لَا إِلَهَ إِلَّا
أَنْتَ.
(HR. Muslim dan Abu ‘Awanah)
20.
Mengucapkan Salam
Setelah menyelesaikan bacaan Tasyahud, Shalawat dan do’a
dalam tasyahud, nabi Shallallahu 'alaihi wasallam mengakhirkan Sholatnya dengan membaca Salam. Kemudian
Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam memalingkan wajahnya kearah kanan (Sambil membaca): ”Assalamualaikum
Warohmatullah’’ hingga terlihat
putih pipi beliau yang kanan lalu menoleh
kearah kiri (sambil membaca): “Assalamu ‘alaikum Warohmatullah” hingga terlihat putih pipi beliau yang kiri” (HR. Muslim No. 582, Abu Dawud,
at- Tirmidzi dan an- Nasa’i). Terkadang Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam menambahkan dalam salamnya
lafadz “Wabarokaatuh” (HR. Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, Abdul Haq, an- Nawawi, Ibnu Hajar al-
Asqolaniy, Abdurrozzaq, Abu Ya’la, ath- Thohawiy dan ad- Daruquthni).
Terkadang Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam mengucapkan “Assalamualaikum
Warohmatullah’’ ketika menoleh ke
kanan dan hanya mengucapkan : “Assalamualaikum’’ ketika menoleh kearah kiri ( HR. an- Nasa’I,
Ahmad dan as-Siraj dengan Sanad Shahih). Terkadang beliau Shallallahu 'alaihi wasallam hanya
salam satu kali saja dengan mengucapkan: “Assalamualaikum’’ dengan menghadap
kedepan kemudian sedikit berpaling kesisi kanan (HR. ibnu khuzaimah, al- Baihaqy,
adh-Dhiya al- Maqdisi, Abdul Ghoniy, al- Maqdisi, Ahmad, Thabraniy, al- Hakim,
adz- Dzahabiy, dan Ibnu Mulaqqin dengan Sanad Shahih).
Mengucapkan salam (Ketika
mengakhirkan shalat) hukumnya adalah wajib (HR.
Al- Hakim dan adz- Dzahabiy).
21.
PENUTUP:
Kaifiah shalat itu berlaku untuk laki-laki dan perempuan tidak
ada perbedaan sedikitpun sebagai mana perkataan seorang tabi’in utama (10
tabi’in utama) Ibrahim an-Nakhai:
تَفْعَلُ الْمَرْأَةُ فِىْ الصَّلَاةِ كَمَا يَفْعَلُ
الرَّجُلُ.
“Wanita mengerjakan shalat sebagai
mana laki-laki mengerjakannya” Sementara hadits tentang sujud wanita harus
merapatkan tangannya kelambung berbeda dengan laki-laki adalah hadits mursal
sehingga tidak boleh di jadikan dalil.
Imam Bukhori dalam kitab at- Tarikh
Ash- Shaghiir meriwayatkan dengan sanad yang Shahih dari Ummu
Darda as-Sughra (istri muda) Abu Darda*
أَنَّهَا كَانَتْ تَجْلِسُ فِىْ صَلَاتِهَا جِلسَةَ
الرَّجُلِ، وَكَانَتْ فَقِيْهَةً.
“Bahwa beliau duduk
saat shalat sebagai mana duduknya laki-laki dan beliau adalah wanita yang fiqih
(ahli fiqih)”.
·
Dikatakan Ummu Darda as- Shughra sebab
Istri pertama Abu Darda adalah Seorang Shahabiyah (Shahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dari
kalangan perempuan)
Demikian rangkuman kitab Ashlu Shitatish
Shalat min Taqbiri Ilaa at- Taslimi Ka-annaka Tarooha (Sifat Shalat Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam mulai dari Takbiratul Ihram hingga Salam seolah-olah engkau melihatnya) dan
ringkasannya Shifat Shalat Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam karya al- Imaam al- Muhaddits Nashir as-Sunnah
Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albany Rahimahullah.
Dalam rangkuman ini, pada beberapa
tempat kami memberikan beberapa catatan kecil dengan maksud lebih memudahkan
pembaca awam untuk dapat memahami kitab tersebut, sebab kitab yang asli yang
edisi terjemahannya terdiri dari sekitar 1500 halaman diluar Mukaddimah
dan kata pengantar karena setiap tatacara dan bacaan selalu di sebutkan dalil-dalilnya
demikian pula pada edisi ringkasannya yang mencapai 270 halaman yang mungkin
bagi mereka yang tidak mengerti ilmu hadits akan sedikit membingungkan, Wallahul
Ta’ala a’lam bish Showaab
Adapaun beberapa kaifah dizikir setelah
shalat, baru akan saya tulis pada edisi yang khusus untuk itu demikian halnya
dengan tata cara wadhu,shaum, zakat, shalat jum’at, haji, dan lain-lain. Sebab
saat ini saya masih sementara mengumpulkan dalilnya. Karena saya berusaha untuk
mengemukakan segala sesuatunya dengan hanya berdasarkan dalil bukan akal
/argument semata terkecuali pada beberapa hal yang memang membutuhkan
penjelasan lebih lanjut, yang tentunya dengan sebatas kemampuan dan ilmu yang
saya miliki, dengan harapan untuk lebih mendekatkan diri pada as-Sunah as- Shahiihah
(Sunnah yang Shahih) Insya Allah adapun bila terdapat kesalahan dan kekurangan
semua itu semata berasal dari diri saya pribadi, oleh karena itu saya mohon
ampun kepada Allah Azza wa Jalla dan memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada
para pembaca sekalian dan semoga Allah SWT senantiasa memberikan petunjuknya
kepada saya demi menyempurnakan tulisan-tulisan saya untuk masa yang akan
datang INSYA ALLAH
Muroja’ah
1. TIGA MASALAH PENTING TENTANG SHALAT Karya : Syaikh Abdul Aziz
Bin Abdullah Bin Baz
2. TUNTUNAN SHALAT menurut Al-Qur'an & As-Sunnah Karya
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin
3. Kitab Ashlu Shifati
Shalatin Nabiy Shalallahu ‘alaihi wa sallam Karya al- Imam al- Muhaddits Nashir
as- Sunnah Syaikh Muhammad Nashiruddin al- Albany
4. Kitab Shifat Shalat
Nabiy Shalallahu ‘alaihi wa sallam Karya al- Imam al- Muhaddits Nashir as-
Sunnah Syaikh Muhammad Nashiruddin al- Albany. Ctt. Kitab ini merupakan
ringkasan dari kitab Ashlu Shifati Shalatin Nabiy Shalallahu ‘alaihi wa sallam
Kendari, 14 Januari 2012
Dikoreksi Kembali di Bungku, Morowali 26 Mei 2017
Dikoreksi Kembali di Bungku, Morowali 26 Mei 2017