Senin, 05 Maret 2012

3 Kedustaan


Benarkah pernyataan/keyakinan beberapa orang bahwa:
1.       Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa  Sallam pernah melihat Allah ??
2.     Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa  Sallam menyembunyikan sebagian ilmu-ilmu agama sebagai mana diyakini oleh sebagian kalangan dan hanya diberikan pada orang-orang tertentu dikalangan sahabatnya ??
3.      Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa  Sallam mengetahui perkara-perkara ghaib ???
Oleh           : Wayer Haris Sauntiri, S.T
Uraian jawaban terhadap pernyataan-pernyataan di atas adalah merupakan penjabaran dari hadits ‘Aisyah Radiyallahu ‘Anha yang pokok haditsnya akan saya bawakan sebentar lagi Insyaa Allah.
Ketahuilah wahai saudaraku yang di muliakan Allah..., saya katakan bahwa seluruh anggapan di atas adalah sebesar-besar dusta, adapun hal yang mendasari pendapat saya adalah hadits dari ‘Aisyah Radiyallahu ‘Anha berikut:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ :قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم: ثَلَاثٌ مَنْ تَكَلَّمَ بِوَ احِدَةٍ مِنْهُنَّ فَقَدْ أَعْظَمَ عَلَى اللهِ الْفِريَةَ. قُالَتْ مَنْ زَعَمَ أَنَّ مُحَمَّدًا صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم رَأَى رَبَّهُ فَقَدْ أَعْظَمَ عَلَى اللهِ الْفِريَةَ. وَمَنْ زَعَمَ أَنَّ مُحَمَّدًا صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم كَتَمَ شَيْأً مِنْ كِتَابِ اللهِ فَقَدْ أَعْظَمَ عَلَى اللهِ الْفِريَةَ. وَمَنْ زَعَمَ أَنَّهُ يُخْبِرُ بِمَايَكُوْنُ فِيْ غَدٍ فَقَدْ أَعْظَمَ عَلَى اللهِ الْفِريَةَ.
“Dari ‘Aisyah r.a ia berkata, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Ada tiga hal yang barang siapa membicarakan salah satunya (saja), maka ia telah berbuat kedustaan besar atas nama Allah. (Pertama:) “Barang siapa yang mengatakan bahwa Muhammad (pernah) melihat Tuhannya, maka ia telah berdusta besar atas nama Allah.” (Kedua:) “Barang siapa yang menyangka bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam menyembunyikan sebagian kitab (Ilmu Agama) maka ia telah berdusta besar atas nama Allah”. (Ketiga:) “Barang siapa yang mengatakan bahwa saya mengetahui perkara ghoib, maka ia telah berdusta besar atas nama Allah.” (HR. Bukhari No. 2995, Muslim No. 259, Tirmidzi No. 2994, 3131, 3132 dan 3200 dan Imam Ahmad dalam kitabnya al- Musnad/ Musnad Imam Ahmad bin Hanbal Juz 6 hal. 49, 241 dan 266; Shahih Marfu’)
Anggapan bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah melihat Allah, maka sesungguhnya ia telah mendustai Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala berikut:
لا تُدْرِكُهُ الأبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الأبْصَارَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ (١٠٣)
“Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha mengetahui.” (QS. Al- An’am: 103).
وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللَّهُ إِلا وَحْيًا أَوْ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولا فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ عَلِيٌّ حَكِيمٌ (٥١)
“Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan Dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir* atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana” (QS. Asy- Syuro’: 51).
*) Di belakang tabir artinya ialah seorang dapat mendengar kalam Ilahi akan tetapi dia tidak dapat melihat-Nya seperti yang terjadi kepada Nabi Musa a.s.
Kemudian anggapan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, menyembunyikan sebagian kitab (Ilmu), dan hal ini di yakini oleh sebagian kalangan bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, hanya mengajarkan ilmu-ilmu tertentu pada sebagian Sahabatnya seperti Ali bin Abi Thalib Radiyallahu ‘Anhu, maka sesungguhnya ia telah berbuat kedustaan sebagaimana yang disebutkan dalam hadits di atas apapun alasan nya. Selain itu, dengan keyakinan bahwa Nabi hanya mengajarkan sebagian ilmu pada sebagian sahabatnya maka sesungguhnya ia telah mendustakan firman Allah berikut:
يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ (٦٧)
“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia[430]. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (QS. Al- Maaidah: 67)
Ayat ini dengan jelas menegaskan bahwa Allah memerintahkan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk menyampaikan semua hal dari Nya, tanpa terkecuali, bila tidak, maka Rasulullah termasuk yang menghianati Risalah kenabian nya, sehingga semakin jelaslah sangkaan bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menyembunyikan sebagian ilmu dari al- Qur’an adalah sangkaan batil dan jauh dari kebenaran.
Ctt: Adapun makna al- Kitab yang banyak disebutkan di dalam al- Qur’an dan al- Hadits, oleh para ulama’ ditafsirkan sebagai kitabullah (al- Qur’an) dan al- Hadits, sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadits Shahih, bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya telah diturunkan kepadaku al- Qur’an dan yang semisal dengan itu” dan yang dimaksud dengan yang semisal dengan itu adalah Hadits Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, yang tentunya harus berderajat sah (Shohih dan Hasan) adapun bagi hadits yang selain nya (Tidak Sah/ Palsu, dha’if, mungkar dan lain-lain harus kita jauhi, terlebih lagi bagi hadits-hadits palsu wajib kita ingkari dan tinggalkan.
Anggapan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, dapat melihat dan mengetahui perkara-perkara ghaib, sebagai mana diyakini oleh sebagian golongan maka sesungguhnya ia telah berbuat kedustaan besar atas nama Allah, sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla:
قُلْ لا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ الْغَيْبَ إِلا اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ (٦٥)
“Katakanlah: "Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah", dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan.” (QS. An- Naml: 65)
Kemudian melengkapi penjelasan mengenai masalah ini, ada sebagian kalangan yang mengklaim dirinya dapat menangkap dan menguasai jin, maka sesungguhnya ia telah mendustai Rasulullah dan apa-apa yang diturunkan kepadanya.
Beliau memang pernah menangkap jin 'Ifrit ketika menggoda shalat beliau. Namun itupun dilepaskan kembali, karena beliau teringat bahwa kemampuan tersebut hanya merupakan mu'jizat Nabiyyullah Sulaiman Alaihissallam .
عن أَبِى هُرَيْرَةَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ عِفْرِيتًا مِنْ الْجِنِّ جَعَلَ يَفْتِكُ عَلَيَّ الْبَارِحَةَ لِيَقْطَعَ عَلَيَّ الصَّلَاةَ وَإِنَّ اللَّهَ أَمْكَنَنِي مِنْهُ فَذَعَتُّهُ فَلَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ أَرْبِطَهُ إِلَى جَنْبِ سَارِيَةٍ مِنْ سَوَارِي الْمَسْجِدِ حَتَّى تُصْبِحُوا تَنْظُرُونَ إِلَيْهِ أَجْمَعُونَ أَوْ كُلُّكُمْ ثُمَّ ذَكَرْتُ قَوْلَ أَخِي سُلَيْمَانَ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ بَعْدِي فَرَدَّهُ اللَّهُ خَاسِئًا. رواه البخاري ومسلم وغيرهما واللفظ لمسلم.
"Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya 'Ifrit, dari bangsa jin, tadi malam tiba-tiba datang kepadaku –atau beliau mengatakan kalimat semacam itu- untuk memutuskan shalatku. Tetapi Allah memberikan kemampuan kepadaku untuk mengatasinya, maka aku mencekiknya. Sungguh aku (tadi malam) ingin mengikatnya di salah satu tiang masjid, sehingga ketika pagi kalian semua dapat melihatnya. Kemudian aku teringat perkataan saudaraku, yaitu Nabi Sulaiman: 'Ya Rabbi, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kekuasaan yang tidak layak dimiliki oleh siapapun sesudahku,' maka Allahpun melepaskan (dalam riwayat lain: maka Nabipun melepaskan) 'Ifrit dalam keadaan terhina" [HR al Bukhari no. 461, Fat-hul Bari, Ibnu Hajar, Juz I hal. 554, dan Muslim, al- Minhaj Syarh Shahih Muslim karya Imam an- Nawawi, Tahqiq Khalil Ma'mun Syiha, Juz. V hal. 31-32, dan lain-lain. Lafazh ini milik Muslim.].
Demikianlah penjelasan beberapa subhat-subhat yang berkembang ditengah masyarakat dan semoga dapat menjadi bayan bagi kita semua untuk meninggalkan hal-hal yang meragukan dan kembali pada hal yang telah benar-benar jelas dari sisi pendalilan dan hujjah.
Wallahu Ta’ala A’lam bish Showaab.
Kendari,                                 Kamis, 16 Februari 2012 /23 Rabiul Awwal 1433 H
Di Murojaah Kembali           Ahad,  19 Februari 2012/26 Rabiul ‘Awwal 1433 H
Maraji:
1.       Shahih Bukhari
2.     Shahih Muslim
3.      Fathul Baary Syarh Sahihil Bukhari; al- Hafidz Ibnu Hajar al- Asqalaniy al- Misri asy- Syafi’i
4.     Al- Minhaj Syarh Shahih Muslim; Imam an- Nawawi asy- Syafi’i
5.      Software Hadith Viewer Ver. 1.81; al- Akh Jamaal ‘Abdul Nasheer
6.      Al- Qur’anul Kariim dan Terjemahannya.
7.      Artikel Lain yang relefan

Bolehkah Puasa Wishol (Puasa Tanpa berbuka (di waktu Maghrib))??

Oleh  : Wayer Haris Sauntiri, S.T
Alhamdulillahi robbil ‘alamiin, Allahumma Sholli ‘ala Muhammad wa ‘ala aalihi wa ashaabihi wa man tabi’ahum ‘ila kiyamis Sa’ah, amma ba’du
Tulisan singkat ini adalah sedikit bentuk muhasabah diri, sebab kebiasaan jahiliyyah dan penuh dengan kebodohan ini pernah saya amalkan sendiri, sehingga bagi mereka yang pernah berada dalam satu “manhaj” dengan saya di masa lalu dapat mengambil i’tiba’/pelajaran sehingga dengan izin Allah dapat pula meninggalkan bentuk-bentuk amalan yang menyelisihi sunnah Rasul, dan kembali pada amalan yang sesuai dengan sunnah Rasulullah saw.
Dahulu kala ketika saya masih berada di kampung halaman, dimana pengetahuan agama yang saya miliki hanya sekedarnya saja. Itupun kebanyakan amalan saya di dasarkan atas taqlid (mengikut secara Buta) tanpa pernah tahu atau mau tau dengan dalil yang melatar belakanginya, pokoknya apa yang diucapkan Ustadz atau tokoh agama saya nurut saja, bahkan tatkala saya disuruh puasa mulai hari selasa, berbuka maghrib, hari Rabu, juga berbuka pada waktu maghrib dan dilanjutkan pada hari Kamis dengan tanpa berbuka + tidak tidur Sampai Subuh + mengamalkan Amalan tertentu dengan jumlah tertentu, sayapun nurut saja, padahal jelas-jelas Allah Azza wa Jalla melarang seseorang untuk mengikuti apa-apa yang kita tidak punya ilmu tentangnya, sebagai mana firmannya:
وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا (٣٦)
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai Ilmu tentangnya tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (QS. Al- Isro’ ayat 36).
Kemudian, Allah Azza wa Jalla juga memerintahkan kepada kita untuk mengikuti “Manhaj” Nabi SAW, sebagaimana firman Nya:
قُلْ إِنْكُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهُ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَ ياَغْفِر لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ
"Katakanlah (Wahai Muhammad)!, Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu" (QS. Ali- Imran : 31)
Dan diantara Manhaj Nabi sebagai mana disebutkan oleh Imam Asy- Syafi’i (Imam Syafi’i) adalah menyesuaikan amalan dengan sunnah Rasulullah saw, bila sesuai dengan sunnah maka ambillah dan bila tidak sesuai dengan sunnah maka kita tinggalkan, bahkan beliau (Imam Syafi’i) mengatakan bila ada pendapatnya yang menyelisihi Sunnah (Hadits) Nabi saw, maka beliau memerintahkan pengikutnya untuk meninggalkan pendapatnya. Berikut beberapa perkataan Imam asy- Syafi’:
إِذَا وَجَدْ تم سنّة من رَسُوْلِ الله صلى الله عليه وسلم خلاف قولي فخذوا باسنّة، ودعوا قولي فإنّى أقولبِها
“Jika kalian mendapati Sunnah dari Rasulillah saw yang menyelisishi perkataanku maka ambillah sunnah dan tinggalkanlah pendapatku. Karena aku (akan) berpendapat dengan sunnah tersebut” (Atsar Shahih diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dalam Kitab Tarikh Damasyq Juz 51 hal. 389)
كلّ حديث عن النّبيّ صلى الله عليه وسلم فهو قولى، وإنّلم تسمعوه منّ
“Seluruh hadits dari Nabi saw maka itu adalah pendapatku, meskipun kalian tidak mendengarnya dariku” (Atsar Shahih diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dalam Kitab Tarikh Damasyq Juz 51 hal. 389)
Dari dua perkataan ini, jelaslah bagi kita bahwa tidak ada satupun dalil dari mahdzab Syafi’iyah yang mewajibkan Taqlid, kepada salah satu Imam Mahdzab; bahkan Imam asy- Syafi’i sendiri melarang taqlid, sehingga terang bagi kita bahwa barang siapa yang mengkampanyekan bahwa kita harus taqlid kepada salah satu imam Mahdzab dan ia mengatas namakan mahdzab Syafi’i, maka ketahuilah bahwa ia telah berdusta atas nama Imam asy- Syafi’i Rahimahullah.
Itulah sedikit gambaran betapa Jahilnya saya dahulu, sehingga dengan mudahnya saya ikut dalam ritual-ritual bid’ah yang penuh dengan penentangan kepada Sunnah as- Shohiihah. Diantara penentangan yang pernah saya lakukan dulu adalah Puasa Wishol, sebagaimana yang telah saya kemukakan diatas, lantas bagaimanakan dalil syari’at menyikapi puasa Wishol ??, berikut pembahasannya:
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ الْوِصَالِ قَالُوا إِنَّكَ تُوَاصِلُ قَالَ إِنِّي لَسْتُ كَهَيْئَتِكُمْ إِنِّي أُطْعَمُ وَأُسْقَى
“Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya ia berkata, saya telah membacakan kepada Malik dari Nafi' dari Ibnu Umar radliallahu 'anhuma : bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melarang puasa Wishal, maka para sahabat pun berkata, "Bukankah Anda sendiri melakukan puasa Wishal?" Beliau bersabda: "Sesungguhnya saya tidaklah sebagaimana kalian, karena saya diberi makan dan minum (oleh Rabb-ku)." (HR. Bukhari No. 1788, Muslim No. 1844), Abu Dawud No. 2013, Ahmad Juz 2 hal 128 dan Malik No. 590)
و حَدَّثَنَاه أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ نُمَيْرٍ ح و حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاصَلَ فِي رَمَضَانَ فَوَاصَلَ النَّاسُ فَنَهَاهُمْ قِيلَ لَهُ أَنْتَ تُوَاصِلُ قَالَ إِنِّي لَسْتُ مِثْلَكُمْ إِنِّي أُطْعَمُ وَأُسْقَى و حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ بْنُ عَبْدِ الصَّمَدِ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ جَدِّي عَنْ أَيُّوبَ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِثْلِهِ وَلَمْ يَقُلْ فِي رَمَضَانَ
“Telah menceritakannya kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Numair -dalam jalur lain- Dan telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair telah menceritakan kepada kami bapakku telah menceritakan kepada kami Ubaidullah dari Nafi' dari Ibnu Umar radliallahu 'anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melakukan puasa Wishal di bulan Ramadlan, sehingga orang-orang pun ikut melakukannya. Mengetahui hal itu, maka beliau melarang mereka. Akhirnya mereka bertanya, Bukankah Anda sendiri melakukan puasa wishal? beliau bersabda: Sesungguhnya saya, tidaklah sebagaimana kalian, karena saya diberi makan dan minum (oleh Rabb-ku). Dan telah menceritakan kepada kami Abdul Warits bin Abdush Shamad telah menceritakan kepadaku bapakku dari kakekku dari Ayyub dari Nafi' dari Ibnu Umar radliallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dengan hadits semisalnya, namun ia tidak mengatakan; Di bulan Ramadlan.” (HR. Muslim No. 1845)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِيَّاكُمْ وَالْوِصَالَ
Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu, ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Janganlah kalian melakukan puasa wishal.” (HR. Bukhari No. 1829 dan 1830, Muslim No. 1846 dan 1847, Imam Ahmad Juz 2 hal. 237, 244, 253, 257, 261, 281, 315, 345, 377, 495 dan 516, Imam Malik No. 591 dan ad- Darami No. 1641 dan 1644).
Dari hadits-hadits diatas dapat kita ketahui bahwa puasa wishol (puasa terus menerus tanpa berbuka) adalah perkara yang dilarang oleh Nabi saw, dan bila hal ini kita kembalikan kepada kaidah Ushul Fiqh, bahwa hukum asal perintah adalah wajib dan hukum asal larangan adalah Haram, maka hukum puasa wishol adalah haram, sebab tidak ada dalil yang menyelisihi hadits yang melarang tersebut, sehingga tsabit lah bagi kita tentang haramnya puasa wishol tersebut, Wallahu Ta’ala a’lam bish- Showaab.
Jadi masih mau menjalani rutinitas yang mengharuskan puasa wishol  sebagai salah satu syaratnya???, Yang pasti bahwa sesuatu yang mengharuskan pelanggaran terhadap hukum-hukum syari’at, telah jelas baginya kemungkaran, dan setiap kemungkaran akan mendapatkan balasan yang pedih dari Allah Azza wa Jalla, Wal ‘Iyadzubillah...........
Kendari,          19 Rabiul Awwal         1433 H
12 Februari                 2012 M

Wayer Haris sauntiri, S.T
                        http://wayergo.blogspot.com

Lurus dan Rapat dalam Shaf shalat

Oleh  : Wayer Haris Sauntiri, S.T
Ketika berkunjung di pesantren yang berada dikampung kami karena satu keperluan, yakni melakukan service komputer dan saat adzan Isya’ dikumandangkan; maka sayapun mengambil wudlu’ demi mengikuti kegiatan shalat berjama’ah, dengan maksud meraih keutamaan shalat berjama’ah sebagaimana yang dijanjikan oleh Rasulullah l, sebagaimana hadits berikut:
عَنْ عَبْدِ اللهُ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهَ عَنْهُمَا; أَنَّ رَسُولَ اللهِ l  قَالَ: ( صَلَاةُ اَلْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاةِ اَلْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Abdullah Ibnu Umar E bahwa Rasulullah l bersabda: "Sholat berjama'ah itu lebih utama dua puluh tujuh derajat daripada sholat sendirian."(Muttafaq Alaihi; Bulughul Marom No. 442)
وَلَهُمَا عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: ( بِخَمْسٍ وَعِشْرِينَ جُزْءًا )
Menurut riwayat Bukhari-Muslim dari Abu Hurairah E: "Dua puluh lima bagian." (Bulughul Marom No. 443)
Setelah qamat dikumandangkan, sebagai pertanda bahwa shalat berjamaah akan dimulai, sang kiyai pun maju menjadi Imam, dan sebagai kebiasaan/ tradisi dikalangan kaum muslimin Indonesia, sang imam tidak pernah melakukan pemeriksaan shaf-shaf jama’ahnya, tetapi cukup membelakangi makmum sambil berkata : “Sawwu shufufakum” dan makmum spontan menjawab “Mustaqim Rahimakumullah ya kariim”. Sementara keadaan shaf masih amburadul, mulai dari keadaan shaf yang sangat jarang, (seharusnya bisa di isi 3 orang, tapi hanya di isi 2 orang) sampai shaf yang tidak beraturan, karena bengkok seperti ular. Dan tanpa merasa terbebani, sang imam pun memulai shalat. Adapun keadaan shaf pada waktu itu adalah; shaf pertama yang belum sepenuhnya penuh, tetapi pada shaf kedua terdapat 3 orang makmum dengan 2 orang di samping kanan bagian tepi, sedangkan satu orang lainnya berada ditengah tengah saf kedua, dan anehnya lagi dengan keadaan seperti itu, ternyata ada juga yang shalat seorang diri di shaf ketiga.
Maka didorong atas keinginan untuk memberikan penjelasan seputar lurus dan Rapat dalam shaf shalat, khususnya kepada kaum muslimin dikampung saya dan kaum muslimin pada umumnya, maka saya berusaha untuk mengumpulkan hadits-hadits tentang hal tersebut dan alhamdulillah, dengan berbagai kitab rujukan dan artikel, maka penulisan risalah ini dapat terwujud, Walhamdulillah. Namun sebagai manusia biasa yang tentunya tidak luput dari yang namanya salah dan lupa, maka tidak menutup kemungkinan risalah ini banyak memiliki kekurangan dan kesalahan atau sekali lagi kesalahan, maka bagi antum-antum yang memiliki ilmu mengenai permasalahan ini, ana harap antum semua sudi mengoreksinya, dengan mengirim e-mail kepada ana di: wayerharis.haris@gmail.com insya Allah masukan antum, setelah ana periksa dengan meminta bantuan ustadz dan masukan antum memiliki faidah, maka masukan antum akan ana tambahkan pada koreksi tulisan ana, pada versi update artikel ini. Oh ya kalau bisa koreksinya disertai text arab berikut takhrij Haditsnya, agar ana lebih mudah untuk melakukan komparasi. Dan sebelum menutup pengantar ini, ada baiknya bila saya menyampaikan apa-apa yang saya pergunakan dalam penyusunan tulisan ini. Tulisan ini saya susun dengan menggunakan Microsoft Office 2007 Pro yang berjalan pada Windows 7 Starter Edition dan kemudian di Upgrade menjadi Windows 7 Ultimate S.P 1 yang telah saya setting untuk Support Arabic. Adapun software yang saya pergunakan untuk mengetik text Arab adalah ArabicPad1.4 buatan Saudara Ebta Setyawan, yang dapat di Download di Situs Resminya www.ebsoft.web.id dengan font “ArabicTypeSetting size 23 pt” dan “Verdana size 11 pt” yang dapat diperoleh melalui situs resmi masing-masing, namun dikarenakan saya melupakan alamat resminya, maka saya berinisiatif untuk memaketkannya dalam satu archive yang dapat antum download di blog pribadi ana. http://wayergo.blogspot.com
Hadits-hadits yang memuat tentang keutamaan Shaf Pertama bagi laki-laki dan shaf terakhir bagi perempuan

وَعَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ،  أَنَّ رَسُوْلَ l : لَوْيَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِيْ النِّدَاءِ وَصَّفِّ الْأَوَّلِ، ثُمَّ لَمْ يَجِدُوْا إِلَّا أَنْ يَسْتَهِمُوْا عَلَيْهِ لَاسْتَهَمُوْا (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)
Dari Abu Hurairah E, Rasulullah l bersabda: “Seandainya orang-orang mengetahui besarnya pahala dalam menyambut adzan dan shaf pertama, kemudian mereka tidak mendapatkannya kecuali dengan undian, tentu mereka akan mengadakan undian tersebut” (HR. Bukhari Muslim; No. 1090 dalam kitab Riyadush Shalihiin)
وَعَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلَ اللهِ l: خَيْرُصُفُوْفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا، وَشَرَّهَا آخِرُهَا، وَخَيْرُ صُفُوْفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا، وَشَرَّهَا أَوَّولُهَا
Dari Abu Hurairah E, dia berkata, “Rasulullah l bersabda: “Sebaik-baik shaf kaum laki-laki adalah shaf pertama dan sejelek-jelek shaf mereka adalah yang terakhir, sedangkan sebaik-baik shaf wanita adalah shaf yang terakhir dan sejelek-jelek shaf mereka adalah yang pertama” (HR. Muslim; No. 1091 dari kitab Riyadush Shalihiin)
وَعَنْ أَبِىْ سَعِدْ اَلْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ، أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ l رَأَى فِيْ أَصْحَابِهِ تَأَخُرًا، فَقَالَ لَهُمْ: تَقَدَّمُوْابِيْ، وَلْيَأْتَمَّ بِكُمْ مَنْيَعْدَكُمْ، لَايَزَالُ قَوْمٌ يَتَأَخَّرُوْنَ حَتَّى يُؤَخِرَهُمُ الله (رواه مسلم)
Dari Abu Sa’id al- Khudri E, Rasulullah l melihat para shahabat mundur kebelakang. Beliaupun bersabda: “Majulah kalian! Bermakmumlah kalian kepadaku, sehingga orang-orang yang datang sesudah kalian turut bermakmum. Tidaklah segolongan kaum terbiasa untuk datang terlambat, sehingga Allah akan menjadikan mereka terbiasa terlambat” (HR. Muslim; No. 1092 dari Kitab Riyadush Shalihiin).
وَعَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهَ عَنْهُمَا، قَالَ: أَنَّ رَسُوْلُ الله l: لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَافِي النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الْأَوَّلِ، ثُمَّ لَمْ يَجِدُوْا إِلَّا أَنْ يَسْتَهِمُوْاعَلَيْهِ لَاسْتَهَمُوْا (مُتَفَقٌّ عَلَيْهِ)
Dari Abu Hurairah E, Rasulullah l bersabda, “Seandainya orang-orang mengetahui besarnya pahala dalam menyambut (menjawab) adzan dan shalat di shaf pertama, kemudian mereka tidak mendapatkan kecuali dengan melalui undian, niscaya mereka akan mengadakan undian itu (Bukhari dan Muslim No. 661)
عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ  رَضِيَ اللهَ عَنْهُمَا ، قَالَ: خَرَجَ عَلَيْنَارَسُوْلُ الله l   فَقَالَ: أَلَا تَصُفُّوْنَ كَمَاتَصُفُّ الْمَلَائِكَةُ عِنْدَرَبِّهَا؟ فَقُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، وَاكَيْفَ تُصَفُّ الْمَلَائِكَةُ عِنْدَرَبِّهَا؟ قَالَ: يُتِمُّوْنَ الصُّفُوْفَ الْأَوَلَ، وَيَتَرَاصُّوْنَ فِيْ الصُّفِّ. (رواه مسلم(
Dari Jabir bin Samurah E. dia berkata, “ Rasulullah l mendatangi kami, lalu beliau bersabda, “Tidakkah kalian bershaf sebagaimana shafnya para Malaikat dihadapan Tuhan mereka?, kami (Para sahabat) bertanya, “ Wahai Rasulullah, bagaimanakah para malaikat berbaris dihadapan Tuhan mereka ?. Rasulullah l bersabda: “ Mereka menyempurnakan shaf-shaf pertama dan berdempetan (rapat) dalam shaf (HR. Muslim), Lihat Riyadush Shalihiin No. 1089
وَعَنْ أَبِىْ مَسْعُوْدٍ E قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ l وَ سَلَّمْ ، يَمْسَحُ مَنَاكَبَنَافِيْ الصَّلَاةِ وَيَقُوْلُ: اِسْتَوُوْاوَلَا تَخْتَلِفُوْافَتَخْتَلِفَ قُلُوْبُكُمْ، لِيَلِيَنِيْ مِنْكُمْ أُوْلُوْ الْأَحْلَامِ وَالنَّهَىْ، ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ، ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ (رواه مسلم)
Dari Abu Mas’ud E, dia berkata: “Rasulullah l menepuk bahu kami ketika kami hendak shalat, dan beliau bersabda: “ Sama ratakan barisan kalian dan jangan berselisih yang menyebabkan hati kalian berbeda. Hendaklah orang yang sudah baligh dan berakal lebih dekat kepadaku, kemudian orang-orang yang dibawahnya, kemudian yang dibawahnya” (HR. Muslim; No. 1093 dari Riyadush Shalihiin)
وَ عَنْ  أَنَّسٍ  E  قَالَ: رَسُوْلُ اللهِ الله l: سَوُّوْا صُفُوْفَكُمْ فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصَّفِّ مِنْ تَمَامِ الصَّلَاةِ (متفق عليه) وَفِى رِوَايَةِ لِلْبُخَرِي: فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصُّفُوْفِ  مِنْ إِقَامَةِ الصَّلَاةِ
Dari Anas E, dia berkata, : Rasulullah l bersabda: “Luruskan shaf-shaf kalian; sebab meluruskan shaf itu termasuk kesempurnaan shalat” (HR. Bukhari Muslim No. 656) dalam riwayat lain oleh Imam Bukhori: ”Sesungguhnya meluruskan shaf itu termasuk menegakkan sholat” No. 1094 dari kitab Riyadush Shalihiin”
وَعَنْ أَبُو هُرَيْرَةَ E  عَنْ رَسُولِ الله l : فَذَكَرَ أَحَادِيثَ مِنْهَا وَقَالَ أَقِيمُوا الصَّفَّ فِي الصَّلَاةِ فَإِنَّ إِقَامَةَ الصَّفِّ مِنْ حُسْنِ الصَّلَاةِ
Dari Abu Hurairah E: ia berkata: Dari Rasulullah l, beliau bersabda: Luruskanlah barisan dalam salat, karena lurusnya barisan itu termasuk kebaikan salat (HR. Muslim No. 658)
وَ عَنْ  أَنَّسٍ هُرَيْرَةَ E  قَالَ:  اُقِيْمَتِ الصَّلَاةُ فَأَقْبَلَ عَلَيْنَ رَسُوْلُ اللهِ l: بِوَاجْهِحِ فَقَالَ: أَقِيْمُوْا صُفُوْفَكُمْ وَتَرَاصُوْا، فَإِنَّ أَرَاكُمْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِى (رواه البخرى)
Dari Anas bin Malik E dia berkata: “Ketika iqamat untuk shalat dikumandangkan, Rasulullah l menoleh kepada kami kemudian bersaabda: “Luruskanlah shaf-shaf kalian dan rapatkanlah, karena aku dapat melihat kalian dari balik punggungku” (HR. Bukhari) dan dalam riwayat lain dikatakan: “Kemudian masing-masing dari kami merapatkan bahunya dengan bahu kanannya dan mata kakinya dengan mata kaki kawannya” (HR. Bukhari) No. 1095 dari kitab Riyadush Shalihiin)
وَ عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ E  قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلُ اللهِ l  يَقُوْلُ: لَتُسَوُّنَّ صُفُوْفَكُمْ ، أَوْ لَيُخَالِفَنَّ وُجُوْ هَكُمْ (متفق عليه) وَفِىْ رِوَايَةِ لِمُسْلِمْ : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ l  كَانَ يُسَوِّى صُفُوْفَنَا حَتَّ كَأَنَّمَا يُسَوِّ ى بِهَا الْقَدَاحَ حَتَّى رَأَى أَنَّا قَدْ عَقَلْنَا عَنْهُ، ثُمَّ خَرَجَ يَوْمً فَقَامَ  حَتَّى كَادَ يُكَبِّرُ، فَرَأَى  رَجُلًا بَادِيًا صَدْرُهُ مِنَ الصَّفِّ ، فَاَالَ: عِبَدَ اللهِ، لَتُسَوُّنَّ صُفُوْفَكُمْ، أَوْلَيُخَالِفَنَّا اللهُ وُجُوْهِكُمْ
Dari Nu’man bin Basyir E, dia berkata: “Saya mendengar Rasulullah l bersabda: “Hendaklah kalian benar-benar meluruskan shaf-shaf kalian, atau Allah akan menjadikan hati- hati kalian berselisih” (HR. Bukhari Muslim) dalam riwayat Muslim, : “Rasulullah  meluruskan shaf kami, seakan-akan beliau meluruskan anak panah, sampai beliau berpendapat bahwa kami sudah memahaminya. Pada suatu hari, beliau keluar (dari rumahnya) untuk shalat dan langsung berdiri. Ketika beliau hendak bertakbir ada seseorang yang dadanya menonjol (tidak lurus) dalam shaf, maka beliaupun bersabda: “Wahai hamba Allah, hendaklah kamu sekalian meluruskan shaf atau Allah akan menjadikan hati kalian berselisih” (Hadits No. 1096 dari kitab Riyadush shalihiin)
وَ عَنْ اَلْبَرَّاءْ بْنِ عَازِبٍ E قَالَ: كَانَ رَسُوْ لُ اللهِ l يَتَخَلَّلُ الصَّفَّ مِنْ نَاحِيَةِ ، يَمْسَحُ صُدُوْرَنَا وَمَنَاكِبَنَا، وَيَقُوْلُ: لَا تَخْتَالِفُوْافَتَخْتَالِفَ قُلُوْبُكُمْ، وَكَانَ يَقُوْلُ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى الصُّفُوْفِ الْأَوَلِ  (رواه أبو داود بإسناد حسن)
Dari Al- Barra’ bin Azib E, dia berkata : “Rasulullah l memasuki sela-sela shaf sambil memegang dada dan bahu kami, lalu beliau bersabda: “Janganlah kalian berbeda dalam shaf (tidak lurus), sehingga hati kalian turut berbeda”. Beliau juga bersabda : “Sesungguhnya Allah menganugerahkan rahmatNya untuk orang-orang yang berdiri dishaf pertama, begitu juga para malaikat memohonkan rahmat untuk mereka (HR. Abu Dawud, Sanadnya Hasan. No. 1097 dari Kitab Riyadush Shalihiin)
وَعَنِ ابْنِ عُمَرَ E ،أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ l  قَالَ: أَقِيْمُوْا الصُّفُوْفَ، وَحَاذُوْا بَيْنَ الْمَنَاكِبِ، وَسُدُّوْا الْخَلَلَ وَلِيْنُ وْا بِأَيْدِيْ إِخْوَانِكُمْ، وَلَا تَذَرُوا فُرُجَاتٍ لِلْشَّيْطَانِ؛ وَمَنْ وَصَلَ صَفَّا وَصَلَهُ اللهُ، وَمَنْ قَطَعَ صَفَّا قَطْعَهُ الله. (رَوَاهُ  أَبُوْ دَاوُدَ بِإِسْنَادِ صَحِيْحِ)
Dari Ibnu Umar E, Rasulullahl bersabda: “Luruskanlah shaf dan sama ratakanlah bahu-bahu kalian, tutuplah celah-celah shaf dan lunaklah terhadap tangan-tangan saudara kalian dan jangan biarkan celah di antara shaf untuk ditempati syaitan. Barang siapa yang menyambung shaf (yang terputus), maka Allah akan menyambungnya. Barang siapa yang memutuskan shaf, maka Allah akan memutuskannya” (HR. Abu Dawud dengan sanad yang Shahih) Riyadush Shalihiin No. 1098)
وَعَنِ أَنَسٍ E، أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ l  قَالَ:رُصُّوْا الصُّفُوْفَكُمْ، وَقَارِبُوْا بَيْنَهَا، وَحَاذُوابِالْأَعْنَاقِ؛ فَوَالَّذِي نَفْسِيْ بِيَدِهِ إِنِّيْ لأَرَى الشَّيْطَانَ يَدْخُلُ مِنْ خَلَلِ الصَّفِّ، كَأَنَّهَا الْحَذَفُ. ( حَدِيثُ صَحِيْحِ رَوَاهُ  أَبُوْ دَاوُدَ بِإِسْنَادٍ عَلَى شَرْطِ مُسْلِمْ)
Dari Anas bin Malik E, Rasulullah l  bersabda: “Rapatkanlah shaf dekatkanlah jarak antara satu shaf dengan yang lainnya serta luruskanlah leher kalian. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan Nya, sungguh aku melihat syaitan masuk di sela-sela shaf seperti kambing hitam lagi kecil” (HR. Abu Dawud dengan sanad Shahih sesuai syarat Muslim; Riyadush Shalihiin No. 1099, juga diriwayatkan Oleh An- Nasa’i dan Ibnu Hibban dan beliau mensahihkannya; Bulughul Marom No. 439)
وَعَنِ أَنَسٍE، أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ l قَالَ: أَتِمُوْا الصَّفَّ الْمُقَدَّمَ، ثُمَّ الَّذِي يَلِيْهِ؛ فَمَا كَانَ مِنْ نَقْصٍ فَلْيَكُنْ فِيْ الْصَّفِّ الْمُؤَخَّرِ (رواه أبو داود بإسناد حسن)
Dari Anas bin Malik E, Rasulullah l bersabda: “Sempurnakanlah shaf terdepan kemudian shaf yang berada dibelakangnya. Bila ada shaf yang tidak penuh, maka hendaknya (yang tidak penuh itu) adalah shaf yang paling belakang (HR. Abu Dawud dengan sanad Hasan; Riyadush Shalihiin No. 1100)
وَعَنْ أَبِ مَسْعُوْدٍ عَقْبَةَ بْنِ عَمْرُ وَ الْبَدْرِيِّ اَلْأَنْصَارِى E قَالَ: كَانَ رَسُوْلُوْ اللهِ l: يَمْسَحُ مَنَكِبَنَا فِيْ الصَّلَاةِ وَيَقُوْلُ: اِسْتَوُوْا وَلَا تاخْتَلِفُ قُلُوْبُكُمْ، لِيَلِنِيْ مِنْكُمْ أُوْلُوْ الْأَحْلَامِ وَالنُّهَى، ثُمَّ الَّذِ يْنَ يَلُوْنَهُمْ ، ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ (رواه مسلم)
Dari Abu Mas'ud E, katanya: "Rasulullah l mengusap bahu-bahu kami dalam shalat dan bersabda: "Ratakanlah - saf-saf dalam shalat - dan jangan berselisih lebih maju atau lebih ke belakang, sebab jikalau tidak rata, maka hatimu semua pun menjadi berselisih. Hendaklah menyampingi saya - dalam shalat itu - orang-orang yang sudah baligh dan orang-orang yang berakal di antara engkau semua. Kemudian di sebelahnya lagi ialah orang-orang yang bertaraf di bawah mereka ini lalu orang yang bertaraf di bawah mereka ini pula." (Riwayat Muslim)
Sabda beliau l: Liyalini diucapkan dengan takhfifnya nun -tidak disyaddahkan- serta tidak menggunakan ya'sebelum nun ini, tetapi ada yang meriwayatkan dengan tasydidnya nun dan ada ya' sesudah nun itu - lalu dibaca liyalianni -. Annuha yakni akal. Ululahlami ialah orang-orang yang sudah baligh, ada pula yang mengertikan: ahli hilm - kesabaran - dan fadhal - keutamaan. [Riyadush Shalihiin No. 347]
أُحْسِنُوْا إِقَامَةَ الصُّفُوْفِ فِى الصَّلَاةِ
“Luruskanlah barisan kalian dalam Shalat” (Hadist Shahih Riwayat Imam Ahmad dalam Kitab Musnad Imam Ahmad, Ibnu Hibban dalam Kitab Shahihnya, No. 195 dalam Kitab Shahih Jami’ Ash- Shaghiir dan No. 499 dalam Shahih Targhiib wat Tarhiib dari Sahabat Abu Hurairah E)
أَتِمُّوْا الصَّفَّ الْمُقَدَّمَ ثُمَّ الَّذِيْ يَلِيْهِ فَمَا كَانَ مِنْ نَقْصٍ،فَلْيَكُنْ مِنَ الصِّفِّ الْمُؤَخِرِ
Sempurnakanlah barisan depan dalam shalat kalian. Setelah itu, baru barisan yang selanjutnya. Apabila barisan tersebut kurang, maka barisan yang berada dibelakang sebaiknya mengisi dan menyempurnakan barisan yang berada didepan terlebih dahulu” (HR. Ahmad, Abu Dawud, an- Nasa’i, Ibnu Hibban dalam Kitab Sahihnya, Ibnu Khuzaimah dan Imam Dhiya al- Maqdisi dengan sanad shahih dari Sahabat Anas bin Malik E. Lihat juga dalam kitab Takhrij al- Misykah No. 1094. Shahih Sunan No. 675. Dan Riyadush Shallihiin No. 1100)
Sebagai tambahan, berikut ini, ana tampilkan tulisan yang ana ambil dari situs Muslim.or.id http://www.muslim.or.id Tulisan al- Ustadz Muhammad Ikrar Yamin dan Tulisan Nurul Mukhlisin pada Bulletin An- Nur situs Yayasan al- Sofwah Jakarta : http://www.alsofwah.or.id

Rapat dan Luruskan Shof-Shof Kalian!!!

Judul ini merupakan sebuah penggalan perintah sang Umar Al-Faruq E kepada makmum sesaat sebelum mengimami sholat berjamaah. Hal itu merupakan wujud perhatian besar beliau terhadap tuntunan Rosulululloh l yang mulia ini. Sebagaimana yang tertera dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Anas ra bahwasanya Rosululloh l bersabda yang artinya, ”Rapikan (rapat dan lurus) shof kalian, sesungguhnya shof termasuk bagian menegakkan sholat.” (HR. Bukhori 732)
Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar E, Rosululloh l  bersabda, ”Rapikanlah shof, sejajarkan antara bahu, penuhi yang masih kosong (masih longgar), bersikap lunaklah terhadap saudara kalian dan janganlah kalian biarkan kelonggaran untuk setan. Barangsiapa yang menyambung shof, Alloh akan menyambungnya dan barangsiapa yang memutus shof Alloh akan memutusnya.” (HR. Abu Dawud no. 666). Dan masih banyak lagi hadits-hadits lain yang menekankan pentingnya merapatkan dan meluruskan shof.
Wajibnya Meluruskan dan Merapatkan Shof
Ternyata Rosululloh l tidak hanya memerintahkan untuk meluruskan dan merapatkan shof, namun beliau juga mengancam keras orang-orang yang tidak merapikan shof mereka seperti dalam suatu redaksi hadits, ”Sungguh kalian mau merapikan shof kalian atau kalau tidak maka Alloh akan menjadikan perselisihan diantara kalian.” (HR. Bukhori-Muslim)
Sebuah kaidah dalam Islam menyatakan bahwa asal perintah adalah wajib. Begitu pula mustahil suatu perkara yang mendapatkan ancaman maka hukumnya hanya sampai sunnah saja. Maka pendapat yang kuat dalam masalah ini adalah wajibnya merapikan shof dan apabila suatu jama’ah sholat tidak merapikan shof mereka maka mereka berdosa. Dan inilah pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahullohu yang dapat kita lihat dalam kitab Majmu’ Fatawa beliau. Namun bagi yang tidak merapikan sholat maka sholatnya tetap sah berdasarkan perbuatan Anas E yang mengingkari mereka yang tidak merapikan sholat tetapi tidak memerintahkan agar mereka mengulanginya.
Bagaimana Cara Meluruskan Shof ?
Adapun sifat dan tata cara merapikan shof telah tercantum dalam banyak hadits diantaranya sebuah hadits dari Nu’man bin Basyir E, beliau berkata, ”Rosululloh l pernah menghadap manusia dengan wajahnya seraya mengatakan, Rapikanlah shof-shof kalian (3x). Demi Alloh, kalian merapikan shof kalian, atau kalau tidak maka Alloh akan menjadikan perselisihan diantara hati kalian. Nu’man berkata, ’Lalu saya melihat seorang merapatkan bahunya dengan bahu temannya, lututnya dengan lutut temannya, dan mata kakinya dengan mata kaki temannya.” (HR. Abu Dawud no. 662)
Hadits-hadits ini menunjukan secara jelas pentingnya merapikan shof dan hal itu termasuk kesempurnaan sholat hendaknya saling lurus dan tidak maju mundur antara satu dengan yang lain, dan saling rapat satu dengan yang lain, dan saling rapat antara bahu dengan bahu, kaki dengan kaki, dan lutut dengan lutut. Namun pada zaman sekarang, sunnah ini dilupakan, seandainya engkau mempraktekkannya, niscaya masyarakat lari seperti keledai. Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un. Adapun kita sesudah mengetahui tentang perintah ini sudah sepantasnya berusaha sekuat kemampuan melaksanakannya. Tidakkah kita ingin merasakan kelezatan menegakkan amalan ini di dalam hati kita. Serta menjadi pemegang tombak syariat di muka bumi ini. Semoga Alloh subhana wata’ala memberikan hidayah kepada kita semua.
Keimpulannya, merapikan shof meliputi hal-hal berikut:
1.   Meluruskan barisan sholat dan merapikannya.
2.   Memenuhi shof yang masih renggang.
3.   Menyempurnakan shof yang pertama terlebih dahulu dan begitu seterusnya.
4.   Saling berdekatan.

Sholat di Antara Dua Tiang ?
Maka konsekuensi dari perintah merapikan dan merapikan shof sholat adalah tidak membuat shof diantara tiang -kecuali dharuri (terpaksa)- sehingga shof sholat terputus. Sebagaimana para sahabat menghindari hal tersebut di zaman Rosululloh l. Konsekuensi yang lain adalah seyogyanya mengisi kekosongan dalam shof sekalipun di tengah sholat mengamalkan hadits yang diriwayatkan Thabrani dengan redaksi terjemahannya ”Tidak ada langkah yang lebih banyak pahalanya daripada pahala seseorang menuju kelonggaran dalam shof untuk menutupinya.”
Luruskan Dan Rapatkan Shaf
Shalat berjamaah merupakan amal yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah l. Sebagaimana sabdanya, “Shalat berjamaah lebih afdhal dari shalat sendirian dua puluh derajat”. Ketika shalat berjamaah, meluruskan dan merapatkan shaf (barisan) sangat diperintahkan, sebagaimana di dalam sabda Nabi l, Artinya, “Luruskan shafmu, karena sesungguhnya meluruskan shaf itu merupakan bagian dari kesempurnaan shalat”. (Muttafaq ‘Alaih).
Hadits ini dan hadits-hadits lain yang semisal, kata Ibnu Hazm w, merupakan dalil wajibnya merapikan shaf sebelum shalat dimulai. Karena menyempurnakan shalat itu wajib, sedang kerapihan shaf merupakan bagian dari kesempurnaan shalat, maka merapikan shaf merupakan kewajiban. Juga lafaz amr (perintah) dalam hadits di atas menunjukkan wajib. Selain itu, Rasulullah l setiap memulai shalat, selalu menghadap kepada jamaah dan memerintahkan untuk meluruskan shaf, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik E.



Teladan dari Nabi dan Para Shahabat
Umar bin Khatthab E pernah memukul Abu Utsman An-Nahdi karena ke luar dari barisan shalatnya. Juga Bilal pernah melakukan hal yang sama, seperti yang dikatakan oleh Suwaid bin Ghaflah bahwa Umar dan Bilal pernah memukul pundak kami dan mereka tidak akan memukul orang lain, kecuali karena meninggalkan sesuatu yang diwajibkan (Fathul Bari juz 2 hal 447). Itulah sebabnya, ketika Anas tiba di Madinah dan ditanya apa yang paling anda ingkari, beliau berkata, “Saya tidak pernah mengingkari sesuatu melebihi larangan saya kepada orang yang tidak merapikan shafnya.” (HR. A-Bukhari).
Bahkan Rasulullah l sebelum memulai shalat, beliau berjalan merapikan shaf dan memegang dada dan pundak para sahabat dan bersabda, "Wahai sekalian hamba Allah! Hedaklah kalian meluruskan shaf-shaf kalian atau (kalau tidak), maka sungguh Allah akan membalikkan wajah-wajah kalian." (HR. Al-Jama'ah, kecuali al-Bukhari)
Di dalam riwayat Abu Hurairah E, dia berkata, "Rasulullah biasa masuk memeriksa ke shaf-shaf mulai dari satu ujung ke ujung yang lain, memegang dada dan pundak kami seraya bersabda, "Janganlah kalian berbeda (tidak lurus shafnya), karena akan menjadikan hati kalian berselisih" (HR. Muslim)
Imam Al-Qurthubi w berkata, “Yang dimaksud dengan perselisihan hati pada hadits di atas adalah bahwa ketika seorang tidak lurus di dalam shafnya dengan berdiri ke depan atau ke belakang, menunjukkan kesombongan di dalam hatinya yang tidak mau diatur. Yang demikian itu, akan merusak hati dan bisa menimbulkan perpecahan (Fathul Bari juz 2 hal 443). Pendapat ini juga didukung oleh Imam An-Nawawi w, beliau berkata, berbeda hati maksudnya terjadi di antara mereka kebencian dan permusuhan dan pertentangan hati. Perbedaan ketika bershaf merupakan perbedaan zhahir dan perbedaan zhahir merupakan wujud dari perbedaan bathin yaitu hati.
Sementara Imam al-Qhadhi Iyyadh w menafsirkannya dengan mengatakan Allah akan mengubah hati mereka secara fisik, sebagaimana di dalam riwayat lain (Allah akan mengubah wajah mereka). Hal itu merupakan ancaman yang berat dari Allah, sebagaimana Dia mengancam orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam (i’tidal), maka Allah akan mengubah wajahnya menjadi wajah keledai. Imam Al-Kirmani w menyimpulkan, akibat dari pertentangan dan perbedaan di dalam shaf, bisa menimbulkan perubahan anggota atau tujuan atau juga bisa perbedaan balasan dengan memberikan balasan yang sempurna bagi mereka yang meluruskan shaf dan memberikan balasan kejelekan bagi mereka yang tidak meluruskan shafnya.
Berdiri di dalam shaf bukan hanya sekedar berbaris lurus, tetapi juga dengan merapatkan kaki dan pundak antara satu dengan yang lainnya seperti yang dilakukan oleh para shahabat. Diriwayatkan oleh Ibnu Umar E Rasulullah l bersabda, Artinya “Rapatkankan shaf, dekatkan (jarak) antara shaf-shaf itu dan ratakan pundak-pundak.” (HR. Abu Daud dan An-Nasai, dishahihkan oleh Ibnu Hibban).
Di dalam riwayat lain oleh Abu Dawud Rasulullah l bersabda, Artinya “Demi jiwaku yang ada di tanganNya, saya melihat syaitan masuk di celah-celah shaf, sebagaimana masuknya anak kambing.”
Posisi Makmum di Dalam Shalat
Apabila imam shalat berjamaah hanya dengan seorang makmum, maka dia (makmum) disunnahkan berdiri di sebelah kanan imam (sejajar dengannya), sebagaimana yang diceritakan oleh Ibnu Abbas E bahwa beliau pernah shalat berjamaah bersama Rasulullah l pada suatu malam dan berdiri di sebelah kirinya. Maka Rasulullah l memegang kepala Ibnu Abbas E dari belakang lalu memindahkan di sebelah kanannya (Muttafaq ‘Alaih).
Apabila makmum terdiri dari dua orang, maka keduanya berada di belakang imam, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik E, beliau bersabda, Artinya “Rasulullah shalat maka saya dan seorang anak yatim berdiri di belakangnya dan Ummu Sulaim berdiri di belakang kami” (Muttafaq ‘Alaih).
Adapun pendapat Kufiyyun (Ulama-ulama’ Kufah) yang mengatakan bahwa kalau makmum terdiri dari dua orang maka yang satunya berdiri di sebelah kanan Imam dan yang lainnya di sebelah kirinya, maka hal itu dibantah oleh Ibnu Sirin w, seperti yang diriwayatkan oleh Imam At-Tahawi w bahwa yang demikian itu hanya boleh diamalkan, ketika shalat di tempat yang sempit yang tidak cukup untuk membuat shaf di belakang.
Hadits di atas juga menjelaskan bahwa makmum wanita mengambil posisi di belakang laki-laki, sekali pun harus bershaf sendirian. Dan dia tidak boleh bershaf di samping laki-laki, apalagi di depannya. Sebaik-baik shaf laki-laki adalah yang pertama dan seburuk-buruknya adalah yang terakhir. Sebaliknya bagi wanita, sebaik-baik shaf baginya adalah yang terakhir dan yang paling buruk adalah yang pertama. (HR. Muslim dari Abu Hurairah E). Dan shaf yang paling afdhal adalah di sebelah kanannya imam. Dan dari situlah dimulainnya membuat shaf baru, sebagaimana yang dikata-kan oleh Barra’ bin ‘Azib E dengan sanad yang shahih. Menyempurnakan shaf terdepan adalah yang dilakukan oleh para malaikat, ketika berbaris di hadapan Allah.
Di riwayatkan oleh Abu Dawud dari Jabir bin Samurah E ia berkata, “Rasulullah l bersabda, ”Tidakkah kalian ingin berbaris, sebagaimana para malaikat berbaris di hadapan Rabb mereka.” Maka kami bertanya, “Bagaimanakah para malaikat berbaris di hadapan Rabb?” Beliau menjawab, “Mereka menyempurnakan barisan yang depan dan saling merapat di dalam shaf.”
Dibolehkan seorang makmum shalat di lantai dua dari masjid atau dipisahkan dengan tembok atau lainnya dari imam, selama dia mendengar suara takbir imam. Sebagaimana yang dikatakan oleh Hasan, “Tidak mengapa kamu shalat berjamaah dengan imam, walaupun di antara kamu dan imam ada sungai”. Ditambahkan oleh Abu Mijlaz, selama mendengar takbirnya imam (Shahih Al-Bukhari). Dan sebagian ulama juga menyaratkan harus bersambungnya shaf, namun hal ini masih diperdebatkan di antara para ulama. Juga kisah qiyamuramadhan (shalat tarawih), yang pertama kali yang dilakukan oleh Rasulullah l.
Larangan Membuat Shaf Sendirian
Seorang makmum dilarang membuat shaf sendirian, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Wabishah bin Mi’bad E, bahwa Rasulullah melihat seseorang shalat di belakang shaf sendirian, maka beliau memerintahkan untuk mengulang shalatnya (HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban).
Dan pada riwayat Thalq bin Ali E ada tambahan, “Tidak ada shalat bagi orang yang bersendiri di belakang shaf”. Walaupun demikian sebagian ulama’ tetap menyatakan sah shalat seorang yang berdiri sendiri dalam satu shaf karena alasan hadits di atas sanadnya mudltharib (simpang siur), sebagai-mana yang dikatakan oleh Ibnu Abdil Barr.
Menurut Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, jika seseorang menjumpai shaf yang sudah penuh, sementara ia sendirian dan tidak ada yang ditunggu, maka boleh baginya shalat sendiri di belakang shaf itu. Karena apabila ada larangan berhada-pan dengan kewajiban (jamaah bersama imam, red), maka di dahulu-kan yang wajib.
Untuk menjaga keutuhan shaf boleh saja seorang maju atau bergeser ketika mendapatkan ada shaf yang terputus. Sabda Nabi l yang diriwayatkan oleh Abu Juhaifah E beliau bersabda, “Barangsiapa yang memenuhi celah yang ada pada shaf maka Allah akan mengampuni dosanya.” (HR. Bazzar dengan sanad hasan).
Tiada langkah paling baik melebihi yang dilakukan oleh seorang untuk menutupi celah di dalam shaf. Dan semakin banyak teman dan shaf dalam shalat berjamaah akan semakin afdhal, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ubay bin Ka’ab E, Rasulullah l bersabda, Artinya “Shalat seorang bersama seorang lebih baik daripada shalat sendirian dan shalatnya bersama dua orang lebih baik daripada shalatnya bersama seorang. Dan bila lebih banyak maka yang demikian lebih disukai oleh Allah ‘Azza wa Jalla.” (Muttafaq ‘Alaih).
Dan ketika memasuki shaf untuk shalat disunahkan untuk melakukannya dengan tenang tidak terburu-buru, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abi Bakrah E, bahwasanya ia shalat dan mendapati Nabi sedang ruku’ lalu dia ikut ruku’ sebelum sampai kepada shaf, maka Nabi berkata kepadanya, Artinya “Semoga Allah menambahkan kepadamu semangat (kemauan), tetapi jangan kamu ulangi lagi.” (HR. Al Bukhari) dan dalam riwayat Abu Daud ada tambahan: “Ia ruku’ sebelum sampai di shaf lalu dia berjalan menuju shaf.”
Muroja’ah
1.    Shahih Riyadush Shalihiin : Imam an- Nawawi Tahqiq Syaikh Muh. Nashirudin al- Albany w
2.    Shahih at- Targhiib wat- Tarhiib : al- Hafidz al- Mundziri Tahqiq Syaikh Muh. Nashirudin al- Albany w
3.    Shahih Jami’ ash- Shaghiir Imam as- Suyuti Tahqiq Syaikh Muh. Nashirudin al- Albany w
4.    Shahih Sunan Ibnu Majjah Tahqiq Syaikh Muh. Nashirudin al- Albany w
5.    Bulughul Marom min Adilatil Ahkam : al- Hafidz Ibnu Hajar al- Asqalani w
6.    Artikel Muslim.or.id http://www.muslim.or.id
7.    Artikel Al- Sofwah.or.id http://www.alsofwah.or.id