Oleh : Wayer
Haris Sauntiri, S.T
اَسَّلَمُ عَلَيْكُمْ
وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيْمِ
إِنَّ
الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ
مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ
فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ
أَشْهَدُ
أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ
تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ() يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ
مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا
كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ
إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا() يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا () يُصْلِحْ لَكُمْ
أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا( أما بعد... فإن أصدق الحديث كتاب
الله وخير الهدي هدي محمد صلي الله عليه
وسلم وشر الأمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة وكل ضلالة في النار
Amma
ba’du,
Pada
e- book Petunjuk Shalat Praktis Shalat sesuai Tuntunan Nabi a, yang telah saya tulis beberapa waktu yang lqlu, saya
menyebutkan tentang sunnahnya Sutroh (Pembatas) bagi orang yang hendak
melakukan Shalat namun dikarenakan, masih terbatasnya literatur kami pada waktu itu, maka pembahasan mengenai
mengenai sutroh hanya kami sertakan dalil seadanya, sehingga dengan senantiasa
menharap ridha dan ma’uunah Allah Azza wa Jalla, pada kesempatan ini kami turunkan
dalil-dalil tentang perintah dan cara ber- sutroh serta ancaman bagi orang yang
lewat di depan orang yang sedang shalat. Sehingga kita dapat semakin memahami
pentingnya sutrah didalam shalat.
A. Perintah Menggunakan Sutroh dalam Shalat.
إِذَا
صَلَّى أَحَدُكُمْ إِلَى سُتْرَةِ فَلْيَدْنُ مِنْهَا لَا يَقْطَعُ الشَّيْطَانُ عَلَيْهِ
صَلَاتَهُ.
"Apabila salah seorang diantara kalian shalat
(hendaklah) menghadap sutrah (pembatas), hendaklah ia mendekati (sutrah) agar
shalatnya tidak di putus oleh Syaithan." (HR. Abu Dawud).
B. Alasan kenapa harus menggunakan Sutroh ??
Yang menjadi dasar di syariatkannya sutroh dalam Shalat,
adalah apabila lewat didepan orang yang sedang shalat anjing hitam,
keledai dan wanita, sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut:
عَنْ أَبِىْ ذَرِّ قَالَ:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ a : يَقْطَعُ صَلَاةَ الرَّجُلِ إِذَا لَمْ يَكُنْ بَيْنَ يَدَيْهِ قَيْدُ
آخِرَةِ الرَّحْلِ الْحِمَارِ، وَالْكَلْبِ الْأَسْوَدِ، وَالْمَرْأَةِ
"Dari Abu Dzar E, dia berkata: "Rasulullah a bersabda: "Yang dapat memutuskan (Membatalkan)
shalat seseorang, apabila di depannya tidak terdapat pembatas setinggi ujung
pelana unta, adalah keledai, anjing hitam dan wanita" (HR. Muslim dan Abu
Dawud No. 702; Isnad Shahih).
Dalam hadits yang akan kami sebutkan
kemudian, terdapat hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW, shalat di
rumahnya, sementara Aisyah dalam keadaan tidur didepannya:
عَنْ عَئِشَةَ قَالَتْ:
أَعَدَلْتُمُوْنَ بِالْكَلْبِ وَالْحِمَارِ؟. لَقَدْ رَأَيْتُنِيْ مُضْطَجِعَةً عَلَى
السَّرِيْرِ فَيَجِيْءُ النَّبِيُّ a فَيَتَوَسَّطُ السَّرِيْرِ
فَيُصَلِّيْ، فَأَكْرَهُ أَنْ أُسَنِّحَهُ فَأَنْسَلُّ مِنْ قِبَلِ رِجْلَيِّ السَّرِيْرِ
حَتَّي أَنْسَلَّ مِنْ لِحَافِىْ.
"Dari Aisyah I, dia berkata: "Apakah kalian menyamakan kami dengan
anjing dan khimar?, sungguh aku telah menyaksikan diriku berbaring diatas
tempat tidur, lalu Nabi a datang kemudian
mengambil posisi pertengahan tempat tidur kemudian shalat. Akupun tidak suka
terlihat didepannya, maka aku turun perlahan dari arah kedua kaki tempat tidur,
kemudian aku keluar dari selimutku". (HR. Bukhari No. 508).
Dan
untuk mengkompromikan hadits-hadits tersebut dapat dibuat suatu
kesimpulan sebagai berikut:
1.
Dikatakan
membatalkan shalat bila Seorang wanita yang lewat didepan orang yang shalat
tanpa menghadap sutroh (pembatas), sementara bila wanita tersebut tidak
melintas (hanya berdiam diri) maka ia tidak termasuk dalam hadits yang
membatalkan shalat.
2.
Adapun
untuk Keledai dan Anjing hitam, karena tidak adanya hadits yang membatalkan
hukumnya, maka hukumnya dikembalikan pada hukum asalnya, yakni memutuskan
(membatalkan) shalat seseorang yang tidak menggunakan sutroh (Pembatas) dalam
shalatnya, apakah hewan itu diam ataupun melintas.
3.
Adapun
anggapan beberapa ulama’ yang dikatakan dengan melintasnya wanita dapat
membatalkan shalat adalah karena terganggunya ke khusu’an dalam shalat, namun
bila kita melihat dari Dzahir hadits-hadits lain tentang sutroh, yakni dengan
cukup menancapkan tombak, maka pendapat ini terbantahkan, sebab tidak mungkin
seseorang yang sedang shalat dibelakang sutroh tidak dapat melihat sesuatu yang
melintas didepannya, Wallahu Ta’ala A’lam
C. Bagaimana Kaifah bersutroh ?.
وَقَالَ عُمَرُ: الْمُصَلُّوْنَ
أَحَقَّ بِا اسَّوَارِيْ مِنَ الْمُتَحَدِّثِيْنَ إِلَيْهَا. وَرَأَى عُمَرُ رَجُلًا
يُصَلِّيْ بَيْنَ أُسْطُوَ انَتَيْنَ فَأَدْنَاهُ إِلَى سَارِيَةٍ فَقَالَ: صَلِّىْ
إِلَيْهَا.
Umar berkata: "Orang-orang
shalat lebih berhak terhadap tiang dari pada orang-orang yang bercerita
padanya". Umar melihat seorang laki-laki shalat diantara dua tiang, maka
beliau mendekatkan orang itu kepada salah satu tiang, seraya berkata:
"Sholatlah menghadapnya" (HR. Bukhari; Fathul Baari III hal. 275)
عَنْ يَزِيْدِ بْنِ أَبِيْ
عُبَيْدٍ قَالَ: كُنْتُ آتِيْ مَعَ سَلَمَةَ بْنِ الْأَكْوَعِ فَيُصَلِّيْ عِنْدَ الْأُسْطُوَ
انَهُ الَّتِيْ عِنْدَ الْمُصْحَفِ، فَقُلتُ: أَبَا مُسْلِمٍ أَرَاكَ تَتَحَرَّى الصَّلَاةَ
عِنْدَ هَذِهِ الْأُسْطُوَانَهُ قَالَ: فَإِنِّى رَأَيتُ النَّبِيِّ يَتَحَرَّى الصَّلَاةَ عِنْدَهَا.
"Dari Yazid bin Abu Ubaid, dia
berkata: "Aku pernah datang kepada Salamah bin al- Akwa', maka dia shalat
di tiang yang ada mushafnya. Aku berkata: "Wahai Abu Muslim, aku melihat
engkau sengaja memilih shalat di tiang ini". Dia berkata:
"Sesungguhnya aku melihat Nabi a sengaja shalat di
sisinya" (HR. Bukhari No. 502; Fathul Baary JUz III hal. 275)
عَنْ أَنَسِ بْنُ مَالِكٍ
قَالَ: لَقَدْ رَأَيْتُ أَصْحَابِ النَّبِيِّa يَبْتَدِرُوْنَ السَّوَارِيَ عِنْدَ الْمَغْرِبِ. وَزَادَ شُعْبَةُ
عَنْ عَمْرٍو عَنْ أَنَسٍ حَتَّى ياخْرُجَ النَّبِيُّ a.
“Dari Anas bin Malik E, dia berkata: "Sungguh aku telah melihat para
sahabat senior Nabi a bersegera mendatangi tiang-tiang pada waktu
maghrib." Syu'bah menambahkan dari Amr, dari Anas, : "Hingga Nabi a keluar" (HR. Bukhari No. 503).
Bentuk-bentuk Sutroh
1.
Sutroh
dapat berupa tombak/kayu/tiang atau sejenisnya yang setinggi Pelana Unta
عَنْ
عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ النَّبِيِّ a
كَانَ
يُرْكَزُ لَهُ الْحَرْبَةُ.
"Dari Abdullah bin Umar E bahwa Nabi a biasa menancapkan tombak, lalu
beliau shalat menghadapnya" (HR. Bukhari No. 498; Fathul Baari III hal.
272)
Dari Thalhah, dia berkata: Rasulullah -shallallahu
'alaihi wasallam- bersabda:
إِذَا
وَضَعَ أَحَدُكُمْ بَيْنَ يَدَيْهِ مِثْلَ مُؤَخِّرَةِ الرَّحْلِ، فَلْيُصَلِّ،
وَلاَ يُبَالِي مَنْ مَرَّ وَرَاءَ ذَلِكَ
"Jika
salah seorang dari kalian telah meletakkan tiang setinggi pelana di hadapannya,
maka hendaklah ia shalat dan janganlah ia memperdulikan orang yang ada di
belakangnya."[HR
Muslim dalam Shahih-nya
no. 499]
Dari
'A`isyah -radhiyallahu 'anha-, dia berkata: "Pada waktu perang Tabuk
Rasulullah a ditanya
tentang sutrahnya orang yang shalat, maka beliau menjawab: "Tiang
setinggi pelana."[HR. Muslim di dalam Shahih-nya no. 500]
Dan
dari Abu Dzar, dia berkata: Rasulullah a bersabda:
إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ يُصَلِّي،
فَإِنَّهُ يَسْتُرُهُ إِذَا كَانَ بَيْنَ يَدَيْهِ مِثْلَ آخِرَةِ الرَّحْلِ،
فَإِذَا لَمْ يَكُنْ بَيْنَ يَدَيْهِ مِثْلَ آخِرَةِ الرَّحْلِ. فَإِنَّهُ
يَقْطَعُ صَلاَتَهُ الْحِمَارُ وَالمَرْأَةُ وَالْكَلْبُ اْلأَسْوَدِ
"Jika
salah seorang dari kalian berdiri melakukan shalat, maka sesungguhnya dia telah
tertutupi jika di hadapannya ada tiang setinggi pelana. Jika tidak ada tiang
setinggi pelana di hadapannya, maka shalatnya akan diputus oleh keledai atau
perempuan atau anjing hitam."[HR. Muslim di dalam
Shahih-nya no. 510]
2. Sutroh Setinggi tombak tombak kecil.
عَنْ عَوْنِ بْنِ أَبِىْ
جُحَيْفَةَ قَالَ: سَمِعْتُ أَبِىْ قَالَ: خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْهَاجِرَةِ، فَأُتِيَ بِوَضُوْءٍ فَتَوَضَّأَ فَصَلَّى بِنَا
الظُّهْرَ وَ الْعَصْرَ وَبَيْنَ يَدَيْهِ عَنَزَةٌ وَالْمَرْأَةُ وَ الْحِمَارُ يَمُرُّوْنَ
مِنْ وَرَائِهَا.
"Dari 'Aun bin Abu Juhaifah, dia berkata: "Aku
mendengar bapakku berkata: "Rasulullah a keluar kepada kami pada tengah hari. Lalu dibawakan
tempat wudhu, maka beliau berwudhu dan shalat Zhuhur serta Ashar dengan
mengimami kami. Sementara di hadapannya ada (ditancapkan) tombak kecil, dan
wanita serta himar (keledai) lewat dari belakang tombak kecil tersebut"
(HR. Bukhari No. 499 Fathul Baary III hal. 272).
3. Sutroh dengan orang yang sedang duduk; dalilnya adalah:
Dari Nafi', dia berkata:
"Bahwasanya Ibnu 'Umar jika tidak mendapati jalan menuju ke salah satu
tiang dari tiang-tiang masjid, dia berkata kepadaku: "Palingkan punggungmu
untukku."[Atsar Riwayat. Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf (1/ 279),
dengan sanad shahih.]
4. Sutroh dengan sesuatu yang disusun berupa batu/kayu atau
selainnya
Salamah bin al-Akwa`
menegakkan batu-batu di tanah, ketika dia hendak shalat, dia menghadap
kepadanya.[ Atsar Riwayat Ibnu Abi Syaibah
dalam al-Mushannaf (1/ 278).]
D. Dosa dan ancaman
bagi orang yang lewat atau melintas di depan orang yang sedang shalat.
عَنْ أَبِى النَّضْرِ
مَوْلَى عُمَرَ بْنِ عُبَيْدِ اللهِ عَنْ بُسْرِ بْنِ سَعِيْدٍ أَنَّ زَيْدَ بْنِ
خَالِدٍ الْجُحانِيَّ أَرْسَلَهُ إِلَى أأبِيْ يَسْأَلُهُ مَاذَا سَمِعَ رَسُوْلِ
اللهِ a فِىْ الْمَارِّبَيْنَ يَدَيِ الْمُسَلِّيْ فَقَالَ أَبُوْ
جُهَيْمٍ قَالَ رَسُوْلُ اللهِa لَوْيَعْلَمُ الْمَارُّ بَيْنَ يَدَيِ الْمُصَلِّي مَاذَا
عَلَيْهِ لَكَانَ أَنْيَقِفَ أَرْبَعِيْنَ خَيْرُ لَهُ مِنْ أَنْ يَمُرَّ بَيْنَ
يَدَيهِ قَالَ أَبُوْ النَّضْرِ لَا أَدْرِيْ قَالَ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا
أَوْشَهْرًا أَوْ سَنَةً.
Dari Abu Nadhr, Maula Umar bin
Abdullah (Mungkin yang benar adalah Maula Ibnu Umar r.a- Wayer) dari Busr bin
Sa'id, bahwasannya Zaid bin Khalid al- Juhani pernah mengutusnya kepada Abu
Juhaim untuk menanyakan Hadits yang pernah ia dengar dari Rasulullah a tentang seseorang yang lewat di depan orang yang shalat.
Abu Juhaim berkata: "Rasulullah a bersabda: "Seandainya orang yang lewat di depan
orang shalat itu mengetahui dosanya, pasti lebih baik baginya berdiri selama
empat puluh lamanya". Abu Nadhr berkata "Aku tidak mengetahui, apakah
beliau a bersabda: "Empat puluh hari, bulan ataukah
tahun" (HR. Bukhari No. 510, Muslim dan Abu Dawud No. 701; Isnad : Shahih)
إِذَاصَلَّى أَحَدُكُمْ
إِلَى شَيْءٍ يَسْتُرُهُ مِنَ النَّاسِ فَأَرَادَ أَحَدٌ أَنْ يَجْتَازَ بَيْنَ يَدَيْهِ
فَلْيَدْفَعْهُ، فَإِنْ أَبَى فَلْيُقَاتِلْهُ فَإِنَّمَا هُوَ شَيْطَانٌ.
"Apabila salah seorang di
antara kamu shalat tanpa ada sesuatu yang menhalanginya dari manusia lalu ada
seseorang yang hendak lewat didepannya, maka hendaklah ia mendorongnya. Apabila
dia menolak atau enggan, maka hendaklah ia memeranginya karena sesungguhnya ia
adalah syaithan". (HR. Bukhari No. 509)
Adapun
Hadits tentang menjadikan garis sebagai sutrah adalah dha'if. Telah didha'ifkan
oleh Sufyan bin Uyainah, asy-Syafi'i, al-Baghawy dan lainnya. Ad-Daruquthni
berkata: "Tidak sah dan tidak tetap." Asy-Syafi'i berkata dalam Sunan
Harmalah: "Seorang yang shalat tidak boleh membuat garis di depannya,
kecuali ada hadits yang tetap tentang hal itu, maka hadits itu diikuti."
Imam
Malik telah berkata dalam Kitab al-Mudawanah: "Garis itu
bathil." Dan hadits itu telah dilemahkan oleh ulama yang datang di masa
akhir, seperti Ibnu Shalah, an-Nawawi, al-Iraqi serta yang lainnya.[Lihat:
Tamamul Minnah (hlm. 300-302), Ahkam as-Sutrah (hlm. 98-102), Syarah an-Nawawi
atas Shahih Muslim (kitab al- Minhaj) Juz 4 hal. 216, Tahdzib at-Tahdzib (12/
199), Tarjamah (Abi 'Amr bin Muhammad bin Harits]
Dalam shalat berjama'ah, makmum itu tidak
wajib membuat sutrah, sebab sutrah dalam shalat berjama'ah itu terletak pada
sutrahnya imam
Janganlah seseorang beranggapan, bahwa
setiap orang yang shalat (dalam shalat berjama'ah) sutrahnya itu adalah orang
yang shalat yang ada di depannya. Sesungguhnya hal itu tidak ada pada shaf yang
pertama, sehingga dengan demikian mengharuskan melakukan pencegahan terhadap
orang yang lewat di hadapannya. Sedangkan dalil yang ada menyelisihi hal
tersebut, yaitu:
Dari Ibnu 'Abbas, dia berkata: "Saya
dan Fudhail datang dengan mengendarai keledai betina dan Rasulullah aberada di Arafah. Maka kami
melewati sebagian shaf, kemudian kami turun dan kami tinggalkan keledai itu
merumput. Lalu kami masuk shalat bersama Rasulullah a. Setelah itu beliau atidak berkata sepatah kata pun
kepada kami."[HR. Muslim no. 504]
Dalam satu riwayat: "Sesungguhnya
keledai betina itu melewati di depan sebagian shaf yang pertama."[
HR. Bukhari no. 1857]
Ketika Ibnu 'Abbas dan Fudhail di atas
keledai betina lewat di depan shaf yang pertama, tidak ada satupun sahabat yang
menolak keduanya dan keledai betina itupun juga tidak ditolak, kemudian tidak
ada seseorang yang mengingkari mereka atas perbuatannya tersebut, demikian pula
Nabi a
Jika ada seseorang yang berkata:
"Mungkin Nabi a. Tidak mengetahui yang demikian
itu!!"
Maka dikatakan kepadanya: "Jika Nabi
a tidak
melihat kepada keduanya dari sampingnya, maka beliau melihat keduanya dari
belakangnya. Sesungguhnya beliau a bersabda:
هَلْ
تَرَوْنَ قِبْلَتِي هَا هُنَا، فَوَاللهِ لاَ يَخْفَى عَلَيَّ
خُشُوْعَكُمْ
وَلاَ رُكُوْعَكُمْ، فَإِنِّي لأَرَاكُمْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِي
"Apakah kalian melihat kiblatku di
sini, demi Allah kekhusyu'an dan ruku' kalian tidak ada yang tersembunyi
bagiku. Sesungguhnya saya melihat kalian dari belakang punggungku."[HR.
Bukhari no. 418 dan 471]
Ibnu Abdil Bar berkata: "Hadits Ibnu
'Abbas ini memberi kekhususan kepada hadits Abu Sa'id: "Jika ada salah
seorang dari kalian shalat, maka janganlah dia membiarkan seseorang melewati di
depannya," yang demikian itu khusus bagi imam dan orang yang shalat
sendirian. Adapun untuk makmum, orang yang lewat didepannya tidak
membahayakannya, berdasarkan hadits Ibnu 'Abbas ini."
Selanjutnya dia (Ibnu Abdil Bar) berkata:
"Tidak ada perselisihan di antara para ulama terhadap perkara ini."[Lihat
Kitab Fathul Baari (1/ 572).]
Dari sini bisa diketahui:
"Sesungguhnya shalat berjama'ah adalah seseorang shalat dengan beberapa
orang, bukannya shalat dengan jumlah orang yang ada di dalamnya. Oleh karena
itu shalat jama'ah tersebut cukup dengan satu sutrah. Kalau shalat berjama'ah
itu pengertiannya beberapa shalat, tentunya setiap orang yang ada di dalamnya
butuh sutrah."[ Lihat Kitab Faidhul Qadir (2/ 77).]
Adapun anak-anak yang belum baligh, maka
hukum melintas didepan orang shalat tidaklah berdosa dan shalat tidak
terganggu, sebab seorang yang belum baligh padanya tidak diberikan beban
syari’at.
Demikianlah pembahasan mengenai sutroh,
semoga menjadi tarbiyah bagi kita semua sehingga kita terhindar dari
kesalahan-kesalahan baik bagi kita yang melaksanakan shalat ataupun melintas didepan
orang yang sedang shalat karena besarnya dosa yang akan ditanggungnya, demikian
semoga bermanfaat bagi ana dan pembaca sekalian di dunia dan aakhirat, Wallahu
Ta’ala a’lam bish Showaab.
سُبْحَانَكَ
اللّٰهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لَاإِلهَ إِلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ
إِلَيْكَ وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمْ
وَآخِرُ دَعْوَانَا عَنِ الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَلَمِيْنَ.
وَسَّلَمُ عَلَيْكُمْ
وَرَحْمَةُ اللهِ وَ بَرَكَاتُهُ
Kendari,
10 Februari 2012
Wayer
Haris Sauntiri, S.T
Muroja’ah/Referensi
dalam penulisan artikel ini:
1. Kitab
Fathul Baary Syarh Shahihil Bukhori Karya al- Hafidz Ibnu Hajar al- Asqalany
asy- Syafi’i Rahimahulloh.
2. Kitab
Ahkam as- Sutroh Karya Syaikh Mashur bin Hasan as- Salman Hafizhohulloh
3. Shahih
Sunan Abu Dawud; Tahqiq Syaikh Muh Nashiruddin al- Albany Rahimahulloh
4. Shahih
Muslim Karya Imam Muslim al- Hajaj Rahimahulloh
5. Shahih
Bukhari Karya Imam Isma’il Al- Bukhori Rahimahulloh.
6. Kitab
Tamaamul Minnatu Fii Ta'liiqi 'Alaa Fiqhus Sunnah Karya Syaikh Nashiruddin al-
Albany Rahimahulloh.
7. Artikel-artikel
lain yang membahas permasalahan sutroh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar