Senin, 05 Maret 2012

Penjelasan seputar Sutroh (Pembatas) dalam shalat.

Oleh    : Wayer  Haris Sauntiri, S.T

اَسَّلَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
إِنَّ الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ ) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ() يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا() يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا () يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا(  أما بعد... فإن أصدق الحديث كتاب الله وخير الهدي  هدي محمد صلي الله عليه وسلم وشر الأمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة وكل ضلالة في النار
Amma ba’du,
Pada e- book Petunjuk Shalat Praktis Shalat sesuai Tuntunan Nabi a, yang telah saya tulis beberapa waktu yang lqlu, saya menyebutkan tentang sunnahnya Sutroh (Pembatas) bagi orang yang hendak melakukan Shalat namun dikarenakan, masih terbatasnya literatur  kami pada waktu itu, maka pembahasan mengenai mengenai sutroh hanya kami sertakan dalil seadanya, sehingga dengan senantiasa menharap ridha dan ma’uunah Allah Azza wa Jalla, pada kesempatan ini kami turunkan dalil-dalil tentang perintah dan cara ber- sutroh serta ancaman bagi orang yang lewat di depan orang yang sedang shalat. Sehingga kita dapat semakin memahami pentingnya sutrah didalam shalat.
A.  Perintah Menggunakan Sutroh dalam Shalat.
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ إِلَى سُتْرَةِ فَلْيَدْنُ مِنْهَا لَا يَقْطَعُ الشَّيْطَانُ عَلَيْهِ صَلَاتَهُ.
"Apabila salah seorang diantara kalian shalat (hendaklah) menghadap sutrah (pembatas), hendaklah ia mendekati (sutrah) agar shalatnya tidak di putus oleh Syaithan." (HR. Abu Dawud).
B.   Alasan kenapa harus menggunakan Sutroh ??
Yang menjadi dasar di syariatkannya sutroh dalam Shalat, adalah apabila lewat didepan orang yang sedang shalat  anjing hitam,  keledai dan wanita, sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut:
عَنْ أَبِىْ ذَرِّ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ a : يَقْطَعُ صَلَاةَ الرَّجُلِ إِذَا لَمْ يَكُنْ بَيْنَ يَدَيْهِ قَيْدُ آخِرَةِ الرَّحْلِ الْحِمَارِ، وَالْكَلْبِ الْأَسْوَدِ، وَالْمَرْأَةِ
"Dari Abu Dzar E, dia berkata: "Rasulullah a bersabda: "Yang dapat memutuskan (Membatalkan) shalat seseorang, apabila di depannya tidak terdapat pembatas setinggi ujung pelana unta, adalah keledai, anjing hitam dan wanita" (HR. Muslim dan Abu Dawud No. 702; Isnad Shahih).
Dalam hadits yang akan kami sebutkan kemudian, terdapat hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW, shalat di rumahnya, sementara Aisyah dalam keadaan tidur didepannya:
عَنْ عَئِشَةَ قَالَتْ: أَعَدَلْتُمُوْنَ بِالْكَلْبِ وَالْحِمَارِ؟. لَقَدْ رَأَيْتُنِيْ مُضْطَجِعَةً عَلَى السَّرِيْرِ فَيَجِيْءُ النَّبِيُّ a  فَيَتَوَسَّطُ السَّرِيْرِ فَيُصَلِّيْ، فَأَكْرَهُ أَنْ أُسَنِّحَهُ فَأَنْسَلُّ مِنْ قِبَلِ رِجْلَيِّ السَّرِيْرِ حَتَّي أَنْسَلَّ مِنْ لِحَافِىْ.
"Dari Aisyah I, dia berkata: "Apakah kalian menyamakan kami dengan anjing dan khimar?, sungguh aku telah menyaksikan diriku berbaring diatas tempat tidur, lalu Nabi a datang kemudian mengambil posisi pertengahan tempat tidur kemudian shalat. Akupun tidak suka terlihat didepannya, maka aku turun perlahan dari arah kedua kaki tempat tidur, kemudian aku keluar dari selimutku". (HR. Bukhari No. 508).
Dan  untuk mengkompromikan hadits-hadits tersebut dapat dibuat suatu kesimpulan sebagai berikut:
1.       Dikatakan membatalkan shalat bila Seorang wanita yang lewat didepan orang yang shalat tanpa menghadap sutroh (pembatas), sementara bila wanita tersebut tidak melintas (hanya berdiam diri) maka ia tidak termasuk dalam hadits yang membatalkan shalat.
2.      Adapun untuk Keledai dan Anjing hitam, karena tidak adanya hadits yang membatalkan hukumnya, maka hukumnya dikembalikan pada hukum asalnya, yakni memutuskan (membatalkan) shalat seseorang yang tidak menggunakan sutroh (Pembatas) dalam shalatnya, apakah hewan itu diam ataupun melintas.
3.      Adapun anggapan beberapa ulama’ yang dikatakan dengan melintasnya wanita dapat membatalkan shalat adalah karena terganggunya ke khusu’an dalam shalat, namun bila kita melihat dari Dzahir hadits-hadits lain tentang sutroh, yakni dengan cukup menancapkan tombak, maka pendapat ini terbantahkan, sebab tidak mungkin seseorang yang sedang shalat dibelakang sutroh tidak dapat melihat sesuatu yang melintas didepannya, Wallahu Ta’ala A’lam
C.   Bagaimana Kaifah bersutroh ?.
وَقَالَ عُمَرُ: الْمُصَلُّوْنَ أَحَقَّ بِا اسَّوَارِيْ مِنَ الْمُتَحَدِّثِيْنَ إِلَيْهَا. وَرَأَى عُمَرُ رَجُلًا يُصَلِّيْ بَيْنَ أُسْطُوَ انَتَيْنَ فَأَدْنَاهُ إِلَى سَارِيَةٍ فَقَالَ: صَلِّىْ إِلَيْهَا.
Umar berkata: "Orang-orang shalat lebih berhak terhadap tiang dari pada orang-orang yang bercerita padanya". Umar melihat seorang laki-laki shalat diantara dua tiang, maka beliau mendekatkan orang itu kepada salah satu tiang, seraya berkata: "Sholatlah menghadapnya" (HR. Bukhari; Fathul Baari III hal. 275)
عَنْ يَزِيْدِ بْنِ أَبِيْ عُبَيْدٍ قَالَ: كُنْتُ آتِيْ مَعَ سَلَمَةَ بْنِ الْأَكْوَعِ فَيُصَلِّيْ عِنْدَ الْأُسْطُوَ انَهُ الَّتِيْ عِنْدَ الْمُصْحَفِ، فَقُلتُ: أَبَا مُسْلِمٍ أَرَاكَ تَتَحَرَّى الصَّلَاةَ عِنْدَ هَذِهِ الْأُسْطُوَانَهُ قَالَ: فَإِنِّى رَأَيتُ النَّبِيِّ  يَتَحَرَّى الصَّلَاةَ عِنْدَهَا.
"Dari Yazid bin Abu Ubaid, dia berkata: "Aku pernah datang kepada Salamah bin al- Akwa', maka dia shalat di tiang yang ada mushafnya. Aku berkata: "Wahai Abu Muslim, aku melihat engkau sengaja memilih shalat di tiang ini". Dia berkata: "Sesungguhnya aku melihat Nabi a sengaja shalat di sisinya" (HR. Bukhari No. 502; Fathul Baary JUz III hal. 275)
عَنْ أَنَسِ بْنُ مَالِكٍ قَالَ: لَقَدْ رَأَيْتُ أَصْحَابِ النَّبِيِّa يَبْتَدِرُوْنَ السَّوَارِيَ عِنْدَ الْمَغْرِبِ. وَزَادَ شُعْبَةُ عَنْ عَمْرٍو عَنْ أَنَسٍ حَتَّى ياخْرُجَ النَّبِيُّ a.
“Dari Anas bin Malik E, dia berkata: "Sungguh aku telah melihat para sahabat senior Nabi a bersegera mendatangi tiang-tiang pada waktu maghrib." Syu'bah menambahkan dari Amr, dari Anas, : "Hingga Nabi a keluar" (HR. Bukhari No. 503).
Bentuk-bentuk Sutroh
1.       Sutroh dapat berupa tombak/kayu/tiang atau sejenisnya yang setinggi Pelana Unta
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ النَّبِيِّ  a كَانَ يُرْكَزُ لَهُ الْحَرْبَةُ.
"Dari Abdullah bin Umar E bahwa Nabi a biasa menancapkan tombak, lalu beliau shalat menghadapnya" (HR. Bukhari No. 498; Fathul Baari III hal. 272)
Dari  Thalhah, dia berkata: Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- bersabda:
إِذَا وَضَعَ أَحَدُكُمْ بَيْنَ يَدَيْهِ مِثْلَ مُؤَخِّرَةِ الرَّحْلِ، فَلْيُصَلِّ، وَلاَ يُبَالِي مَنْ مَرَّ وَرَاءَ ذَلِكَ
"Jika salah seorang dari kalian telah meletakkan tiang setinggi pelana di hadapannya, maka hendaklah ia shalat dan janganlah ia memperdulikan orang yang ada di belakangnya."[HR Muslim dalam Shahih-nya no. 499]
Dari 'A`isyah -radhiyallahu 'anha-, dia berkata: "Pada waktu perang Tabuk Rasulullah a ditanya tentang sutrahnya orang yang shalat, maka beliau menjawab: "Tiang setinggi pelana."[HR. Muslim di dalam Shahih-nya no. 500]
Dan dari Abu Dzar, dia berkata: Rasulullah a bersabda:
إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ يُصَلِّي، فَإِنَّهُ يَسْتُرُهُ إِذَا كَانَ بَيْنَ يَدَيْهِ مِثْلَ آخِرَةِ الرَّحْلِ، فَإِذَا لَمْ يَكُنْ بَيْنَ يَدَيْهِ مِثْلَ آخِرَةِ الرَّحْلِ. فَإِنَّهُ يَقْطَعُ صَلاَتَهُ الْحِمَارُ وَالمَرْأَةُ وَالْكَلْبُ اْلأَسْوَدِ
"Jika salah seorang dari kalian berdiri melakukan shalat, maka sesungguhnya dia telah tertutupi jika di hadapannya ada tiang setinggi pelana. Jika tidak ada tiang setinggi pelana di hadapannya, maka shalatnya akan diputus oleh keledai atau perempuan atau anjing hitam."[HR. Muslim di dalam Shahih-nya no. 510]
2.      Sutroh Setinggi tombak tombak kecil.
عَنْ عَوْنِ بْنِ أَبِىْ جُحَيْفَةَ قَالَ: سَمِعْتُ أَبِىْ قَالَ: خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْهَاجِرَةِ، فَأُتِيَ بِوَضُوْءٍ فَتَوَضَّأَ فَصَلَّى بِنَا الظُّهْرَ وَ الْعَصْرَ وَبَيْنَ يَدَيْهِ عَنَزَةٌ وَالْمَرْأَةُ وَ الْحِمَارُ يَمُرُّوْنَ مِنْ وَرَائِهَا.
"Dari 'Aun bin Abu Juhaifah, dia berkata: "Aku mendengar bapakku berkata: "Rasulullah a keluar kepada kami pada tengah hari. Lalu dibawakan tempat wudhu, maka beliau berwudhu dan shalat Zhuhur serta Ashar dengan mengimami kami. Sementara di hadapannya ada (ditancapkan) tombak kecil, dan wanita serta himar (keledai) lewat dari belakang tombak kecil tersebut" (HR. Bukhari No. 499 Fathul Baary III hal. 272).
3.      Sutroh dengan orang yang sedang duduk; dalilnya adalah:
Dari Nafi', dia berkata: "Bahwasanya Ibnu 'Umar jika tidak mendapati jalan menuju ke salah satu tiang dari tiang-tiang masjid, dia berkata kepadaku: "Palingkan punggungmu untukku."[Atsar Riwayat. Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf (1/ 279), dengan sanad shahih.]
4.      Sutroh dengan sesuatu yang disusun berupa batu/kayu atau selainnya
Salamah bin al-Akwa` menegakkan batu-batu di tanah, ketika dia hendak shalat, dia menghadap kepadanya.[ Atsar Riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf (1/ 278).]
D.   Dosa dan ancaman bagi orang yang lewat atau melintas di depan orang yang sedang shalat.
عَنْ أَبِى النَّضْرِ مَوْلَى عُمَرَ بْنِ عُبَيْدِ اللهِ عَنْ بُسْرِ بْنِ سَعِيْدٍ أَنَّ زَيْدَ بْنِ خَالِدٍ الْجُحانِيَّ أَرْسَلَهُ إِلَى أأبِيْ يَسْأَلُهُ مَاذَا سَمِعَ رَسُوْلِ اللهِ a فِىْ الْمَارِّبَيْنَ يَدَيِ الْمُسَلِّيْ فَقَالَ أَبُوْ جُهَيْمٍ قَالَ رَسُوْلُ اللهِa لَوْيَعْلَمُ الْمَارُّ بَيْنَ يَدَيِ الْمُصَلِّي مَاذَا عَلَيْهِ لَكَانَ أَنْيَقِفَ أَرْبَعِيْنَ خَيْرُ لَهُ مِنْ أَنْ يَمُرَّ بَيْنَ يَدَيهِ قَالَ أَبُوْ النَّضْرِ لَا أَدْرِيْ قَالَ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا أَوْشَهْرًا أَوْ سَنَةً.
Dari Abu Nadhr, Maula Umar bin Abdullah (Mungkin yang benar adalah Maula Ibnu Umar r.a- Wayer) dari Busr bin Sa'id, bahwasannya Zaid bin Khalid al- Juhani pernah mengutusnya kepada Abu Juhaim untuk menanyakan Hadits yang pernah ia dengar dari Rasulullah a tentang seseorang yang lewat di depan orang yang shalat. Abu Juhaim berkata: "Rasulullah a bersabda: "Seandainya orang yang lewat di depan orang shalat itu mengetahui dosanya, pasti lebih baik baginya berdiri selama empat puluh lamanya". Abu Nadhr berkata "Aku tidak mengetahui, apakah beliau a bersabda: "Empat puluh hari, bulan ataukah tahun" (HR. Bukhari No. 510, Muslim dan Abu Dawud No. 701; Isnad : Shahih)
إِذَاصَلَّى أَحَدُكُمْ إِلَى شَيْءٍ يَسْتُرُهُ مِنَ النَّاسِ فَأَرَادَ أَحَدٌ أَنْ يَجْتَازَ بَيْنَ يَدَيْهِ فَلْيَدْفَعْهُ، فَإِنْ أَبَى فَلْيُقَاتِلْهُ فَإِنَّمَا هُوَ شَيْطَانٌ.
"Apabila salah seorang di antara kamu shalat tanpa ada sesuatu yang menhalanginya dari manusia lalu ada seseorang yang hendak lewat didepannya, maka hendaklah ia mendorongnya. Apabila dia menolak atau enggan, maka hendaklah ia memeranginya karena sesungguhnya ia adalah syaithan". (HR. Bukhari No. 509)
Adapun Hadits tentang menjadikan garis sebagai sutrah adalah dha'if. Telah didha'ifkan oleh Sufyan bin Uyainah, asy-Syafi'i, al-Baghawy dan lainnya. Ad-Daruquthni berkata: "Tidak sah dan tidak tetap." Asy-Syafi'i berkata dalam Sunan Harmalah: "Seorang yang shalat tidak boleh membuat garis di depannya, kecuali ada hadits yang tetap tentang hal itu, maka hadits itu diikuti."
Imam Malik telah berkata dalam Kitab al-Mudawanah: "Garis itu bathil." Dan hadits itu telah dilemahkan oleh ulama yang datang di masa akhir, seperti Ibnu Shalah, an-Nawawi, al-Iraqi serta yang lainnya.[Lihat: Tamamul Minnah (hlm. 300-302), Ahkam as-Sutrah (hlm. 98-102), Syarah an-Nawawi atas Shahih Muslim (kitab al- Minhaj) Juz 4 hal. 216, Tahdzib at-Tahdzib (12/ 199), Tarjamah (Abi 'Amr bin Muhammad bin Harits]
Dalam shalat berjama'ah, makmum itu tidak wajib membuat sutrah, sebab sutrah dalam shalat berjama'ah itu terletak pada sutrahnya imam
Janganlah seseorang beranggapan, bahwa setiap orang yang shalat (dalam shalat berjama'ah) sutrahnya itu adalah orang yang shalat yang ada di depannya. Sesungguhnya hal itu tidak ada pada shaf yang pertama, sehingga dengan demikian mengharuskan melakukan pencegahan terhadap orang yang lewat di hadapannya. Sedangkan dalil yang ada menyelisihi hal tersebut, yaitu:
Dari Ibnu 'Abbas, dia berkata: "Saya dan Fudhail datang dengan mengendarai keledai betina dan Rasulullah aberada di Arafah. Maka kami melewati sebagian shaf, kemudian kami turun dan kami tinggalkan keledai itu merumput. Lalu kami masuk shalat bersama Rasulullah a. Setelah itu beliau atidak berkata sepatah kata pun kepada kami."[HR. Muslim no. 504]
Dalam satu riwayat: "Sesungguhnya keledai betina itu melewati di depan sebagian shaf yang pertama."[ HR. Bukhari  no. 1857]
Ketika Ibnu 'Abbas dan Fudhail di atas keledai betina lewat di depan shaf yang pertama, tidak ada satupun sahabat yang menolak keduanya dan keledai betina itupun juga tidak ditolak, kemudian tidak ada seseorang yang mengingkari mereka atas perbuatannya tersebut, demikian pula Nabi a
Jika ada seseorang yang berkata: "Mungkin Nabi a. Tidak mengetahui yang demikian itu!!"
Maka dikatakan kepadanya: "Jika Nabi a tidak melihat kepada keduanya dari sampingnya, maka beliau melihat keduanya dari belakangnya. Sesungguhnya beliau a bersabda:
هَلْ تَرَوْنَ قِبْلَتِي هَا هُنَا، فَوَاللهِ لاَ يَخْفَى عَلَيَّ خُشُوْعَكُمْ وَلاَ رُكُوْعَكُمْ، فَإِنِّي لأَرَاكُمْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِي
"Apakah kalian melihat kiblatku di sini, demi Allah kekhusyu'an dan ruku' kalian tidak ada yang tersembunyi bagiku. Sesungguhnya saya melihat kalian dari belakang punggungku."[HR. Bukhari no. 418 dan 471]
Ibnu Abdil Bar berkata: "Hadits Ibnu 'Abbas ini memberi kekhususan kepada hadits Abu Sa'id: "Jika ada salah seorang dari kalian shalat, maka janganlah dia membiarkan seseorang melewati di depannya," yang demikian itu khusus bagi imam dan orang yang shalat sendirian. Adapun untuk makmum, orang yang lewat didepannya tidak membahayakannya, berdasarkan hadits Ibnu 'Abbas ini."
Selanjutnya dia (Ibnu Abdil Bar) berkata: "Tidak ada perselisihan di antara para ulama terhadap perkara ini."[Lihat Kitab Fathul Baari (1/ 572).]
Dari sini bisa diketahui: "Sesungguhnya shalat berjama'ah adalah seseorang shalat dengan beberapa orang, bukannya shalat dengan jumlah orang yang ada di dalamnya. Oleh karena itu shalat jama'ah tersebut cukup dengan satu sutrah. Kalau shalat berjama'ah itu pengertiannya beberapa shalat, tentunya setiap orang yang ada di dalamnya butuh sutrah."[ Lihat Kitab Faidhul Qadir (2/ 77).]
Adapun anak-anak yang belum baligh, maka hukum melintas didepan orang shalat tidaklah berdosa dan shalat tidak terganggu, sebab seorang yang belum baligh padanya tidak diberikan beban syari’at.
Demikianlah pembahasan mengenai sutroh, semoga menjadi tarbiyah bagi kita semua sehingga kita terhindar dari kesalahan-kesalahan baik bagi kita yang melaksanakan shalat ataupun melintas didepan orang yang sedang shalat karena besarnya dosa yang akan ditanggungnya, demikian semoga bermanfaat bagi ana dan pembaca sekalian di dunia dan aakhirat, Wallahu Ta’ala a’lam bish Showaab.
سُبْحَانَكَ اللّٰهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لَاإِلهَ إِلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمْ وَآخِرُ دَعْوَانَا عَنِ الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَلَمِيْنَ.
وَسَّلَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَ بَرَكَاتُهُ
Kendari, 10 Februari 2012
Wayer Haris Sauntiri, S.T
Muroja’ah/Referensi dalam penulisan artikel ini:
1.       Kitab Fathul Baary Syarh Shahihil Bukhori Karya al- Hafidz Ibnu Hajar al- Asqalany asy- Syafi’i Rahimahulloh.
2.      Kitab Ahkam as- Sutroh Karya Syaikh Mashur bin Hasan as- Salman Hafizhohulloh
3.      Shahih Sunan Abu Dawud; Tahqiq Syaikh Muh Nashiruddin al- Albany Rahimahulloh
4.      Shahih Muslim Karya Imam Muslim al- Hajaj Rahimahulloh
5.      Shahih Bukhari Karya Imam Isma’il Al- Bukhori Rahimahulloh.
6.      Kitab Tamaamul Minnatu Fii Ta'liiqi 'Alaa Fiqhus Sunnah Karya Syaikh Nashiruddin al- Albany Rahimahulloh.
7.      Artikel-artikel lain yang membahas permasalahan sutroh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar