Masalah batal atau
tidaknya wudhu' seorang laki-laki yang menyentuh wanita memang diperselisihkan
di kalangan ahlul ilmi. Ada diantara mereka yang berpendapat membatalkan wudhu'
seperti Imam Az-Zuhri, Asy-Sya'bi, Imam asy- Syafi’i, Imam
Ahmad dan
yang lainnya. Akan tetapi pendapat sebagian besar ahlul ilmi, di antaranya Ibnu
Jarir, Ibnu Katsir, Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah, Syaikh al- Albany, Syaikh Muqbil dan
lain-lain. Dan ini adalah pendapat yang rajih (kuat) dalam permasalahan ini di
tinjau dari sisi pendalilan Hadits maupun al- Qur’an sebagaiamana yang di
tafsirkan oleh para sahabat Radiyallahu Ta’ala ‘Anhu adalah tidak batal wudhu'
seseorang yang menyentuh wanita. Wallahu ta'ala a'lam bish-shawab.
Berikut penjelasan Syaikh Muqbil Rahimahullah dalam Kitabnya
Ijabatus Sa-il hal. 32-33 yang kemudian kami berikan padanya tambahan teks Arab
bagi hadits-haditsnya (Karena terjemahan yang sampai pada kami tidak disertai
teks Arab), juga saya tambahkan beberapa hadits penunjang yang semakin
memperkuat dalil tidak batalnya seseorang menyentuh wanita. Berikut adalah
perkataan Syaikh Muqbil Rahimahullah:
Beliau ditanya: "Apakah menyentuh wanita membatalkan wudlu', baik itu
menyentuh wanita ajnabiyah (bukan mahram), istrinya ataupun selainnya?"
Maka beliau menjawab: "Menyentuh wanita ajnabiyah adalah perkara
yang haram, dan telah diriwayatkan dari Ma'qal bin Yasar radliyallahu 'anhu
ia mengatakan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
لأَنْ يُطْعِنَ فِي
رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطِ مِنْ حَدِيْدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمُسَّ امْرَأَةً
لاَ تَحِلُّ
“Sungguh salah seorang dari
kalian ditusuk jarum dari besi di kepalanya lebih baik baginya daripada
menyentuh wanita yang tidak halal baginya”
(HR. Ar- Ruyani dalam Kitab Musnadnya dan at- Thobroni dalam Kitab
Mu’jamnya, Al- Hafidz al- Mundziri dalam Kitab at- Tarhiib wat Targhiib Juz 3
hal. 66, Baihaqy, Syaikh Al- Albany mengatakan bahwa Sanad Hadits Ini adalah Jayyid
(bagus); Ash- Shohiihah No. 226) – Ctt: Syaikh Muqbil mengatakan bahwa hadits
ini di riwayatkan oleh Imam at- Thobrony; adapun tambahan riwayat yang lainnya
berasal dari kami, yang kami ambil dari Kitab as- Shohiihah.
حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ مَنْصُورٍ
أَخْبَرَنَا أَبُو هِشَامٍ الْمَخْزُومِيُّ حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ حَدَّثَنَا
سُهَيْلُ بْنُ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنْ
الزِّنَا مُدْرِكٌ ذَلِكَ لَا مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ
وَالْأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الِاسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلَامُ
وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى
وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
“Telah menceritakan kepada kami Ishaq
bin Manshur telah mengabarkan kepada kami Abu Hisyam Al Makhzumi
telah menceritakan kepada kami Wuhaib telah menceritakan kepada kami Suhail
bin Abu Shalih dari bapaknya dari Abu Hurairah dari
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Sesungguhnya manusia itu telah ditentukan nasib
perzinaannya yang tidak mustahil dan pasti akan dijalaninya. Zina kedua mata
adalah melihat, zina kedua telinga adalah mendengar, zina lidah adalah
berbicara, zina kedua tangan adalah menyentuh, zina kedua kaki adalah
melangkah, dan zina hati adalah berkeinginan dan berangan-angan, sedangkan
semua itu akan ditindak lanjuti atau ditolak oleh kemaluan."
(HR.Bukhari No. 5774, Muslim No. 4802, Abu Dawud No. 1840, Imam Ahmad dalam
Musnadnya Juz. 2 Hal. 276, 317, 329, 343, 344, 349, 372, 379, 411, 431, 535 dan
536).
Maka dari sini diketahui bahwa menyentuh wanita ajnabiyah tanpa keperluan
tidak diperbolehkan. Adapun bila ada keperluan seperti seseorang yang menjadi
dokter atau wanita itu sendiri adalah dokter, yang tidak didapati dokter lain
selain dia, dan untuk suatu kepentingan, maka hal ini tidak mengapa, namun
tetap disertai kehati-hatian yang sangat dari fitnah.
Mengenai masalah
membatalkan wudhu' atau tidak, maka menyentuh wanita tidak membatalkan wudhu'
menurut pendapat yang benar dari perkataan ahlul ilmi. Orang yang berdalil
dengan firman Allah 'azza wa jalla : “Atau
kalian menyentuh wanita”
Maka sesungguhnya yang dimaksud menyentuh di sini adalah jima' sebagaimana
dikatakan oleh Ibnu Abbas radliyallahu 'anhuma. Sebagai mana yang disebutkan
oleh Imam Ibnu Katsir dan Ibnu Jarir ath- Thobary dalam tafsir mereka sebagai
berikut:
Ibnu Abi Hatim mengatakan, telah bercerita kepada kami Abu Sa'id Al- Asyaj,
dari Waki' dari Sufyan dari Abu Ishaq dari Ibnu Abbas (Abdullah bin Abbas) ra,
sehubungan dengan firman Allah:
أَوْ لامَسْتُمُ النِّسَاءَ
"Atau kalian telah menyentuh wanita". (An- Nisaa: 43).
Bahwa yang dimaksud dengan lamastum dalam ayat ini adalah persetubuhan/
Jima’.
Hal ini juga telah diriwayatkan dari Ali, Ubay bin Ka'ab, Mujahid, Thawus,
al- Hasan, Ubaid Ibnu Umair, Sa'id ibnu Jubair, Asy- Sya'bi, Qatadah dan
Muqatil ibnu Hayyan hal semisal.
Ibnu Jarir ath- Thobari mengatakan,
telah menceritakan kepadaku Humaid ibnu Mas'adah, dari Yazid ibnu Zurai', dari
Syu'bah, dari Bisyr, dari Sa'id ibnu Jubair yang menceritakan bahwa mereka
memicarakan masalah al-lams, maka sebagian orang dari kalangan bekas-bekas
budak mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al-lams adalah persentuhan bukan
persetubuhan, lalu sejumlah orang arab mengatakan al- lams adalah persetubuhan.
Kemudian aku (Sa'id ibnu Jubair) menemui Ibnu Abbas dan menanyakan maslah
itu padanya, maka beliau mengatakan lams, al-mass dan al-
mubasyarah artinya persetubuhan, tetapi Allah mengungkapkannya denOan
kata-kata sindiran menurut apa yang disukai-Nya".
Hal senada juga diriwayatkan dari Abdul Hamid bin Bayan, dari Ishaq al-
Azraq, Dari sufyan dari Asim al- Ahwal, dari Bikr ibnu Abdullah dari Ibnu Abbas
yang mengatakan bahwa al- mulasamah artinya adalah Jimak.
Telah diriwayatkan pula oleh Imam Bukhari di dalam Shahihnya dari 'Aisyah
radliyallahu'anha, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam shalat pada suatu malam
sementara aku tidur melintang di depan beliau. Apabila beliau akan sujud, beliau
menyentuh kakiku. Dan hal ini tidak membatalkan wudhu' Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ
اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: بِعْسَمَا عَدَلْتُمُوْ نَا بِالْكَلْبِ وَالْحِمَارِ،
لَقَدْ رَأَيْتُنِيْ وَرَسُوْلُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يُصَلِّى
وَ أَنَا مُضْطَجِعَةٌ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْقِبْلَةِ، فَإِذَا أَرَادَ أَنْ
يَسْجُدَ غَمَزَ رِجْلَيَّ فَقَبَضْتُهُمَا.
"Dari 'Aisyah r.a, dia berkata: "Sungguh buruk perbuatan kalian
yang telah menyamakan kami dengan anjing dan khimar. Sungguh aku telah melihat
diriku sementara Rasulullah SAW shalat dan aku berbaring di antara beliau
dengan kiblat. Apabila beliau hendak sujud, beliau meraba kedua kakiku, maka
akupun menari dan menekuknya" (HR. Bukhari No. 519)
Kemudian Hadits:
عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ
صَلَي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ أَنَّهَا قَالَتْ: كَنْتُ أَنَامُ بَيْنَ يَدَيْ رَسُوْلِ
اللهِ صَلَي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ وَرِجْلَايَ فِيْ قِبْلَتِهِ، فَإِذَا سَجَدَ
غَمَزَنِيْ فَقَبَضْتُ رِجْلَيَّ، فَإِذَا قَامَ بَسَطْتُهُمَا.
“Dari 'Aisyah -istri Nabi saw- dia berkata: "Aku biasa tidur di
hadapan Rasulullah saw, sedang kakiku berada di arah kiblatnya. Apabila sujud,
beliau merabaku, maka aku pun menarik kedua kakiku dan apa bila beliau berdiri
aku menjulurkannya kembali" (HR. Bukhari No. 513)
Orang-orang yang mengatakan bahwa menyentuh wanita membatalkan wudhu'
berdalil dengan riwayat yang datang di dalam as-Sunan dari hadits Mu'adz bin
Jabal radliyallahu 'anhu bahwa seseorang mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam dan berkata: “Wahai Rasulullah, aku telah mencium seorang wanita”. Maka Nabi shallallahu
'alaihi wasallam terdiam sampai Allah 'azza wa jalla turunkan: “Dirikanlah shalat pada kedua tepi siang hari
dan pada pertengahan malam. Sesungguhnya kebaikan itu dapat menghapuskan
kejelekan.”
Maka Nabi shallallahu
'alaihi wasallam berkata kepadanya : “Berdirilah,
kemudian wudhu' dan shalatlah dua rakaat.”
Pertama, hadits ini
tidak tsabit (kokoh) karena :
- Hadits ini diriwayatkan dengan jalan (Sanad) 'Abdurrahman bin Abi Laila, dan dia tidak mendengar hadits ini dari Mu'adz bin Jabal, sehingga hadits ini adalah Munqothi’
- Kedua, seandainya pun hadits ini kokoh, tidak menjadi dalil bahwa menyentuh wanita membatalkan wudhu', karena bisa jadi orang tersebut dalam keadaan belum berwudhu'. Ini merupakan sejumlah dalil yang menyertai ayat yang mulia bagi orang-orang yang berpendapat membatalkan wudhu', dan engkau telah mengetahui bahwa Ibnu 'Abbas radliyallahu 'anhuma menafsirkan ayat ini dengan jima'. Wallahul musta'an.
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيِّ
صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ قَبَلَهَا وَلَمْ يَتَوَضَّأْ
"Dari 'Aisyah ra, bahwasannya
Nabi SAW pernah mencium beliau namun beliau saw tidak berwudlu" (HR. Abu
Dawud No. 178).
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ
النَّبِيِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبَّلَ امْرَأَةً مِنْ نِسَائِهِ ثُمَّ
خَرَجَ إِلَى الصَّلَاةِ وَلَمْ يَتَوَضَّأْ قَالَ عُرْوَةُ: مَنْ هِيَ إِلَّا أَنْتِ؟!
فَضَحِكَتْ.
"Dari 'Aisyah ra, bahwasannya
Nabi SAW pernah mencium salah seorang istri beliau, kemudian beliau keluar
untuk mengerjakan shalat, namun beliau saw tidak berwudlu. Urwah (bin Az-
Zubair bin Awwam r.a): "Siapakah dia kalau bukan engkau?!, maka beliau
('Aisyah) tertawa" (HR. Abu Dawud No. 179, Ibnu Majah No. 412 dan at-
Tirmidzi No. 86, al- Myskah No. 323).
Kemudian dari realita bercampurnya
laki-laki dan perempuan ketika sedang melakukan ritual haji, semisal Thowaf,
Sa’i, melontar jumrah dan lain-lain sementara mereka tidak batal wudhu’nya.
Kalaupun sekiranya hal tersebut merupakan pengecualian, maka harus ada dalil yang
menetapkan pengecualian tersebut, dan sampai saat ini, sejauh pengetahuan saya
bahwa tidak ada satupun dalil yang Tsabit dan Rajih yang menetapkan tentang ke
khususan boleh bercampurnya (dan bersentuhannya) antara laki-laki dan perempuan
kemudian masing-masing dari mereka tidak batal wudhu’ nya.
Sehingga dengan demikian
terbantahlah hujjah orang-orang yang mengatakan bahwa, menyentuh wanita adalah
membatalkan Wudhu’ sebagaimana yang diyakini oleh sebagian besar kaum muslimin,
karena dari dalil-dalil diatas justru semakin memperjelas dan memperkuat
pendapat tentang tidak batalnya menyentuh wanita baik itu mahram, Istri maupun
ajnabiyah, namunpun demikian dari dalil-dalil diatas tidak ada satupun yang
menyebutkan bolehnya bercampur baur antara laki-laki dengan wanita tanpa ada
keperluan yang sangat penting, karena pergaulan antara laki-laki dan wanita
memiliki batasan-batasan dalam syari’at, seperti perintah menundukkan pandangan
bagi laki-laki (QS. An- Nuur: 30) dan bagi Wanita (QS. An- Nuur: 31), larangan
mendekati Zina (QS. Al- Isro’: 32) serta banyak ayat dan hadits shahih yang
menyebutkan tentangnya, namun bukan tempatnya disini untuk membahasnya lebih
jauh. Insya Allah akan ana bahas pada kesempatan yang lain.
Diantara ancaman yang diberikan oleh
Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, sebagaimana yang telah di sebutkan pada
hadits- di awal pembahasan kami adalah, kepala seseorang (laki-laki) lebih baik
di tusuk jarum dari besi, dari pada menyentuh wanita yang tidak halal baginya
!!!.
Demikian, Wallahu Ta’ala a’lam bish-
Showaab
Kendari, 14 Februari 2012 –
===Wayer Haris Sauntiri, S.T===
Maraji/Referensi dalam penulisan
artikel ini:
1.
Kitab Ash- Shohiihah Jilid I (Silsilah Hadist-hadits
Shahih) Karya Syaikh. Muh. Nashiruddin al- Albany.
2.
Software Hadith Viewer Ver. 1.81 – Kumpulan Shahih
Bukhari_Muslim dan Riyadush Shalihiin Buatan Ustadz Jamaal Abdul Nasheer
3.
Shahih Bukhari karya Isma’il al- Bukhari
4.
Shahih Muslim Karya Imam Muslim bin al- Hajjaj
5.
Tafsir Ibnu Katsir – Imam Ibnu Katsir (Imam Abu Fida
Isma’il bin Katsir ad- Dimasyqi asy- Syafi’i.
6.
Fathul Baary Syarh Shahih Bukhari Jilid II Karya al-
Hafidz Ibnu Hajar al- Asqalany al- Misri asy- Syafi’i.
7.
Shahih Sunan Abu Dawud Jilid I; Tahqiq Syaikh Muh.
Nashiruddin al- Albany
8.
Shahih Sunan at- Tirmidzi Jilid I; Tahqiq Syaikh Muh.
Nashiruddin al- Albany
9.
Shahih Sunan Ibnu Majah Jilid I; Tahqiq Syaikh Muh.
Nashiruddin al- Albany
10.
Kitab Ijabatus Sa-il Karya Syaikh Muqbil bin Hadi al- Wadi’i al- Yamani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar