Oleh : Wayer Haris Sauntiri, S.T
Ketika berkunjung di pesantren yang berada dikampung kami karena satu
keperluan, yakni melakukan service komputer dan saat adzan Isya’
dikumandangkan; maka sayapun mengambil wudlu’ demi mengikuti kegiatan shalat
berjama’ah, dengan maksud meraih keutamaan shalat berjama’ah sebagaimana yang
dijanjikan oleh Rasulullah l, sebagaimana hadits berikut:
عَنْ عَبْدِ اللهُ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهَ
عَنْهُمَا; أَنَّ رَسُولَ اللهِ l قَالَ:
( صَلَاةُ اَلْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاةِ اَلْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ
دَرَجَةً ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Abdullah Ibnu Umar E bahwa Rasulullah l bersabda: "Sholat berjama'ah itu
lebih utama dua puluh tujuh derajat daripada sholat sendirian."(Muttafaq
Alaihi; Bulughul Marom No. 442)
وَلَهُمَا عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: ( بِخَمْسٍ وَعِشْرِينَ جُزْءًا )
Menurut riwayat Bukhari-Muslim dari Abu
Hurairah E: "Dua
puluh lima bagian." (Bulughul Marom No. 443)
Setelah qamat dikumandangkan, sebagai
pertanda bahwa shalat berjamaah akan dimulai, sang kiyai pun maju menjadi Imam,
dan sebagai kebiasaan/ tradisi dikalangan kaum muslimin Indonesia, sang imam
tidak pernah melakukan pemeriksaan shaf-shaf jama’ahnya, tetapi cukup
membelakangi makmum sambil berkata : “Sawwu shufufakum” dan makmum
spontan menjawab “Mustaqim Rahimakumullah ya kariim”. Sementara keadaan
shaf masih amburadul, mulai dari keadaan shaf yang sangat jarang, (seharusnya
bisa di isi 3 orang, tapi hanya di isi 2 orang) sampai shaf yang tidak
beraturan, karena bengkok seperti ular. Dan tanpa merasa terbebani, sang imam pun memulai shalat. Adapun keadaan shaf
pada waktu itu adalah; shaf pertama yang belum sepenuhnya penuh, tetapi pada
shaf kedua terdapat 3 orang makmum dengan 2 orang di samping kanan bagian tepi,
sedangkan satu orang lainnya berada ditengah tengah saf kedua, dan anehnya lagi
dengan keadaan seperti itu, ternyata ada juga yang shalat seorang diri di shaf
ketiga.
Maka didorong atas keinginan untuk
memberikan penjelasan seputar lurus dan Rapat dalam shaf shalat, khususnya
kepada kaum muslimin dikampung saya dan kaum muslimin pada umumnya, maka saya
berusaha untuk mengumpulkan hadits-hadits tentang hal tersebut dan
alhamdulillah, dengan berbagai kitab rujukan dan artikel, maka penulisan
risalah ini dapat terwujud, Walhamdulillah. Namun sebagai manusia biasa
yang tentunya tidak luput dari yang namanya salah dan lupa, maka tidak menutup
kemungkinan risalah ini banyak memiliki kekurangan dan kesalahan atau sekali
lagi kesalahan, maka bagi antum-antum yang memiliki ilmu mengenai permasalahan
ini, ana harap antum semua sudi mengoreksinya, dengan mengirim e-mail kepada
ana di: wayerharis.haris@gmail.com
insya Allah masukan antum, setelah ana periksa dengan meminta bantuan ustadz
dan masukan antum memiliki faidah, maka masukan antum akan ana tambahkan pada
koreksi tulisan ana, pada versi update artikel ini. Oh ya kalau bisa koreksinya
disertai text arab berikut takhrij Haditsnya, agar ana lebih mudah untuk
melakukan komparasi. Dan sebelum menutup pengantar ini, ada baiknya bila saya
menyampaikan apa-apa yang saya pergunakan dalam penyusunan tulisan ini. Tulisan
ini saya susun dengan menggunakan Microsoft Office 2007 Pro yang berjalan pada
Windows 7 Starter Edition dan kemudian di Upgrade menjadi Windows 7
Ultimate S.P 1 yang telah saya setting untuk Support Arabic.
Adapun software yang saya pergunakan untuk mengetik text Arab adalah
ArabicPad1.4 buatan Saudara Ebta Setyawan, yang dapat di Download di
Situs Resminya www.ebsoft.web.id dengan
font “ArabicTypeSetting size 23 pt” dan “Verdana size 11 pt” yang dapat diperoleh melalui situs
resmi masing-masing, namun dikarenakan saya melupakan alamat resminya, maka
saya berinisiatif untuk memaketkannya dalam satu archive yang dapat antum
download di blog pribadi ana. http://wayergo.blogspot.com
Hadits-hadits yang memuat tentang
keutamaan Shaf Pertama bagi laki-laki dan shaf terakhir bagi perempuan
وَعَنْ أَبِيْ
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ،
أَنَّ رَسُوْلَ l :
لَوْيَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِيْ النِّدَاءِ وَصَّفِّ الْأَوَّلِ، ثُمَّ لَمْ
يَجِدُوْا إِلَّا أَنْ يَسْتَهِمُوْا عَلَيْهِ لَاسْتَهَمُوْا (مُتَّفَقٌ
عَلَيْهِ)
Dari Abu Hurairah E, Rasulullah l bersabda:
“Seandainya orang-orang mengetahui besarnya pahala dalam menyambut adzan dan
shaf pertama, kemudian mereka tidak mendapatkannya kecuali dengan undian, tentu
mereka akan mengadakan undian tersebut” (HR. Bukhari Muslim; No. 1090 dalam
kitab Riyadush Shalihiin)
وَعَنْهُ قَالَ: قَالَ
رَسُوْلَ اللهِ l: خَيْرُصُفُوْفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا،
وَشَرَّهَا آخِرُهَا، وَخَيْرُ صُفُوْفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا، وَشَرَّهَا أَوَّولُهَا
Dari Abu Hurairah E, dia berkata, “Rasulullah l bersabda:
“Sebaik-baik shaf kaum laki-laki adalah shaf pertama dan sejelek-jelek shaf
mereka adalah yang terakhir, sedangkan sebaik-baik shaf wanita adalah shaf yang
terakhir dan sejelek-jelek shaf mereka adalah yang pertama” (HR. Muslim; No.
1091 dari kitab Riyadush Shalihiin)
وَعَنْ أَبِىْ سَعِدْ اَلْخُدْرِيِّ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ، أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ l رَأَى فِيْ أَصْحَابِهِ تَأَخُرًا، فَقَالَ
لَهُمْ: تَقَدَّمُوْابِيْ، وَلْيَأْتَمَّ بِكُمْ مَنْيَعْدَكُمْ، لَايَزَالُ
قَوْمٌ يَتَأَخَّرُوْنَ حَتَّى يُؤَخِرَهُمُ الله (رواه مسلم)
Dari Abu Sa’id al- Khudri E,
Rasulullah l melihat para shahabat mundur kebelakang. Beliaupun bersabda:
“Majulah kalian! Bermakmumlah kalian kepadaku, sehingga orang-orang yang datang
sesudah kalian turut bermakmum. Tidaklah segolongan kaum terbiasa untuk datang
terlambat, sehingga Allah akan menjadikan mereka terbiasa terlambat” (HR.
Muslim; No. 1092 dari Kitab Riyadush Shalihiin).
وَعَنْ أَبِيْ
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهَ عَنْهُمَا، قَالَ: أَنَّ رَسُوْلُ الله
l:
لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَافِي النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الْأَوَّلِ، ثُمَّ لَمْ
يَجِدُوْا إِلَّا أَنْ يَسْتَهِمُوْاعَلَيْهِ لَاسْتَهَمُوْا (مُتَفَقٌّ عَلَيْهِ)
Dari Abu Hurairah E, Rasulullah l bersabda,
“Seandainya orang-orang mengetahui besarnya pahala dalam menyambut (menjawab)
adzan dan shalat di shaf pertama, kemudian mereka tidak mendapatkan kecuali
dengan melalui undian, niscaya mereka akan mengadakan undian itu (Bukhari dan Muslim No. 661)
عَنْ جَابِرِ بْنِ
سَمُرَةَ
رَضِيَ اللهَ عَنْهُمَا ،
قَالَ: خَرَجَ عَلَيْنَارَسُوْلُ الله l فَقَالَ: أَلَا تَصُفُّوْنَ كَمَاتَصُفُّ الْمَلَائِكَةُ
عِنْدَرَبِّهَا؟ فَقُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، وَاكَيْفَ تُصَفُّ الْمَلَائِكَةُ
عِنْدَرَبِّهَا؟ قَالَ: يُتِمُّوْنَ الصُّفُوْفَ الْأَوَلَ، وَيَتَرَاصُّوْنَ فِيْ
الصُّفِّ. (رواه مسلم(
Dari Jabir bin Samurah E. dia berkata, “ Rasulullah l mendatangi
kami, lalu beliau bersabda, “Tidakkah kalian bershaf sebagaimana shafnya para
Malaikat dihadapan Tuhan mereka?, kami (Para sahabat) bertanya, “ Wahai
Rasulullah, bagaimanakah para malaikat berbaris dihadapan Tuhan mereka ?.
Rasulullah l bersabda: “ Mereka menyempurnakan shaf-shaf pertama dan
berdempetan (rapat) dalam shaf (HR. Muslim), Lihat Riyadush Shalihiin No. 1089
وَعَنْ أَبِىْ
مَسْعُوْدٍ E قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ l وَ
سَلَّمْ ، يَمْسَحُ مَنَاكَبَنَافِيْ الصَّلَاةِ
وَيَقُوْلُ: اِسْتَوُوْاوَلَا تَخْتَلِفُوْافَتَخْتَلِفَ قُلُوْبُكُمْ،
لِيَلِيَنِيْ مِنْكُمْ أُوْلُوْ الْأَحْلَامِ وَالنَّهَىْ، ثُمَّ الَّذِيْنَ
يَلُوْنَهُمْ، ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ (رواه مسلم)
Dari Abu Mas’ud E,
dia berkata: “Rasulullah l
menepuk bahu kami ketika kami hendak shalat, dan beliau bersabda: “ Sama ratakan barisan kalian dan jangan
berselisih yang menyebabkan hati kalian berbeda. Hendaklah orang yang sudah
baligh dan berakal lebih dekat kepadaku, kemudian orang-orang yang dibawahnya,
kemudian yang dibawahnya” (HR. Muslim; No. 1093 dari Riyadush Shalihiin)
وَ عَنْ أَنَّسٍ
E
قَالَ: رَسُوْلُ اللهِ الله
l:
سَوُّوْا صُفُوْفَكُمْ فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصَّفِّ مِنْ تَمَامِ الصَّلَاةِ (متفق
عليه) وَفِى رِوَايَةِ لِلْبُخَرِي: فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصُّفُوْفِ مِنْ إِقَامَةِ الصَّلَاةِ
Dari Anas E, dia
berkata, : Rasulullah l bersabda: “Luruskan
shaf-shaf kalian; sebab meluruskan shaf itu termasuk kesempurnaan shalat” (HR.
Bukhari Muslim No. 656) dalam riwayat lain oleh Imam Bukhori: ”Sesungguhnya
meluruskan shaf itu termasuk menegakkan sholat” No. 1094 dari kitab Riyadush
Shalihiin”
وَعَنْ أَبُو
هُرَيْرَةَ E عَنْ
رَسُولِ الله l : فَذَكَرَ أَحَادِيثَ مِنْهَا وَقَالَ
أَقِيمُوا الصَّفَّ فِي الصَّلَاةِ فَإِنَّ إِقَامَةَ الصَّفِّ مِنْ حُسْنِ
الصَّلَاةِ
Dari Abu Hurairah E:
ia berkata: Dari Rasulullah l, beliau bersabda: Luruskanlah
barisan dalam salat, karena lurusnya barisan itu termasuk kebaikan salat (HR.
Muslim No. 658)
وَ عَنْ أَنَّسٍ هُرَيْرَةَ E قَالَ:
اُقِيْمَتِ الصَّلَاةُ فَأَقْبَلَ عَلَيْنَ رَسُوْلُ اللهِ l: بِوَاجْهِحِ
فَقَالَ: أَقِيْمُوْا صُفُوْفَكُمْ وَتَرَاصُوْا، فَإِنَّ أَرَاكُمْ مِنْ وَرَاءِ
ظَهْرِى (رواه البخرى)
Dari Anas bin Malik E dia berkata: “Ketika iqamat
untuk shalat dikumandangkan, Rasulullah l menoleh kepada kami kemudian bersaabda: “Luruskanlah
shaf-shaf kalian dan rapatkanlah, karena aku dapat melihat kalian dari balik
punggungku” (HR. Bukhari) dan dalam riwayat lain dikatakan: “Kemudian
masing-masing dari kami merapatkan bahunya dengan bahu kanannya dan mata
kakinya dengan mata kaki kawannya” (HR. Bukhari) No. 1095 dari kitab Riyadush
Shalihiin)
وَ عَنْ النُّعْمَانِ
بْنِ بَشِيْرٍ E
قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلُ
اللهِ l
يَقُوْلُ: لَتُسَوُّنَّ صُفُوْفَكُمْ ، أَوْ لَيُخَالِفَنَّ وُجُوْ هَكُمْ
(متفق عليه) وَفِىْ رِوَايَةِ لِمُسْلِمْ : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ l كَانَ يُسَوِّى صُفُوْفَنَا حَتَّ كَأَنَّمَا يُسَوِّ
ى بِهَا الْقَدَاحَ حَتَّى رَأَى أَنَّا قَدْ عَقَلْنَا عَنْهُ، ثُمَّ خَرَجَ
يَوْمً فَقَامَ حَتَّى كَادَ يُكَبِّرُ،
فَرَأَى رَجُلًا بَادِيًا صَدْرُهُ مِنَ الصَّفِّ
، فَاَالَ: عِبَدَ اللهِ، لَتُسَوُّنَّ صُفُوْفَكُمْ، أَوْلَيُخَالِفَنَّا اللهُ
وُجُوْهِكُمْ
Dari Nu’man bin Basyir E, dia berkata:
“Saya mendengar Rasulullah l bersabda:
“Hendaklah kalian benar-benar meluruskan shaf-shaf kalian, atau Allah akan
menjadikan hati- hati kalian berselisih” (HR. Bukhari Muslim) dalam riwayat
Muslim, : “Rasulullah meluruskan shaf
kami, seakan-akan beliau meluruskan anak panah, sampai beliau berpendapat bahwa
kami sudah memahaminya. Pada suatu hari, beliau keluar (dari rumahnya) untuk
shalat dan langsung berdiri. Ketika beliau hendak bertakbir ada seseorang yang
dadanya menonjol (tidak lurus) dalam shaf, maka beliaupun bersabda: “Wahai
hamba Allah, hendaklah kamu sekalian meluruskan shaf atau Allah akan menjadikan
hati kalian berselisih” (Hadits No. 1096 dari kitab Riyadush shalihiin)
وَ عَنْ اَلْبَرَّاءْ
بْنِ عَازِبٍ E قَالَ:
كَانَ رَسُوْ لُ اللهِ l يَتَخَلَّلُ
الصَّفَّ مِنْ نَاحِيَةِ ، يَمْسَحُ صُدُوْرَنَا وَمَنَاكِبَنَا، وَيَقُوْلُ: لَا تَخْتَالِفُوْافَتَخْتَالِفَ
قُلُوْبُكُمْ، وَكَانَ يَقُوْلُ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى
الصُّفُوْفِ الْأَوَلِ (رواه
أبو داود بإسناد حسن)
Dari Al- Barra’ bin Azib E, dia berkata : “Rasulullah l memasuki sela-sela shaf sambil memegang dada dan bahu kami,
lalu beliau bersabda: “Janganlah kalian berbeda dalam shaf (tidak lurus),
sehingga hati kalian turut berbeda”. Beliau juga bersabda : “Sesungguhnya Allah
menganugerahkan rahmatNya untuk orang-orang yang berdiri dishaf pertama, begitu
juga para malaikat memohonkan rahmat untuk mereka (HR. Abu Dawud, Sanadnya
Hasan. No. 1097 dari Kitab Riyadush Shalihiin)
وَعَنِ ابْنِ عُمَرَ E ،أَنَّ
رَسُوْلَ اللهِ l قَالَ:
أَقِيْمُوْا الصُّفُوْفَ، وَحَاذُوْا بَيْنَ الْمَنَاكِبِ، وَسُدُّوْا الْخَلَلَ
وَلِيْنُ وْا بِأَيْدِيْ إِخْوَانِكُمْ، وَلَا تَذَرُوا فُرُجَاتٍ لِلْشَّيْطَانِ؛
وَمَنْ وَصَلَ صَفَّا وَصَلَهُ اللهُ، وَمَنْ قَطَعَ صَفَّا قَطْعَهُ الله.
(رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ بِإِسْنَادِ
صَحِيْحِ)
Dari Ibnu Umar E, Rasulullahl
bersabda: “Luruskanlah shaf dan sama ratakanlah bahu-bahu kalian, tutuplah
celah-celah shaf dan lunaklah terhadap tangan-tangan saudara kalian dan jangan
biarkan celah di antara shaf untuk ditempati syaitan. Barang siapa yang
menyambung shaf (yang terputus), maka Allah akan menyambungnya. Barang siapa
yang memutuskan shaf, maka Allah akan memutuskannya” (HR. Abu Dawud dengan
sanad yang Shahih) Riyadush Shalihiin No. 1098)
وَعَنِ أَنَسٍ E،
أَنَّ
رَسُوْلَ اللهِ l قَالَ:رُصُّوْا
الصُّفُوْفَكُمْ، وَقَارِبُوْا بَيْنَهَا، وَحَاذُوابِالْأَعْنَاقِ؛ فَوَالَّذِي
نَفْسِيْ بِيَدِهِ إِنِّيْ لأَرَى الشَّيْطَانَ يَدْخُلُ مِنْ خَلَلِ الصَّفِّ،
كَأَنَّهَا الْحَذَفُ. ( حَدِيثُ صَحِيْحِ رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ بِإِسْنَادٍ عَلَى شَرْطِ
مُسْلِمْ)
Dari Anas bin Malik E,
Rasulullah l bersabda:
“Rapatkanlah shaf dekatkanlah jarak antara satu shaf dengan yang lainnya serta
luruskanlah leher kalian. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan Nya, sungguh
aku melihat syaitan masuk di sela-sela shaf seperti kambing hitam lagi kecil”
(HR. Abu Dawud dengan sanad Shahih sesuai syarat Muslim; Riyadush Shalihiin No.
1099, juga diriwayatkan Oleh An- Nasa’i dan Ibnu
Hibban dan beliau mensahihkannya; Bulughul Marom No. 439)
وَعَنِ أَنَسٍE،
أَنَّ
رَسُوْلَ اللهِ l قَالَ: أَتِمُوْا الصَّفَّ الْمُقَدَّمَ،
ثُمَّ الَّذِي يَلِيْهِ؛ فَمَا كَانَ مِنْ نَقْصٍ فَلْيَكُنْ فِيْ الْصَّفِّ
الْمُؤَخَّرِ (رواه أبو داود بإسناد حسن)
Dari Anas bin Malik E, Rasulullah l bersabda:
“Sempurnakanlah shaf terdepan kemudian shaf yang berada dibelakangnya. Bila ada
shaf yang tidak penuh, maka hendaknya (yang tidak penuh itu) adalah shaf yang
paling belakang (HR. Abu Dawud dengan sanad Hasan; Riyadush Shalihiin No. 1100)
وَعَنْ أَبِ
مَسْعُوْدٍ عَقْبَةَ بْنِ عَمْرُ وَ الْبَدْرِيِّ اَلْأَنْصَارِى E
قَالَ: كَانَ رَسُوْلُوْ اللهِ l: يَمْسَحُ مَنَكِبَنَا فِيْ الصَّلَاةِ
وَيَقُوْلُ: اِسْتَوُوْا وَلَا تاخْتَلِفُ قُلُوْبُكُمْ، لِيَلِنِيْ مِنْكُمْ
أُوْلُوْ الْأَحْلَامِ وَالنُّهَى، ثُمَّ الَّذِ يْنَ يَلُوْنَهُمْ ، ثُمَّ
الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ (رواه مسلم)
Dari Abu Mas'ud E,
katanya: "Rasulullah l mengusap bahu-bahu kami dalam shalat dan bersabda: "Ratakanlah -
saf-saf dalam shalat - dan jangan berselisih lebih maju atau lebih ke belakang,
sebab jikalau tidak rata, maka hatimu semua pun menjadi berselisih. Hendaklah
menyampingi saya - dalam shalat itu - orang-orang yang sudah baligh dan
orang-orang yang berakal di antara engkau semua. Kemudian di sebelahnya lagi
ialah orang-orang yang bertaraf di bawah mereka ini lalu orang yang bertaraf di
bawah mereka ini pula." (Riwayat Muslim)
Sabda beliau l:
Liyalini diucapkan dengan takhfifnya nun -tidak disyaddahkan-
serta tidak menggunakan ya'sebelum nun ini, tetapi ada yang meriwayatkan dengan
tasydidnya nun dan ada ya' sesudah nun itu - lalu dibaca liyalianni
-. Annuha yakni akal. Ululahlami ialah orang-orang yang sudah baligh, ada pula
yang mengertikan: ahli hilm - kesabaran - dan fadhal - keutamaan. [Riyadush
Shalihiin No. 347]
أُحْسِنُوْا إِقَامَةَ
الصُّفُوْفِ فِى الصَّلَاةِ
“Luruskanlah barisan kalian dalam Shalat” (Hadist
Shahih Riwayat Imam Ahmad dalam Kitab Musnad Imam Ahmad, Ibnu Hibban dalam
Kitab Shahihnya, No. 195 dalam Kitab Shahih Jami’ Ash- Shaghiir dan No. 499
dalam Shahih Targhiib wat Tarhiib dari Sahabat Abu Hurairah E)
أَتِمُّوْا الصَّفَّ
الْمُقَدَّمَ ثُمَّ الَّذِيْ يَلِيْهِ فَمَا كَانَ مِنْ نَقْصٍ،فَلْيَكُنْ مِنَ
الصِّفِّ الْمُؤَخِرِ
Sempurnakanlah barisan depan dalam shalat kalian.
Setelah itu, baru barisan yang selanjutnya. Apabila barisan tersebut kurang,
maka barisan yang berada dibelakang sebaiknya mengisi dan menyempurnakan barisan
yang berada didepan terlebih dahulu” (HR. Ahmad, Abu Dawud, an- Nasa’i, Ibnu Hibban dalam Kitab Sahihnya, Ibnu Khuzaimah dan
Imam Dhiya al- Maqdisi dengan sanad shahih dari Sahabat Anas bin Malik E. Lihat
juga dalam kitab Takhrij al- Misykah No. 1094. Shahih Sunan No. 675. Dan
Riyadush Shallihiin No. 1100)
Sebagai
tambahan, berikut ini, ana tampilkan tulisan yang ana ambil dari situs Muslim.or.id http://www.muslim.or.id
Tulisan al- Ustadz Muhammad
Ikrar Yamin dan Tulisan Nurul Mukhlisin pada Bulletin An- Nur situs Yayasan al-
Sofwah Jakarta : http://www.alsofwah.or.id
Rapat
dan Luruskan Shof-Shof Kalian!!!
Judul
ini merupakan sebuah penggalan perintah sang Umar Al-Faruq E kepada makmum sesaat sebelum mengimami
sholat berjamaah. Hal itu merupakan wujud perhatian besar beliau terhadap
tuntunan Rosulululloh l yang mulia ini. Sebagaimana yang tertera
dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Anas ra bahwasanya Rosululloh l bersabda yang artinya, ”Rapikan (rapat dan lurus) shof
kalian, sesungguhnya shof termasuk bagian menegakkan sholat.” (HR.
Bukhori 732)
Dalam
hadits lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar E, Rosululloh l bersabda,
”Rapikanlah shof,
sejajarkan antara bahu, penuhi yang masih kosong (masih longgar), bersikap
lunaklah terhadap saudara kalian dan janganlah kalian biarkan kelonggaran untuk
setan. Barangsiapa yang menyambung shof, Alloh akan menyambungnya dan
barangsiapa yang memutus shof Alloh akan memutusnya.” (HR. Abu
Dawud no. 666). Dan masih banyak lagi hadits-hadits lain yang menekankan
pentingnya merapatkan dan meluruskan shof.
Wajibnya
Meluruskan dan Merapatkan Shof
Ternyata
Rosululloh l tidak hanya
memerintahkan untuk meluruskan dan merapatkan shof, namun beliau juga mengancam
keras orang-orang yang tidak merapikan shof mereka seperti dalam suatu redaksi
hadits, ”Sungguh kalian
mau merapikan shof kalian atau kalau tidak maka Alloh akan menjadikan
perselisihan diantara kalian.” (HR. Bukhori-Muslim)
Sebuah
kaidah dalam Islam menyatakan bahwa asal perintah adalah wajib. Begitu pula
mustahil suatu perkara yang mendapatkan ancaman maka hukumnya hanya sampai
sunnah saja. Maka pendapat yang kuat dalam masalah ini adalah wajibnya
merapikan shof dan apabila suatu jama’ah sholat tidak merapikan shof mereka
maka mereka berdosa. Dan inilah pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah rohimahullohu yang dapat kita lihat dalam kitab Majmu’ Fatawa beliau.
Namun bagi yang tidak merapikan sholat maka sholatnya tetap sah berdasarkan
perbuatan Anas E yang mengingkari
mereka yang tidak merapikan sholat tetapi tidak memerintahkan agar mereka
mengulanginya.
Bagaimana
Cara Meluruskan Shof ?
Adapun
sifat dan tata cara merapikan shof telah tercantum dalam banyak hadits
diantaranya sebuah hadits dari Nu’man bin Basyir E,
beliau berkata, ”Rosululloh l pernah menghadap manusia
dengan wajahnya seraya mengatakan, Rapikanlah shof-shof kalian (3x). Demi
Alloh, kalian merapikan shof kalian, atau kalau tidak maka Alloh akan
menjadikan perselisihan diantara hati kalian. Nu’man berkata, ’Lalu saya
melihat seorang merapatkan bahunya dengan bahu temannya, lututnya dengan lutut
temannya, dan mata kakinya dengan mata kaki temannya.”
(HR. Abu Dawud no. 662)
Hadits-hadits
ini menunjukan secara jelas pentingnya merapikan shof dan hal itu termasuk
kesempurnaan sholat hendaknya saling lurus dan tidak maju mundur antara satu
dengan yang lain, dan saling rapat satu dengan yang lain, dan saling rapat
antara bahu dengan bahu, kaki dengan kaki, dan lutut dengan lutut. Namun pada
zaman sekarang, sunnah ini dilupakan, seandainya engkau mempraktekkannya,
niscaya masyarakat lari seperti keledai. Inna
lillahi wa inna ilaihi roji’un. Adapun kita sesudah mengetahui
tentang perintah ini sudah sepantasnya berusaha sekuat kemampuan
melaksanakannya. Tidakkah kita ingin merasakan kelezatan menegakkan amalan ini
di dalam hati kita. Serta menjadi pemegang tombak syariat di muka bumi ini.
Semoga Alloh subhana wata’ala memberikan hidayah kepada kita semua.
Keimpulannya,
merapikan shof meliputi hal-hal berikut:
1.
Meluruskan
barisan sholat dan merapikannya.
2.
Memenuhi shof
yang masih renggang.
3.
Menyempurnakan
shof yang pertama terlebih dahulu dan begitu seterusnya.
4.
Saling
berdekatan.
Sholat
di Antara Dua Tiang ?
Maka
konsekuensi dari perintah merapikan dan merapikan shof sholat adalah tidak
membuat shof diantara tiang -kecuali dharuri
(terpaksa)- sehingga shof sholat terputus. Sebagaimana para sahabat menghindari
hal tersebut di zaman Rosululloh l.
Konsekuensi yang lain adalah seyogyanya mengisi kekosongan dalam shof sekalipun
di tengah sholat mengamalkan hadits yang diriwayatkan Thabrani dengan redaksi
terjemahannya ”Tidak ada
langkah yang lebih banyak pahalanya daripada pahala seseorang menuju
kelonggaran dalam shof untuk menutupinya.”
Luruskan Dan
Rapatkan Shaf
Shalat berjamaah merupakan amal yang
sangat dianjurkan oleh Rasulullah l.
Sebagaimana sabdanya, “Shalat berjamaah lebih afdhal dari shalat sendirian dua
puluh derajat”. Ketika shalat berjamaah, meluruskan dan merapatkan shaf
(barisan) sangat diperintahkan, sebagaimana di dalam sabda Nabi l, Artinya, “Luruskan shafmu, karena
sesungguhnya meluruskan shaf itu merupakan bagian dari kesempurnaan shalat”.
(Muttafaq ‘Alaih).
Hadits ini dan hadits-hadits lain yang
semisal, kata Ibnu Hazm w, merupakan dalil wajibnya merapikan shaf
sebelum shalat dimulai. Karena menyempurnakan shalat itu wajib, sedang
kerapihan shaf merupakan bagian dari kesempurnaan shalat, maka merapikan shaf
merupakan kewajiban. Juga lafaz amr (perintah) dalam hadits di atas menunjukkan
wajib. Selain itu, Rasulullah l setiap memulai shalat, selalu menghadap
kepada jamaah dan memerintahkan untuk meluruskan shaf, sebagaimana yang diriwayatkan
oleh Anas bin Malik E.
Teladan dari Nabi dan Para
Shahabat
Umar bin Khatthab E pernah memukul Abu Utsman An-Nahdi karena
ke luar dari barisan shalatnya. Juga Bilal pernah melakukan hal yang sama,
seperti yang dikatakan oleh Suwaid bin Ghaflah bahwa Umar dan Bilal pernah
memukul pundak kami dan mereka tidak akan memukul orang lain, kecuali karena
meninggalkan sesuatu yang diwajibkan (Fathul Bari juz 2 hal 447). Itulah
sebabnya, ketika Anas tiba di Madinah dan ditanya apa yang paling anda ingkari,
beliau berkata, “Saya tidak pernah mengingkari sesuatu melebihi larangan saya
kepada orang yang tidak merapikan shafnya.” (HR. A-Bukhari).
Bahkan Rasulullah l sebelum
memulai shalat, beliau berjalan merapikan shaf dan memegang dada dan pundak
para sahabat dan bersabda, "Wahai sekalian hamba Allah! Hedaklah kalian
meluruskan shaf-shaf kalian atau (kalau tidak), maka sungguh Allah akan
membalikkan wajah-wajah kalian." (HR. Al-Jama'ah, kecuali al-Bukhari)
Di dalam riwayat Abu Hurairah E,
dia berkata, "Rasulullah biasa masuk memeriksa ke shaf-shaf mulai dari
satu ujung ke ujung yang lain, memegang dada dan pundak kami seraya bersabda, "Janganlah
kalian berbeda (tidak lurus shafnya), karena akan menjadikan hati kalian
berselisih" (HR. Muslim)
Imam
Al-Qurthubi w berkata,
“Yang dimaksud dengan perselisihan hati pada hadits di atas adalah bahwa ketika
seorang tidak lurus di dalam shafnya dengan berdiri ke depan atau ke belakang,
menunjukkan kesombongan di dalam hatinya yang tidak mau diatur. Yang
demikian itu, akan merusak hati dan bisa menimbulkan perpecahan (Fathul Bari
juz 2 hal 443). Pendapat ini juga didukung oleh Imam An-Nawawi w,
beliau berkata, berbeda hati maksudnya terjadi di antara mereka kebencian dan
permusuhan dan pertentangan hati. Perbedaan ketika bershaf merupakan perbedaan
zhahir dan perbedaan zhahir merupakan wujud dari perbedaan bathin yaitu hati.
Sementara Imam al-Qhadhi Iyyadh w menafsirkannya
dengan mengatakan Allah akan mengubah hati mereka secara fisik, sebagaimana di
dalam riwayat lain (Allah akan mengubah wajah mereka). Hal itu merupakan
ancaman yang berat dari Allah, sebagaimana Dia mengancam orang yang mengangkat
kepalanya sebelum imam (i’tidal), maka Allah akan mengubah wajahnya menjadi
wajah keledai. Imam Al-Kirmani w menyimpulkan, akibat dari
pertentangan dan perbedaan di dalam shaf, bisa menimbulkan perubahan anggota
atau tujuan atau juga bisa perbedaan balasan dengan memberikan balasan yang
sempurna bagi mereka yang meluruskan shaf dan memberikan balasan kejelekan bagi
mereka yang tidak meluruskan shafnya.
Berdiri di dalam shaf bukan hanya
sekedar berbaris lurus, tetapi juga dengan merapatkan kaki dan pundak antara
satu dengan yang lainnya seperti yang dilakukan oleh para shahabat.
Diriwayatkan oleh Ibnu Umar E Rasulullah l bersabda,
Artinya “Rapatkankan shaf, dekatkan (jarak) antara shaf-shaf itu dan ratakan
pundak-pundak.” (HR. Abu Daud dan An-Nasai, dishahihkan oleh Ibnu Hibban).
Di dalam riwayat lain oleh Abu Dawud
Rasulullah l bersabda, Artinya “Demi
jiwaku yang ada di tanganNya, saya melihat syaitan masuk di celah-celah shaf,
sebagaimana masuknya anak kambing.”
Posisi Makmum di Dalam
Shalat
Apabila imam shalat berjamaah hanya
dengan seorang makmum, maka dia (makmum) disunnahkan berdiri di sebelah kanan
imam (sejajar dengannya), sebagaimana yang diceritakan oleh Ibnu Abbas E bahwa
beliau pernah shalat berjamaah bersama Rasulullah l pada
suatu malam dan berdiri di sebelah kirinya. Maka Rasulullah l memegang
kepala Ibnu Abbas E dari belakang lalu memindahkan di sebelah
kanannya (Muttafaq ‘Alaih).
Apabila makmum terdiri dari dua orang,
maka keduanya berada di belakang imam, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Anas
bin Malik E, beliau bersabda,
Artinya “Rasulullah shalat maka saya dan seorang anak yatim berdiri di
belakangnya dan Ummu Sulaim berdiri di belakang kami” (Muttafaq ‘Alaih).
Adapun pendapat Kufiyyun (Ulama-ulama’
Kufah) yang mengatakan bahwa kalau makmum terdiri dari dua orang maka yang
satunya berdiri di sebelah kanan Imam dan yang lainnya di sebelah kirinya, maka
hal itu dibantah oleh Ibnu Sirin w, seperti yang
diriwayatkan oleh Imam At-Tahawi w bahwa yang demikian itu
hanya boleh diamalkan, ketika shalat di tempat yang sempit yang tidak cukup
untuk membuat shaf di belakang.
Hadits di atas juga menjelaskan bahwa
makmum wanita mengambil posisi di belakang laki-laki, sekali pun harus bershaf
sendirian. Dan dia tidak boleh bershaf di samping laki-laki, apalagi di
depannya. Sebaik-baik shaf laki-laki adalah yang pertama dan seburuk-buruknya
adalah yang terakhir. Sebaliknya bagi wanita, sebaik-baik shaf baginya adalah
yang terakhir dan yang paling buruk adalah yang pertama. (HR. Muslim dari Abu
Hurairah E).
Dan shaf yang paling afdhal adalah di sebelah kanannya imam. Dan dari situlah
dimulainnya membuat shaf baru, sebagaimana yang dikata-kan oleh Barra’ bin
‘Azib E dengan sanad yang
shahih. Menyempurnakan shaf terdepan adalah yang dilakukan oleh para malaikat,
ketika berbaris di hadapan Allah.
Di riwayatkan oleh Abu Dawud dari
Jabir bin Samurah E
ia berkata, “Rasulullah l bersabda,
”Tidakkah kalian ingin berbaris, sebagaimana para malaikat berbaris di hadapan
Rabb mereka.” Maka kami bertanya, “Bagaimanakah para malaikat berbaris di
hadapan Rabb?” Beliau menjawab, “Mereka menyempurnakan barisan yang depan dan
saling merapat di dalam shaf.”
Dibolehkan seorang makmum shalat di
lantai dua dari masjid atau dipisahkan dengan tembok atau lainnya dari imam,
selama dia mendengar suara takbir imam. Sebagaimana yang dikatakan oleh Hasan,
“Tidak mengapa kamu shalat berjamaah dengan imam, walaupun di antara kamu dan
imam ada sungai”. Ditambahkan oleh Abu Mijlaz, selama mendengar takbirnya imam
(Shahih Al-Bukhari). Dan sebagian ulama juga menyaratkan harus bersambungnya
shaf, namun hal ini masih diperdebatkan di antara para ulama. Juga kisah
qiyamuramadhan (shalat tarawih), yang pertama kali yang dilakukan oleh
Rasulullah l.
Larangan Membuat Shaf
Sendirian
Seorang makmum dilarang membuat shaf
sendirian, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Wabishah bin Mi’bad E, bahwa Rasulullah melihat seseorang shalat
di belakang shaf sendirian, maka beliau memerintahkan untuk mengulang shalatnya
(HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban).
Dan pada riwayat Thalq bin Ali E ada tambahan,
“Tidak ada shalat bagi orang yang bersendiri di belakang shaf”. Walaupun
demikian sebagian ulama’ tetap menyatakan sah shalat seorang yang berdiri
sendiri dalam satu shaf karena alasan hadits di atas sanadnya mudltharib
(simpang siur), sebagai-mana yang dikatakan oleh Ibnu Abdil Barr.
Menurut Syaikh Muhammad bin Shaleh
Al-Utsaimin, jika seseorang menjumpai shaf yang sudah penuh, sementara ia
sendirian dan tidak ada yang ditunggu, maka boleh baginya shalat sendiri di
belakang shaf itu. Karena apabila ada larangan berhada-pan dengan kewajiban (jamaah
bersama imam, red), maka di dahulu-kan yang wajib.
Untuk menjaga keutuhan shaf boleh saja
seorang maju atau bergeser ketika mendapatkan ada shaf yang terputus. Sabda
Nabi l yang
diriwayatkan oleh Abu Juhaifah E beliau bersabda, “Barangsiapa yang memenuhi
celah yang ada pada shaf maka Allah akan mengampuni dosanya.” (HR. Bazzar
dengan sanad hasan).
Tiada langkah paling baik melebihi
yang dilakukan oleh seorang untuk menutupi celah di dalam shaf. Dan semakin
banyak teman dan shaf dalam shalat berjamaah akan semakin afdhal, sebagaimana
yang diriwayatkan oleh Ubay bin Ka’ab E,
Rasulullah l bersabda, Artinya “Shalat seorang bersama seorang
lebih baik daripada shalat sendirian dan shalatnya bersama dua orang lebih baik
daripada shalatnya bersama seorang. Dan bila lebih banyak maka yang demikian
lebih disukai oleh Allah ‘Azza wa Jalla.” (Muttafaq ‘Alaih).
Dan ketika memasuki shaf untuk shalat
disunahkan untuk melakukannya dengan tenang tidak terburu-buru, sebagaimana
yang diriwayatkan oleh Abi Bakrah E,
bahwasanya ia shalat dan mendapati Nabi sedang ruku’ lalu dia ikut ruku’
sebelum sampai kepada shaf, maka Nabi berkata kepadanya, Artinya “Semoga
Allah menambahkan kepadamu semangat (kemauan), tetapi jangan kamu ulangi lagi.”
(HR. Al Bukhari) dan dalam riwayat Abu Daud ada tambahan: “Ia ruku’ sebelum
sampai di shaf lalu dia berjalan menuju shaf.”
Muroja’ah
1.
Shahih Riyadush
Shalihiin : Imam an- Nawawi Tahqiq Syaikh Muh. Nashirudin al- Albany w
2.
Shahih at- Targhiib wat-
Tarhiib : al- Hafidz al- Mundziri Tahqiq Syaikh Muh. Nashirudin al- Albany w
3.
Shahih Jami’ ash-
Shaghiir Imam as- Suyuti Tahqiq Syaikh Muh. Nashirudin al- Albany w
4.
Shahih Sunan Ibnu
Majjah Tahqiq Syaikh Muh. Nashirudin al- Albany w
5.
Bulughul Marom min
Adilatil Ahkam : al- Hafidz Ibnu Hajar al- Asqalani w