Senin, 05 Maret 2012

Bolehkah Puasa Wishol (Puasa Tanpa berbuka (di waktu Maghrib))??

Oleh  : Wayer Haris Sauntiri, S.T
Alhamdulillahi robbil ‘alamiin, Allahumma Sholli ‘ala Muhammad wa ‘ala aalihi wa ashaabihi wa man tabi’ahum ‘ila kiyamis Sa’ah, amma ba’du
Tulisan singkat ini adalah sedikit bentuk muhasabah diri, sebab kebiasaan jahiliyyah dan penuh dengan kebodohan ini pernah saya amalkan sendiri, sehingga bagi mereka yang pernah berada dalam satu “manhaj” dengan saya di masa lalu dapat mengambil i’tiba’/pelajaran sehingga dengan izin Allah dapat pula meninggalkan bentuk-bentuk amalan yang menyelisihi sunnah Rasul, dan kembali pada amalan yang sesuai dengan sunnah Rasulullah saw.
Dahulu kala ketika saya masih berada di kampung halaman, dimana pengetahuan agama yang saya miliki hanya sekedarnya saja. Itupun kebanyakan amalan saya di dasarkan atas taqlid (mengikut secara Buta) tanpa pernah tahu atau mau tau dengan dalil yang melatar belakanginya, pokoknya apa yang diucapkan Ustadz atau tokoh agama saya nurut saja, bahkan tatkala saya disuruh puasa mulai hari selasa, berbuka maghrib, hari Rabu, juga berbuka pada waktu maghrib dan dilanjutkan pada hari Kamis dengan tanpa berbuka + tidak tidur Sampai Subuh + mengamalkan Amalan tertentu dengan jumlah tertentu, sayapun nurut saja, padahal jelas-jelas Allah Azza wa Jalla melarang seseorang untuk mengikuti apa-apa yang kita tidak punya ilmu tentangnya, sebagai mana firmannya:
وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا (٣٦)
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai Ilmu tentangnya tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (QS. Al- Isro’ ayat 36).
Kemudian, Allah Azza wa Jalla juga memerintahkan kepada kita untuk mengikuti “Manhaj” Nabi SAW, sebagaimana firman Nya:
قُلْ إِنْكُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهُ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَ ياَغْفِر لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ
"Katakanlah (Wahai Muhammad)!, Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu" (QS. Ali- Imran : 31)
Dan diantara Manhaj Nabi sebagai mana disebutkan oleh Imam Asy- Syafi’i (Imam Syafi’i) adalah menyesuaikan amalan dengan sunnah Rasulullah saw, bila sesuai dengan sunnah maka ambillah dan bila tidak sesuai dengan sunnah maka kita tinggalkan, bahkan beliau (Imam Syafi’i) mengatakan bila ada pendapatnya yang menyelisihi Sunnah (Hadits) Nabi saw, maka beliau memerintahkan pengikutnya untuk meninggalkan pendapatnya. Berikut beberapa perkataan Imam asy- Syafi’:
إِذَا وَجَدْ تم سنّة من رَسُوْلِ الله صلى الله عليه وسلم خلاف قولي فخذوا باسنّة، ودعوا قولي فإنّى أقولبِها
“Jika kalian mendapati Sunnah dari Rasulillah saw yang menyelisishi perkataanku maka ambillah sunnah dan tinggalkanlah pendapatku. Karena aku (akan) berpendapat dengan sunnah tersebut” (Atsar Shahih diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dalam Kitab Tarikh Damasyq Juz 51 hal. 389)
كلّ حديث عن النّبيّ صلى الله عليه وسلم فهو قولى، وإنّلم تسمعوه منّ
“Seluruh hadits dari Nabi saw maka itu adalah pendapatku, meskipun kalian tidak mendengarnya dariku” (Atsar Shahih diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dalam Kitab Tarikh Damasyq Juz 51 hal. 389)
Dari dua perkataan ini, jelaslah bagi kita bahwa tidak ada satupun dalil dari mahdzab Syafi’iyah yang mewajibkan Taqlid, kepada salah satu Imam Mahdzab; bahkan Imam asy- Syafi’i sendiri melarang taqlid, sehingga terang bagi kita bahwa barang siapa yang mengkampanyekan bahwa kita harus taqlid kepada salah satu imam Mahdzab dan ia mengatas namakan mahdzab Syafi’i, maka ketahuilah bahwa ia telah berdusta atas nama Imam asy- Syafi’i Rahimahullah.
Itulah sedikit gambaran betapa Jahilnya saya dahulu, sehingga dengan mudahnya saya ikut dalam ritual-ritual bid’ah yang penuh dengan penentangan kepada Sunnah as- Shohiihah. Diantara penentangan yang pernah saya lakukan dulu adalah Puasa Wishol, sebagaimana yang telah saya kemukakan diatas, lantas bagaimanakan dalil syari’at menyikapi puasa Wishol ??, berikut pembahasannya:
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ الْوِصَالِ قَالُوا إِنَّكَ تُوَاصِلُ قَالَ إِنِّي لَسْتُ كَهَيْئَتِكُمْ إِنِّي أُطْعَمُ وَأُسْقَى
“Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya ia berkata, saya telah membacakan kepada Malik dari Nafi' dari Ibnu Umar radliallahu 'anhuma : bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melarang puasa Wishal, maka para sahabat pun berkata, "Bukankah Anda sendiri melakukan puasa Wishal?" Beliau bersabda: "Sesungguhnya saya tidaklah sebagaimana kalian, karena saya diberi makan dan minum (oleh Rabb-ku)." (HR. Bukhari No. 1788, Muslim No. 1844), Abu Dawud No. 2013, Ahmad Juz 2 hal 128 dan Malik No. 590)
و حَدَّثَنَاه أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ نُمَيْرٍ ح و حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاصَلَ فِي رَمَضَانَ فَوَاصَلَ النَّاسُ فَنَهَاهُمْ قِيلَ لَهُ أَنْتَ تُوَاصِلُ قَالَ إِنِّي لَسْتُ مِثْلَكُمْ إِنِّي أُطْعَمُ وَأُسْقَى و حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ بْنُ عَبْدِ الصَّمَدِ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ جَدِّي عَنْ أَيُّوبَ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِثْلِهِ وَلَمْ يَقُلْ فِي رَمَضَانَ
“Telah menceritakannya kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Numair -dalam jalur lain- Dan telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair telah menceritakan kepada kami bapakku telah menceritakan kepada kami Ubaidullah dari Nafi' dari Ibnu Umar radliallahu 'anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melakukan puasa Wishal di bulan Ramadlan, sehingga orang-orang pun ikut melakukannya. Mengetahui hal itu, maka beliau melarang mereka. Akhirnya mereka bertanya, Bukankah Anda sendiri melakukan puasa wishal? beliau bersabda: Sesungguhnya saya, tidaklah sebagaimana kalian, karena saya diberi makan dan minum (oleh Rabb-ku). Dan telah menceritakan kepada kami Abdul Warits bin Abdush Shamad telah menceritakan kepadaku bapakku dari kakekku dari Ayyub dari Nafi' dari Ibnu Umar radliallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dengan hadits semisalnya, namun ia tidak mengatakan; Di bulan Ramadlan.” (HR. Muslim No. 1845)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِيَّاكُمْ وَالْوِصَالَ
Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu, ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Janganlah kalian melakukan puasa wishal.” (HR. Bukhari No. 1829 dan 1830, Muslim No. 1846 dan 1847, Imam Ahmad Juz 2 hal. 237, 244, 253, 257, 261, 281, 315, 345, 377, 495 dan 516, Imam Malik No. 591 dan ad- Darami No. 1641 dan 1644).
Dari hadits-hadits diatas dapat kita ketahui bahwa puasa wishol (puasa terus menerus tanpa berbuka) adalah perkara yang dilarang oleh Nabi saw, dan bila hal ini kita kembalikan kepada kaidah Ushul Fiqh, bahwa hukum asal perintah adalah wajib dan hukum asal larangan adalah Haram, maka hukum puasa wishol adalah haram, sebab tidak ada dalil yang menyelisihi hadits yang melarang tersebut, sehingga tsabit lah bagi kita tentang haramnya puasa wishol tersebut, Wallahu Ta’ala a’lam bish- Showaab.
Jadi masih mau menjalani rutinitas yang mengharuskan puasa wishol  sebagai salah satu syaratnya???, Yang pasti bahwa sesuatu yang mengharuskan pelanggaran terhadap hukum-hukum syari’at, telah jelas baginya kemungkaran, dan setiap kemungkaran akan mendapatkan balasan yang pedih dari Allah Azza wa Jalla, Wal ‘Iyadzubillah...........
Kendari,          19 Rabiul Awwal         1433 H
12 Februari                 2012 M

Wayer Haris sauntiri, S.T
                        http://wayergo.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar